Video

Minggu, 07 Februari 2016

Wali Allah menurut pandangan KH. Hasyim Asy'ari


Untuk membedakan mana para tokoh dan teladan yang boleh diikuti dan mana yang tidak di zaman akhir seperti ini kita harus berpegang teguh dengan Fatwa yang benar. Jangan sampai wali syaithon kita anggap wali Allah dan begitu sebaliknya.


Berikut ini kutipan fatwa Hadhrotussyaikh KH. Hasyim Asy’ari Rais Akbar dan pendiri NU tentang tanda dan syarat seorang Wali Allah yang senantiasa memegang teguh syariat Allah dan tidak melakukan penyimpangan -penyimpangan yang membuat bingung orang awam.

Wali Allah menurut pandangan KH. Hasyim Asy'ari

Rais Akbar pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadhratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari Dalam Kitab Al -Durar Al- Muntasyirah fi Masail Al- Tis’a ‘Asyarah (الدرر المنتثرة في المسائل التسع العشرة) berfatwa tentang masalah siapa itu sebenarnya Wali Allah. Kitab bertulis arab pegon berbahasa jawa yang akan kami terjemahkan.

Pertanyaan: Bagaimanakah kewajiban seorang Wali hingga dia diketahui bahwa dia benar -benar seorang wali?

Jawab: Kewajiban seorang wali supaya diketahui bahwa dia benar -benar seorang wali adalah berkumpulnya semua hak Allah dan hak seorang hamba terhadap dirinya dengan senantiasa menjaga tunduk ikut patuh terhadap Syariat Rasulullah . Keterangan dari kitab “Risalah Al Qusyairiyyah:

يجب على الولي حتى يكون وليا في نفس اﻷمر قيامه بحقوق الله تعالى و بحقوق عباده على اﻹستيصاء واﻹستيفاء بجميع ما أمر به


“Wajib bagi seorang Wali supaya dia memang benar -benar seorang Wali dalam kenyataannya yaitu dia melakukan semua hak -hak Allah ta’ala dan hak -hak hamba-hamba Allah dengan cara mencocoki dan menyempurnakan semua syariat Allah yang diperintahkan.”

Maka barang siapa mengaku wali tanpa bukti mengikuti syariat Rasulullah dia adalah orang yang berdusta dan melakukan penipuan atas nama Allah . Keterangan dari kitab “Nataijul Afkar:”

فمن ادعى الوﻻية بدون شاهد المتابعة فدعواه زور وبهتان


Artinya: “Barangsiapa mengaku kewalian dengan tanpa bukti mengikuti syariat kenabian, Maka pengakuannya adalah tipuan dan kedustaan.”

Pertanyaan: Apa saja syarat Wali?

Jawab: Syarat seorang wali itu harus Mahfudh (dijaga dari makshiyat) seperti Syarat seorang nabi harus ma’shum (benar -benar di jaga dari makshiyat dosa dan kesalahan)

Keterangan dari kitab Risalah Al Qusyairiyyah:


Yang artinya: “Wajib bagi seorang Wali supaya dia memang benar -benar seorang Wali dalam kenyataannya yaitu dia melakukan semua hak -hak Allah ta’ala dan hak -hak hamba -hamba Allah dengan cara mencocoki dan menyempurnakan semua syariat Allah yang diperintahkan.”

Maka barang siapa mengaku wali tanpa bukti mengikuti syariat Rasulullah dia adalah orang yang berdusta dan melakukan penipuan atas nama Allah . Keterangan dari kitab “Nataijul Afkar”:

فمن ادعى الوﻻية بدون شاهد المتابعة فدعواه زور وبهتان


“Barangsiapa mengaku kewalian dengan tanpa bukti mengikuti syariat kenabian, Maka pengakuannya adalah tipuan dan kedustaan.”

Pertanyaan: Apa saja syarat Wali?

Jawab: Syarat seorang wali itu harus Mahfudh (dijaga dari makshiyat) seperti Syarat seorang nabi harus ma’shum (benar -benar di jaga dari makshiyat dosa dan kesalahan). Keterangan dari kitab Risalah Al Qusyairiyyah:

ومن شرط الولي ان يكون محفوظا كما ان من شرط النبي ان يكون معصوما



“Syarat seorang Wali harus Mahfudh dijaga dari berbuat makshiyat seperti syarat seorang Nabi harus Ma’shum benar-benar dijaga dari makshiyat.”


Pertanyaan: Apa yang disebut Mahfudh?

Jawab: “Mahfudh seorang Wali adalah senantiasa dijaga oleh Allah ta’ala dari melakukan dosa dan kesalahan; Maka jika dia melakukan kesalahan Allah akan langsung memberikan ilham kepadanya untuk kembali kepada jalan kebenaran. Keterangan dari kitab Risalah Al Qusyairiyyah:

والمراد بكون الولي محفوظا ان يحفظه الله من تعاديه في الزلل والخطاء إن وقع فيهما بأن يلهمه التوبة فيتوب منهما


“Yang dimaksud mahfudh bagi seorang Wali adalah Allah senantiasa menjaganya dari berbuat penyimpangan dan kesalahan. Jika saja melakukan penyimpangan dan kesalahan Allah langsung memberikan ilham kepadanya untuk bertaubat.”

Pertanyaan: Apa perbedaan Mahfudh dan Ma’shum?

Jawab: Perbedaannya sifat mahfudh masih bisa mungkin melakukan kesalahan selayaknya manusia namun akan langsung bertaubat. Berbeda dengan ma’shum yang benar -benar dijaga dari kesalahan. Keterangan dari kitab Nataij Al Afkar:

والفرق بين الحفظ والعصمة امكان المخالفة مع وصف اﻷول دون الثاني


Keterangan seperti diatasnya.


والله أعلم بالصواب



. . . . . . . . .





Back to The Title

Tidak ada komentar:

Posting Komentar