Kumpulan - kumpulan Puisiku Diwaktu Muda Dulu
Waktu muda adalah tumpukan gejolak segala rasa, mulai dari pencarian jatidiri, keresahan sukma dalam mengapai damainya asmara, kegundahan hati dalam menggapai tujuan cita-cita yang tak pasti, kepongkahan spiritual yang tak berdalil hakiki dan masih banyak rasa-rasa yang lain dan insyaallah saya salin dari agenda kehidupanku dulu yang masih tersimpan rapi. Dan mohon maaf bila pembaca tak bisa menangkap makna sebenarnya yang terkandung di dalam kumpulan puisi ini.
Syawal Yang Kelabu
Tat kala tabuhan sang jangkrik
Semakin menambah parahnya kegundahan hati
Dan satu hari lagi perpisahan itu menghampiri
Kucoba menjumpaimu
Perjumpaan untuk menyambut detik detik terakhir perpisahan kita
Untuk kupandang ayu wajahmu
Untuk kupegang halus tanganmu
Dan kecup jemarimu setulus hatiku
Namun semoga bukan untuk yang keterakhir kalinya
Oh legenda...
Bila kukenang pilu rasa hati ini
Namun... terlalu indah untuk dilupakan
Indah memang...
Tapi penuh dengan penderitaan
Penderitaan yang menyimpan sejuta kenangan
__________________________________________
Kelana Panjang
Lentera merah kehidupan
Berangsur sirna
Ditelan putihnya hari
Nyanyian kinantan bersautan
Mengiringi hilangnya tabir pagi
Langkah penuh derap semangat
Peluh kuning
Mengucuri jiwa lelakiku
Kutelusuri tebing terjal
Kulangkahi bebukitan gersang
Untuk menuju kerajaan antah berantah
Bisakah aku sepi
Mampukah aku tapa brata
Dan tirakat di goa mengerikan
Untuk mengapai akik yang terpendam
Untuk meraih kitab pusaka alam
__________________________________________
__________________________________________
__________________________________________
Nyanyian Rindu
Engkau 'Zuhriy' yang slalu kusayang
Namun kini... kita berpisah
Engkau di Tempurejo... aku di Sukorejo
Jauh di mata namun dekat di hati
Masih terbayang di pelupuk mataku
Saat-saat pertemuan dikala perpisahan itu
Kukecup halus jemari tanganmu
Dan kubisikkan kata-kata mesra
Kuciptakan lagu rindu
Hanya untukmu
Kukisahkan lewat syair dan lagu
Oh... Kekasih
Disini aku rindu, disana kau rindu
Semoga cita dan cinta cepat bertemu
Dan abadi untuk selamanya
__________________________________________
Mendung Di Bumi Sukorejo
Hari-hari berjalan laksana roda berputar
Pergi dan datang
Tanpa pamit dan salam
Tat kala datang tragedi suro yang mengusik alam
Tanah gersang perpayung langit hitam
Tetumbuhan menjerit
Hewan meringkik
Manusia teriak histeris
Segala alampun takut kan kehancuran datang
Pejantan mengepak sayap kemilau
Sayap kematian menuju keabadian
innaa lillaahi wa innaa ilaihi raji'uun
Lantunan kesedihan bersautan
Alam sepi menjadi lautan keramaian
Bumi gersang, basah dengan tetesan air mata
Selokan kering menjadi banjir
Banjir dari luapan dua danau
Oh Pejantan...
Engkau terbang menuju panggilan Tuhan
__________________________________________
Sanggupkah Aku
Ketenangan hidup disaat ini
Sama tipisnya dengan semilir angin malam
...Inilah kehidupan
Walau gadis terkasih
Tlah kembali kepangkuan
Namun jiwa tetap risau dan gundah
Lima September ini
Merupakan awal bahagia
sekaligus hari keraguan bagiku
Aku bahagia
Karena gadis yang selama ini
kusangjung dalam detak jantung
Tlah kugenggam kembali
Dan insyaallah kan menjadi goa maharani bagi anak-anakku
Namun di hati masih tersirat
Rasa keraguan yang berkepanjangan
Karena aku masih terlalu hijau
Tuk menjalani pentas semua ini
Ya Tuhan
Sanggupkan aku
__________________________________________
Bapak Yang Hilang
Pohon Jati tua terkulai lemas membeku
Pohon Jati tua terkulai lemas membeku
Roh memberontak di lubang-lubang bisu
Dentuman jantung mulai hilang satu persatu
Yang terlintas hanya Itu
Suara hati mulai membuka dan berkata;
Katakan pada mentari
Aku tiada dingin lagi
Sampai salamku pada sang bayu
Aku tiada gerah lagi
Katakan pada air yang mengalir
Aku tiada haus lagi
Sampaikan pesanku pada sang bumi
Sisakan ruang kecil tuk kamarku
Katakan pada kain putih
Aku butuh selimut tuk hangatkan tidurku
Dengkuran nafas mulai lirih
Nan berdzikir kalimat suci
Dua mata memandang lalu terpejam
انالله وانااليه راجعون
Kini Jati tua pergi
Tuk menuju pangkuan Ilahi
__________________________________________
Edisi Bulan Rindu Yang Membiru
Hembusan angin gersang, panas dan melayukan
Pucuk cemara mendesah kehausan akan tetesan langit kehidupan
Daun Kambojapun berguguran kebumi kegersangan
Hembusan dan hamburan api matahari semakin tegas menyengat
Tak hiraukan lunglainya umat yang tinggal kulit dan tulang
Tragedi itulah yang sedang bergelora di hatiku
Itu semua kujalani dengan ketabahan apa adanya
Mungking jiwa santri teringat akan kalam ilahi;
ان الله مع الصبرين
Namun kumenyadari rasa tabah ini
Sekedar kedok demi terlaksananya kewajiban dan perjuangan
Walau pada aslinya
Niatan hati ingin mengelak dari itu semua
Zuhriy...
Jiwaku gersang, jasadku layu
Dan kehidupanku hampa tanpa hadirmu di sisiku
Kini kuberenang di samudera rindu
Untuk meraih ketepian pelabuhan hatimu
Rindu...
Rindu dan rindu
Kata dan rasa itulah yang selalu terselubung di relung hatiku
Zuhriy... Disini aku dirantau orang
Rasa lelakiku ingin terbang dan mendekapmu
Namun apalah daya
Keberadaanku disini demi kewajiban dan demi tegaknya tonggak perjuangan
Zuhriy...
Engkau satu-satunya ratu di hatiku
Yang selalu kusanjung dalam detak jantungku
Mengapa gambaran parasmu yang ayu
Selalu terlukis di pelupuk hatiku
Entah mengapa, diri tiada mengerti
Hari-hari telah terpampang di depan pintu
Semilir angin kebahagian datang
Embun kehidupan mulai sudi
Menyirami retak-retak bumi gersang
Pucuk pinus mulai melambai dengan gemulai
Menghijaunya rerumputanpun tak ketinggalan
Tuk menyambut hari bertemunya rindu dan cinta diantara kita
Zuhriy...
Mari kita sambut bersama
Terbitnya sang fajar kebahagian
Yang mulai tersenyum manis di ufuk timur
Sakitku
Siang
Malam
Pagi
Dan petang
Berjalan dengan lunglai
Dalam suara yang dalam
Dan terdengar
Gelegar jeritan datar
Tigapuluh
Lima
Diri lemah tak hiraukan peluh
Sakaratul maut terlintas maya
Tiga puluh Lima
Angka-angka terkapar
Dipembaringan putih yang membiru
Biduk Mimpi
Percikan langit telah tiba
Kemuning daun dan gugusan pepohonan
Kini mulai menghijau
Rantingpun mulai basah
Meneteskan embun keseburan
Jiwaku terdesak hendak meledak
Rindu menghuni suci abadi
Semalaman aku tergugah mimpi
Terapung seperti diriku
Hendak berlayar ke samudera hatimu
Andai bingkai mimpi tak mengusik mimpiku disini
Rangkai penaku masih terkungkung
Mati dalam hati
Zuhriy... Hari berganti minggu
Minggu berganti bulan
Diantara kita tiada sua lagi
Dua gunung menjulang tinggi
Dua kota menghalangi
Namun bayangan senyummu
Selalu terbayang di hati
Rinduku yang membiru
Hanya tuk juwita seorang
Diri Diikat Cucu Laila
Luluh bertekuk dalam lutut
Satu agitasi anak Adam
Seiring perputaran sang alam
Ternyata banyak jaman untuk dituntut
Pintu diri tak terbabang
Untuk sepasang Qais wa Laila
Entah diri takut hilang
Juwita terlukis di dalam dada
Legenda abadi cinta
Terlintas maya di mata diri
Tuk masuk ke alam dunia nyata
Diantara pasti dan hakiki
Mau Kemana Engkau Lelaki
Pikiranmu yang kuucapkan
Membuat malam menjadi panjang
Lembaran hidup yang hidup kembali
Kubuka tak kunjung memberi alasan
Untuk bisa berberang diri
Pulang kepada sendiri, hidup tak lagi punya misteri
Pulang kepada kesepian, aku terjebak akan hakikat kehidupan
"Ucapkan selamat tinggal kepada siapa saja"
Suara menepis, ruang waktu menjadi catatan hidup, kemudian kueja
Namun selalu tak bisa mengajarkan
Untuk membuat sesuatu tetap penting
"Ucapkan selamat tinggal kepada apa saja
Namun tidak kepada cinta
Kecuali mimpi, tiada lagi peristiwa yang hidup disini
Harapanpun teka-teki
mau kemana engkau laki-laki?
"Aku ingin pergi"
Dan kuserahkan diri kepada kejantanan
Jalan kepada kesendirian
Itu pula yang kemudian mendidihkan hari-hari kepadamu
Taburnya yang membekas di kamar ini
Adalah orkesta rindu yang kuangankan
Meneguk pergi sehabis-habis janis
Aku semakin mengerti
Apa arti kembali?
Jika pulang masih bernama pulang
Setiap burung pasti membayangkan sarang
Layaknya gelombang dan laut, maka kapalkulah lelah dermaga
Apa yang dicari petualang?
"Diri sendiri"
Apa yang diangankan pelarian ?
"Rumah dan Istri"
Begitu pula denganku
"Cuma cinta dan kasihmu"
Yang aku angankan
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
Back to Top
Tidak ada komentar:
Posting Komentar