Video

Jumat, 25 Maret 2016

Kemudharatan Non Muslim jika Menjadi Pemimpin di Wilayah Mayoritas Muslim


Muslim Harus Berfikir Jernih tentang Bahayanya Non Muslim (aqidah dan atau pemikirannya) Menjadi Pemimpin di Wilayah Mayoritas Muslim

Kali ini penulis sengaja mengangkat tema yang berkenaan dengan fenomena pencalonan dan atau terpilihnya seorang pemimpin dalam kancah pemerintahan, masalah ini sering menjadi bahan “debat kusir” yang tidak ada selesainya. Dalam kajian ini penulis hanya ingin memberi pencerahan kepada saudara sesama muslim agar menjadi bahan evaluasi untuk kedepannya yang tentunya tidak ada niatan untuk menyakiti saudara yang lain (non-muslim), penulis hanya mau menyampaikan sesuai dengan fakta dan realita yang ada di lapangan.

Para muslim Indonesia yang cerdas dan terhormat, mungkin diantara kalian yang menganggap bahwa “tidak apa-apa punya pemimpin yang non-muslim yang penting jujur dan amanah”. Kalian pikir itu adalah pikiran yang sangat modern dan bernuansa ke-Bhinneka-an, apalagi didukung oleh citra calon yang (katanya) baik. Kalian juga beranggapan bahwa pemimpin non-muslim pasti akan bersikap toleran terhadap warga muslim. Tapi apa kalian tahu seberapa mengerikannya kalau ternyata pemimpin non-muslim itu tidak amanah? Silakan baca beberapa fakta yang terjadi di lapangan yang telah dirangkum oleh penulis di bawah:

Jakarta Baru Semakin Menjauhi Islam?

Tak terasa sudah sekian tahun Ahok memimpin DKI. Meskipun didukung penuh dengan media-media mainstream yang rajin mengekspos tiada henti seolah-olah mereka adalah yang terbaik, tapi entah kenapa ya, penulis melihat dan membaca perkembangan yang ada baik melalui media elektronik dan media online merasa tidak ada perubahan yang segnifikan dengan Jakarta? Macet ya masih macet, banjir ya masih banjir, mana tuh janji perubahannya? Mana tuh “Jakarta Baru” yang digadang-gadang selama ini?
Yang ada, penulis justru merasa “Jakarta Baru” ini makin menjauhi nilai-nilai keislaman. Bukannya bermaksud SARA atau apa, tapi berdasarkan fakta-fakta yang nyata sebagai berikut:

1. Tidak Merekomendasikan Takbir Akbar di Jalan (di tahun 2013)


Seperti kita tahu, pemerintahan provensi DKI yang Ahok ada di jajarannya sepakat untuk tidak merekomendasikan tabligh akbar yang menghalangi jalan pada Januari di tahun 2013.

FPI: ANEH, JALANAN BUAT IBADAH KOK DILARANG


INILAH.COM, Jakarta – Front Pembela Islam (FPI), merasa aneh dengan sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang melarang kegiatan ibadah dilakukan di ruang publik, karena sudah membuat resah masyarakat.
“Apa benar MUI keberatan dan ngadu ke Ahok. Ada yang aneh ini,” ujar Juru Bicara FPI, Munarman kepada INILAH.COM, Jakarta, Kamis (10/1/2013).

Menurutnya, ulama yang warotsatul anbiya atau mencintai Nabi Muhammad , pasti mendukung kegiatan tabligh akbar tapi kalau ulama yang bukan, wajar anti tabligh.

“Lagi pula kenapa giliran jalan umum digunakan untuk kegiatan mubadzir seperti hiburan dan maksiat waktu malam tahun baru menutup total jalan protokol, kok yang ngaku ulama enggak ngeluh ya,” jelasnya.

Munarman juga mengatakan masih tidak percaya dengan fatwa MUI tersebut. “Yang mengeluh itu sakit jiwa, mudah-mudahan berita ini utuh dan nyampe ke Syamsul Muarif,” tandasnya.[bay]

Padahal untuk malam muda-mudi, Ahok tidak merasa berat untuk menutup jalan.

JADWAL BUKA TUTUP JALAN DI JAKARTA SAAT MALAM MUDA-MUDI


Liputan6.com, Jakarta : Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta akan menutup sejumlah ruas jalan selama pelaksanaan Jakarta Night Festival (JNF) atau Malam Muda-Mudi. Acara itu akan digelar tepat pada perayaan Ulang Tahun Jakarta ke-486 pada Sabtu (22/6/2013).“Terkait dengan penyelenggaraan malam muda-mudi besok, Dinas Perhubungan DKI bekerja sama dengan Ditlantas Polda Metro Jaya akan melakukan penutupan jalan,” kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono di Jakarta, Jumat (21/6/2013).

Penutupan jalan tersebut, menurut Pristono, di antaranya dilakukan di Jalan MH Thamrin (mulai dari Bundaran Patung Kuda hingga Dukuh Atas) dan Jalan Medan Merdeka Selatan (dari depan Kedutaan Besar Amerika Serikat hingga Bundaran Patung Kuda).

Kemudian, sambung Pristono, penutupan juga dilakukan di Jalan Medan Merdeka Barat (mulai dari simpang Jalan Medan Merdeka utara hingga Bundaran Patung Kuda). “Karena itu, bagi pengendara yang akan melewati jalan tersebut, kami mengimbau agar mengambil jalur alternatif yang telah kami siapkan,” ujar Pristono.

Pristono menuturkan kendaraan yang datang dari arah selatan dapat melewati Jalan Galunggung atau Jalan Karet, Pasar Baru Timur. Sedangkan, bagi pengendara yang tiba dari arah utara agar melalui Jalan Ir Juanda atau Jalan Abdul Muis. “Penutupan jalan di sepanjang lokasi penyelenggaraan JNF tersebut akan dilakukan mulai dari pukul 18.00 hingga 02.00 WIB,” tutur Pristono.

Sementara itu, Pristono menambahkan untuk lokasi parkir pengunjung JNF diarahkan ke lapangan parkir IRTI di Monas, gedung-gedung parkir dan pelataran gedung-gedung di sepanjang area JNF.

JNF atau malam muda-mudi akan digelar di sepanjang Jalan MH Thamrin, mulai dari Bundaran Patung Kuda hingga Bundaran Hotel Indonesia (HI). Acara tersebut akan dimeriahkan dengan berbagai macam kegiatan hiburan, di antaranya panggung musik dan penampilan kesenian budaya daerah. (Ant/Ary/Yus)

Tidak habis pikir dengan kebijakan aneh ini. Kalau alasannya agar tidak menghalangi hajat hidup orang banyak, menutup jalan untuk malam muda-mudi justru SANGAT mengganggu orang! Sudah tahu Jakarta macet, eh, malam Minggu jalanan ditutup lagi! Masyarakat Jakarta masih ingat bagaimana susahnya untuk pulang ke rumah saat malam muda-mudi. Perlu tiga setengah jam untuk mencapai rumah! Terus apa manfaatnya malam muda-mudi ini? Kalau tabligh akbar kan lumayan masih banyak manfaatnya bagi mayoritas penduduk Jakarta yang notabene muslim!

Kalau mau adil, jangan ada acara APAPUN yang menutup jalan, dong! Kok kesannya acara yang sekuler “diistimewakan” sementara acara Islami dilarang? Anak kecil pun tahu kalau ini TIDAK ADIL! Tampak jelas sekali kalau peraturan ini ingin mendiskreditkan Islam. Yah, apa mau dikata, kalau pemerintahnya juga bukan muslim (aqidah dan atau pemikirannya), ya begini jadinya...

Ini buah pilihan kalian yang sangat “modern” dan bernuansa “Bhinneka” itu, muslim Jakarta! Enak, nggak? (maaf tidak bertanya kepada yang non-muslim)

2. Imbauan untuk Tidak Melakukan Takbir Keliling (di tahun 2013)


Untuk pertama kalinya di Jakarta ada imbauan dari gubernur dan wakilnya untuk tidak melakukan takbir keliling saat lebaran pada tahun 2013, padahal Jakarta dihuni oleh mayoritas muslim. Anehnya, takbir keliling ditiadakan tapi acara musik seperti konser metallica justru didukung penuh oleh gubernur.


PEMPROV LARANG TAKBIR KELILING, TAPI TIDAK UNTUK KONSER METALLICA


“Saya puaaas.” Dua kata itulah yang dikatakan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (pemikirannya kurang memihak kepada perasaan umat Islam dikala itu) kepada wartawan begitu keluar dari stadion GBK setelah menyaksikan konser Metallica, Minggu (25/8/2013) sekitar pukul 22.45 WIB.Jokowi puas karena sejumlah lagu favoritnya dibawakan band asal California itu dalam konser yang dipadati puluhan ribu fans fanatik.“Beberapa lagu kesukaan saya dibawain sama Metallica, pokoknya senang,” tutur Jokowi yang datang dengan berkaos hitam Metallica ini.

Tentu antusiasme Jokowi-Ahok berbeda dengan takbir keliling yang hendak dilakukan warga Muslim Jakarta. Pemprov DKI secara tegas melarang warganya untuk ikut takbir keliling. Larangan Pemprov DKI terasa aneh karena dalam sejarah gubernur DKI dan mungkin gubernur se Indonesia, hanya dia satu-satunya Gubernur yang melarang takbir keliling.

“Kita mengimbau masyarakat agar takbirannya di masjid-masjid saja. Tidak usah keliling, tidak usah konvoi,” ungkap gubenur. Karena itu, kata gubenur, bila ada warga yang tetap mengadakan malam takbiran dengan keliling dan konvoi, mereka akan segera diamankan pihak kepolisian. “Urusannya para kepolisian. Tapi cukup berbahaya jika dibiarkan tarawih konvoi dan keliling kota memadati ruas-ruas jalan tertentu. Selama ini, takbiran umumnya diadakan dengan menyusuri jalan raya sembari bernyanyi.”

Padahal apa dosa melakukan takbir keliling? Tidak ada. Warga hanya mengapresiasikan dirinya dalam Syiar keagaamaan dalam menyambut hari kemenangan umat Islam. Mereka tidak membawa bir dan menenggak alkohol. Berbeda dengan konser Metallica sebagaimana dilaporkan wartawan Kompas TV (25/8/2013) yang mencium bau alkohol di sekitar tempat konser. Wajar saja, karena salah satu permintaan khusus Metallica kepada panitia adalah disediakannya bir lokal bagi para personil Metallica.

Takbir keliling jelas ada landasan syar’inya. Dalam pandangan Islam, kegiatan ini bagian dari syiar Islam yang mengagungkan ketaqwaan. Berbeda dengan konser Metalica yang tidak berdampak pada ketakwaan warga Jakarta. Tidak ada penelitian yang mengatakan pasca konser Metallica diadakan angka kejahatan tiba-tiba menurun.

Maka, siapapun orangnya seharusnya sadar. Sebagai gubernur di provinsi yang mayoritas warganya muslim, jangan sampai mengambil langkah-langkah yang menyinggung perasaan umat Islam. Apalagi di satu sisi menekan syiar keIslaman, tapi di sisi lain mengakomodir syiar kejahiliyahan.

Baru tahu kalau ternyata bagi pak gubernur, konser metallica jauh lebih baik dari takbir keliling...!!!

3. Menempatkan Pejabat Non-muslim Yang Ditolak Oleh Warga Mayoritas Muslim (di tahun 2013)


WARGA LENTENG AGUNG : HARGA MATI, LURAH SUSAN HARUS DIGANTI!


Jakarta (SI Online) – Tekad warga Kelurahan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, untuk menolak lurah Susan telah bulat.Tak ada tawar menawar dalam hal ini.

“Harga mati, lurah harus ganti. Itu harapan warga,” kata seorang tokoh Lenteng Agung Ustad Sholihin Ilyas dalam konferensi pers yang digelar Forum Umat Islam (FUI) di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, Kamis (3/10/2013).

FUI sebagai aliansi orman-ormas Islam melakukan advokasi terhadap warga Muslim Lenteng Agung supaya aspirasi mereka diperhatikan oleh pemerintah daerah DKI Jakarta. Selain tokoh masyarakat Lenteng Agung, hadir dalam konferensi pers tersebut sejumlah ulama “Macan Betawi” seperti KH Abdul Rasyid AS, KH Fachrurozy Ishaq dan KH A Cholil Ridwan. Tokoh majelis taklim Lenteng Agung Hj Kholillah AB dan Ketua Umum Forsap Hj Nurdiati Akma juga turut serta.

Ustad Sholihin melanjutkan, upaya warga untuk menyampaikan aspirasinya akan dilakukan dengan berbagai cara.

“Dengan berbagai cara kami punya banyak cara untuk menyampaikan aspirasi kami. Semua warga Lenteng Agung berikrar harga mati, tak bisa ditawar lurah Susan harus turun dari jabatannya,” ungkapnya.

(red: shodiq ramadhan)


Meski demo berlangsung terus-menerus, tapi pemprov seperti tuli oleh aspirasi umat Islam. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang berusaha memberikan saran justru dilecehkan dengan sangat arogan oleh ahok.

SEKJEN FUI : DEMI BELA SUSAN, AHOK BERANI NGELUNJAK KEPADA MENDAGRI

Jakarta (SI Online) – “Entah Ahok ini mengidap penyakit apa sehingga begitu nekad hanya gara-gara membela lurah Susan yang ditolak masyarakat Lenteng Agung dia begitu lancang dan berani ngelunjak kepada pejabat yang seharusnya dipandang atasannya yaitu menteri dalam negeri Gamawan Fauzi, padahal Gamawan tidak menyerang Ahok hanya memberikan saran yang normatif saja sebagai pejabat tinggi dalam pemerintahan yaitu memberikan saran agar pemda DKI mengevaluasi kembali kebijakan penempatan lurah Susan yang ditolak warga Lenteng Agung, namun Ahok dengn sengit menyerangnya dengan kalimat : Mendagri agar belajar konstitusi,” demikian dikatakan Sekjen Forum Umat Islam (FUI) KH Muhammad al Khaththat kepada Suara Islam Online, Kamis (3/10/2013).

Tentu saja ini jadi polemik yang ramai karena ada pejabat yang diberi saran atasan malah meradang dan melawan. Sikap arogan, ngelunjak, dan tidak etis inilah yang disesalkan oleh Sekjen FUI.

KH Muhammad al Khaththat didampingi sesepuh ulama Betawi pimpinan Perguruan As Syafi’iyyah KH. Abul Rasyid AS, Ketua MUI KH Ahmad Cholil Ridwan, dan KH Fachrurazi Ishaq mengadakan jumpa pers setelah mendengar ungkapan dan aduan dari sekitar 2 mobil perwakilan warga.

Ketiga macan Betawi tersebut turun bersama Sekjen FUI memberikan advokasi kepada aspirasi masyarakat Kelurahan Lenteng Agung yang merasa resah dengan penempatan Lurah Susan oleh Ahok melalui mekanisme Lelang Jabatan. Warga resah karena ternyata lelang jabatan hanya sekedar cover untuk menempatkan para pendukung Ahok dalam memenangkan pilkada melawan Foke. Dikabarkan Lurah Susan adalah seorang staf Kelurahan Senen yang menjadi salah seorang anggota Timses Ahok dikala itu.

Keresahan warga masyarakat Kelurahan Lenteng Agung yang 99,99 persen muslim karena selama puluhan bahkan ratusan tahun warga Lenteng Agung tidak pernah dipimpin lurah yang non muslim. Memang secara sosio kultural akan kerepotan siapapun pemimpin non-muslim di Lenteng Agung yang punya 22 Masjid, 58 Musholla dan ratusan majelis taklim. Dan tradisi Betawi yang kental dengan ajaran Islam yang sudah jadi budaya masyarakat. Dalam even apapun masyarakat Betawi tidak akan lepas dengan ratiban, maulid, burdah, dan tahlil. Dan itu biasanya lurah menjadi tamu kehormatan.

Oleh karena itu, Sekjen FUI menyesalkan sikap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (Wakil Gubernur DKI disaat itu) yang telah telah arogan terhadap aspirasi masyarakat. Bukan hanya itu, ucapan Ahok kepada Mendagri supaya belajar konstitusi dinilainya sebagai tindakan pelecehan.

“Menyesalkan sikap “Ahok” yang sangat arogan melecehkan aspirasi warga Kelurahan Lenteng Agung dan bersikap sangat tidak etis kepada Mendagri Gamawan Fauzi dengan kalimat yang sangat melecehkan yakni agar Mendagri belajar kembali konstitusi,” kata ustadz al Khaththath.

Warga Lebih faham Konstitusi daripada Ahok

Dalam konferensi pers tersebut juga bicara perwakilan warga Haji Nasri Nashrullah dan KH. Solihin Ilyas yang mengatakan bahwa Harga Mati Lurah Susan harus diganti!

Dan ternyata warga yang dilecehkan Ahok selama ini tampaknya lebih faham konstitusi daripada Ahok. Haji Nasri sebagai perwakilan warga mengatakan bahwa kebijakan lelang jabatan dengan memaksakan Susan ke Lenteng Agung tidak bisa diterima. Sebab melanggar proporsionalitas. Haji Nasri mengatakan bahwa dalam UU No 28 tahun 99 butir 5 tentang penyelenggaraan pemerintahan pemerintahan dijalankan dengan menganut asas proporsionalitas dan salah satu faktor dari proporsionalitas adalah agama.

Lalu Haji Nasri mengutip kabar bahwa di Bali, seorang Cagub yang beragama Hindu saja ditolak hanya karena sering pakai peci dan istrinya seorang muslimah. Di Papua ada UU otsus yang melarang pimpinan pemerintahan di luar orang papua. Dan mana ada di kota Kupang, Menado, apalagi Los Angeles (LA), mana ada muslim jadi kepala pemerintahan.. umat islam juga tidak protes. Termasuk Masjid di Groud Zero yang diprotes warga Manhattan. Umat Islam yang maklum aja. Kenapa Ahok kok ngotot?

“Wah-wah-wah kayaknya Ahok lah yang harus belajar klonstitusi bukan Mendagri. Makanya Ahok jangan sok..” ujar Sekjen FUI.

Baru didukung media (yang bisa jadi dibayar) serta fans fanatik di internet (yang mungkin anggota dari buzzer bayarannya), sudah merasa sebagai penguasa dunia yang tak terkalahkan. Dia lupa kali kalau jabatannya itu milik rakyat dan bisa ditarik kapan saja rakyat mau kalau dia tidak menghormati rakyatnya. Demokrasi itu “dari, oleh, dan untuk rakyat” bukan “dari rakyat, oleh saya, untuk golongan saya”. Ingat, kesombongan itu tidak ada yang bertahan lama! Atau jangan-jangan ada yang terselubung di balik kengototannya ini?

KH FAHRURROZI: ‘ADA AGENDA TERSELUBUNG DALAM LELANG JABATAN LURAH DI JAKARTA’

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Belum lama menjabat sebagai Lurah Lenteng Agung, Susan Jasmine Zulkifli sudah menuai kontroversi. Melalui lelang jabatan lurah yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, pada Juli 2013 Susan yang non-Muslim menduduki jabatan tertinggi di kelurahan yang mayoritas warganya Muslim.

Selama itu yang ngotot membela lurah Susan adalah Ahok (selaku wakil gubenur saat itu). Ia tak segan-segan melawan siapapun yang memprotes keputusannya, bahkan usulan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi untuk mengevaluasi penempatan lurah Susan ia lawan. Dengan sombong Ahok mengatakan bahwa mendagri harus belajar konstitusi lagi.

Tokoh ulama Betawi KH Fahrurrozi Ishaq menilai ada agenda terselubung dalam lelang jabatan lurah di Jakarta yang saat ini dijalankan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur DKI itu. Menurutnya, kebijakan menempatkan lurah Kristen melalui lelang jabatan tersebut merupakan agenda terselubung kristenisasi.

“Saya sudah melihat dari awal ketika ada pelelangan lurah, bahwasanya pemprov DKI sudah menempatkan orang-orang non-Islam di posisi penting tapi dengan cara lelang, padahal orang itu sudah disiapkan oleh dia, lelang itu strategi dia,” ujar Kiai Ishaq saat konferensi pers Forum Umat Islam (FUI) mendukung warga Lenteng Agung yang menolak Lurah Susan, Kamis (3/9/2013) di Jakarta.

“Sebentar lagi sekolah-sekolah, nanti kepala sekolah SD, SMP, SMA akan dipegang oleh orang-orang non-muslim,” tambahnya.

“Kalau itu terjadi, saya akan berada di barisan paling depan untuk melawan itu semua,” tegas ulama betawi ini.

Terkait soal keyakinan Susan, sebelumnya seorang tokoh masyarakat Lenteng Agung, Akmal, mengatakan kini di kantor kelurahan tak ada lagi ucapan “Assalamu’alaikum”. Yang ada, kata Akmal, berdasarkan informasi yang ia dapat dari staf keluarahan, adalah ucapan “selamat pagi, selamat siang dan selamat sore”. (Suara Islam Online)

Dan sepertinya keyakinan Ulama ini ada benarnya, karena pemprov kembali mengadakan lelang jabatan untuk posisi kepala sekolah, bahkan ada kecurangan yang terungkap!

AKAL-AKALAN LELANG JABATAN KEPSEK, TERNYATA SOAL UJIANNYA DIDUGA BOCOR


Jakarta (SI Online) – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI), dan Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ) menduga ada kebocoran soal tes lelang jabatan Kepsek soal yang diujikan pada 13-14 Desember 2013. Dugaan organisasi-organisasi guru disampaikan setelah mereka menerima aduan dari para pelapor bahwa telah terjadi pelatihan di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP).“Oknum pejabat LPMP diduga membekali dan melatih soal terkait lelang jabatan kepada 180 kepala sekolah yang sedang menjabat. Diduga kuat, soal yang dilatihkan juga dibekali dengan jawaban yang benar dan diindikasi bahwa soal yang dilatih sama dengan soal yang diujikan saat tes berlangsung pada 13-14 Desember 2013,” kata Sekjen FSGI Retno Listyarti usai bertemu Gubernur DKI Jakarta di Balaikota, Senin (16/12/2013).

Sementara Presidium FSGI Guntur Ismail, menyatakan pelatihan tersebut diketahui oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang disebutnya menunjukkan keberpihakan LPMP DKI Jakarta terhadap para kepala sekolah yang tergabung dalam wadah Musyawarah Kepala-kepala Sekolah (MKKS) DKI Jakarta.

“Sebagai lembaga penjamin mutu yang merupakan wakil pemerintah pusat di daerah, seharusnya LPMP mendukung kebijakan lelang Pemprov DKI Jakarta sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan DKI Jakarta dan bukan penghambat upaya peningkatan mutu pendidikan,” kata Guntur.

Waktu Ujian Dipotong


Sementara Kketua FGMJ Heru Purnomo mengatakan para peserta lelang jabatan Kepsek mengeluhkan durasi waktu yang dikurangi panitia pelaksana di lapangan.

Durasi tes dalam website resmi pemerintah provinsi DKI Jakarta tercantum 90 menit, tetapi pada praktiknya peserta hanya diberi waktu 60 menit dengan jumlah soal yang wajib dikerjakan 75 soal, kata dia.

“Artinya satu soal harus dikerjakan kurang dari satu menit, sementara soal yang harus dikerjakan adalah soal yang berdurasi panjang untuk dibaca dan dijawab,”lanjut Heru.

Gubernur DKI Jakarta mengaku akan menindaklanjuti laporan dugaan kecurangan tersebut. “Pak Gubernur tadi mengatakan akan menindaklanjuti, Beliau akan segera memeriksa kasus ini,” kata Retno.

Sebelumnya, tokoh ulama Betawi KH Fachrurozy Ishak mensinyalir lelang jabatan Kepsek ini akan digunakan Ahok untuk melakukan Kristenisasi kepala sekolah. Sebelumnya, lelang jabatan lurah dan camat dengan modus yang sama juga digunakan untuk memasukkan pejabat non-muslim dan anggota tim sukses Ahok ke pemerintahan.

4. Membongkar Masjid Tanpa Ragu


Pemerintahan “Jakarta Baru” ini juga sudah membongkar dua masjid tanpa berkonsultasi dengan masyarakat setempat. Salah satunya bahkan termasuk masjid bersejarah! Ini sih keterlaluan!


INILAH PROTES UMAT ISLAM PADA AHOK YANG BONGKAR MASJID BAITUL ARIF


JAKARTA (voa-islam.com) – Warga sekitar Masjid Baitul Arif menyesalkan tindakan pembongkaran masjid tanpa musyawarah. Salah seorang jamaah masjid kepada voa-islam, Taufan Maulamin, menyesalkan tindakan tersebut. Ia pun membuat surat terbuka atas keprihatinannya kepada Gubernur DKI.

“Walikota Jakarta Timur telah melakukan pembongkaran Masjid Baitul Arif tanpa musyawarah dengan tokoh, alim Ulama dan jamaah Masjid Baitul Arif, RW 1 Kelurahan Kampung Melayu. Sudah 15 hari shalat 5 Waktu dan 2 kali Jumat tidak dapat dilakukan,” tulis Taufan.

Meski lokasi dan tanah masjid adalah milik Pemda DKI, kata Taufan, namun seyogianya Pemda tidak melupakan masjid adalah baitullah yang sangat dimuliakan oleh semua Muslim. Karenanya, mestinya hal itu dilakukan dengan santun dan beradab.

Taufan juga mengingatkan akan wilayah Jatinegara. “Jatinegara merupakan kawasan Muslim yang sangat taat dan sangat fanatik sejak zaman penjajahan, banyak tokoh, alim ulama dan masyarakat Muslim merasa tersinggung dan menyayangkan tindakan tersebut,” kata Taufan.

FUI Protes


Sementara itu, aktivis Forum Umat Islam (FUI) Jakarta Bernard Abdul Jabbar menegaskan, tindakan pemerintah provinsi DKI Jakarta membongkar Masjid Baitul Arif di Jatinegara dinilai sebagai tindakan arogansi yang melecehkan urusan agama.

Menurut Bernard, Pemda DKI dalam hal ini Basuki Tjahja Purnama (Ahok) sebagai pihak yang keras memerintahkan pembongkaran harus paham, shalat umat Islam tidak boleh terhenti, dan seharusnya disediakan dulu tempat penggantinya jika memang harus dibongkar.

“Ahok jangan arogan, padahal dalam agamanya sendiri diajarkan untuk menghormati agama orang lain. Karena pegang kekuasaan dia jadi membabi buta melawan masyakarat muslim. Seharusnya gereja-gereja liar yang ia bongkar. Apa dia ga tau banyak gereja seperti di Jelambar, Kemayoran dan lain-lain yang berdiri tanpa ijin? Kenapa urusan gereja liar dia diam, tapi nyaring kalo bicara masjid?” ungkap Bernard.

Belajar dari Medan, Sumatera Utara, Masjid Al Ikhlas pernah dibongkar oleh Kodam I/BB dikarenakan telah ditukar guling dengan pihak pengembang. Umat Islam, dimotori oleh FUI-Sumatera Utara protes dan menuntut agar dibangun kembali di lokasi semula. Setahun lebih umat Islam shalat Jum’at di Jl. Timor Medan sebagai upaya perjuangan.

“Alhamdulillah, pada tgl 15 Mei 2012 Masjid Al Ikhlas yang dirobohkan pada 4 Mei 2011, dibangun kembali. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Pangdam I/BB Mayjend Lodwijk F. Paulus (muallaf). Bahwa Masjid adalah Rumah Ibadah dan simbol bagi umat Islam, dilindungi oleh UUD 1945 yang dituangkan di dalam UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Di mana prosedur pembongkaran Masjid harus mendapat persetujuan (izin) dari Menteri Agama. Kenapa Mesjid Al Barokah dibongkar umat Islam Jakarta diam saja?” Demikian dikatakan FUI – SU, Ustadz Sudirman Timsar Zubir prihatin.[desastian]

KINI GILIRAN MASJID BERSEJARAH YANG DIBONGKAR OLEH PEMPROV DKI “TERMASUK AHOK DIDALAMNYA”


dakwatuna.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI membongkar Masjid Amir Hamzah di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Masjid yang cukup bersejarah itu dibangun sejak Gubenur DKI Ali Sadikin.“Masjid tersebut ingin dibuat Gedung Fakultas Film IKJ dan taman,” kata seorang karyawan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang enggan disebutkan namanya, di lokasi, (16/10/2013), sebagaimana yang dilansir Okezone. Pembongkaran masjid tersebut kata dia sangat disesalkan oleh masyarakat sekitar.

“Iya kita sayangkan saja, kok bisa dibongkar padahal masjid ini sudah lama berdiri dan dibangun sejak era Ali Sadikin,” paparnya. Masyarakat dan mahasiswa yang ingin melaksanakan shalat, untuk sementara dipindahkan di dalam basement yang terletak tidak jauh dari lokasi pembongkaran masjid. Sebuah papan nama dari Pemprov DKI Dinas Pariwisata dan Kebudayaan terpasang tidak jauh dari lokasi, demikian seperti laporan Okezone. Papan yang bercat kuning itu bertuliskan Kegiatan Lanjutan Penataan PKJ Taman Ismail Marzuki.

Sebelumnya, Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta “Termasuk Ahok di dalamnya” juga pernah membongkar masjid, yaitu Masjid Baitul Arif yang dibongkar karena alasan pembangunan Rumah Susun (Rusun) Jatinegara. Masjid tersebut dibongkar oleh Jokowi-Ahok tanpa koordinasi dengan masyarakat sekitarnya. (sus/okezone/dakwatuna/hdn)

Jadi bertanya-tanya, masjid Jakarta mana lagi yang akan dibongkar dengan berbagai alasan? Namun anehnya, meskipun terkesan “gahar” saat berurusan dengan pembongkaran masjid, sikap Ahok menjadi sama sekali berbeda saat TEMPAT IBADAH AGAMANYA SENDIRI yang bermasalah...

LAHAN GEREJA IMMANUEL DIJUAL, AHOK SEBUT YANG JUAL GILA


JAKARTA (SALAM-ONLINE): Basuki T Purnama (Ahok) merasa geram atas dijualnya lahan gereja GPIB Immanuel seluas 2,1 hektar. Penjualan dilakukan oleh Majelis Sinode GIPB Immanuel kepada TNI AD. Padahal, menurut Ahok, gereja tersebut merupakan cagar budaya yang ditetapkan Pemprov DKI Jakarta.

“Persoalan muncul di saat majelis Sinode GIPB Immanuel menjual lahan seluas 2,1 hektar kepada TNI AD,” kata Basuki di Balaikota, Jumat (20/12), sebagaimana dikutip beritajakarta. Dikatakan Basuki, Majelis Sinode merupakan perwakilan gereja se-Indonesia yang menjalankan amanat berdasarkan keputusan bersama. Adapun lahan yang berada di belakang Gereja Immanuel telah dijual seharga Rp 3,7 juta per meter persegi dengan total sebesar Rp 78 miliar yang dibayarkan oleh PT Palace Hotel.

“Meskipun telah dijual, pihak TNI AD tetap tidak bisa membangun segala hal yang berbau komersial di lahan tersebut,” kata Basuki. Basuki mengaku tidak habis pikir mengapa Majelis Sinode bisa menjual lahan gereja tersebut. “Saya enggak tahu. Coba kamu tanya saja sama Sinode yang gila itu,” ungkapnya. Begitulah, reaksi Ahok jika menyangkut gereja. Berbeda halnya saat masjid dibongkar. (beritajakarta/salam-online)

Yah, tentu saja Ahok yang non-muslim menggunakan DOUBLE STANDARD… Siapa suruh dulu termakan pencitraan media dan memilih pemimpin non-muslim di wilayah mayoritas muslim?

5. Ingin Membangun Lagi Pusat Perzinahan


Ya, karena non-muslim, Ahok pun sepertinya tidak merasa perlu untuk menghormati ataupun menampung aspirasi orang Islam meskipun berjumlah mayoritas dan ingin kembali membangun lokasi perzinahan yang tadinya sudah ditutup Gubernur Sutiyoso dan diganti Islamic Center. Simak di bawah ini:

AHOK: PERLU LOKALISASI PELACURAN DAN INDONESIA BUKAN NEGARA AGAMA (PERSATUAN GEREJA INDONESIA MENDUKUNGNYA) [di tahun 2014]


JAKARTA (voa-islam.com) – Ratusan Muslimah di Pangandaran mendatangi lokasi pelacuran di daerah pantai itu. Ibu-ibu memasuki setiap pintu kamar pelacur, dan membawa para pelacur keluar dari kamar mereka, dan menyerahkan kepada polisi. Dinaikkan keatas truk. Mereka dibawah ke kantor polisi, dan selanjutnya di serahkan ke pembinaan panti sosial.

Ini reaksi Muslimah di Pangandaran yang resah terhadap praktek pelacuran di Pangandaran. Mereka sangat terganggu, dan takut terhadap masa depan anak-anak mereka, bukan hanya dengan penyakit HIV, tetapi kerusakan moral akan akan meluas, dan menghancurkan kehidupan masa depan mereka. Kesadaran Muslimah yang bersifat kolektif di daerah, terhadap ancaman riil bagi kehidupan mereka secara massal. Sangat penting. Praktek pelacuran sudah menyebar di mana-mana.

Betapa, jika setiap Muslimah memiliki kesadaran yang bersifat kolektif ini bersifat nosional, kemudian mereka membuat gerakan seperti Muslimah di Pangandaran, pasti kehidupan akan semakin baik. Muslimah di manapun tidak lagi perlu menunggu kebijakan pemerintah yang akan ber tindak terhadap praktek pelacuran. Karena tidak semua pemimpin daerah memiliki kesadaran yang sama akan bahayanya praktek pelacuran ini terhadap kehidupan. Banyak para pemimin daerah yang membiarkan praktek asusila, dan dijadikan objek pemasukan pendapatan daerah (PAD).

Apalagi pelacuran di era sekarang ini sudah menjadi industri. Ada perusahaan yang notabene usahanya dibidang penyedia pelacur. Dengan pelanggaan yang sangat luas. Memiliki sindikasi jaringan skala nasional dan internasional. Melibatkan pejabat, politisi, dan termasuk penegak hukum. Tidak heran, memberantas praktek pelacuran begitu sangat sulit. Tentu semua itu tergantung dari kemauan baik politik (political will). Jika ada kemauan politik yang baik dari elemen-elemen bangsa ini pasti akan dapat dihapus praktek pelacuran di Indonesia.

Pernah suatu program acara di stasiun Metro TV, Sabtu malam menjelang dini hari, yang melakukan wawancara dengan Wakil Gubernur DKI, Ahok dengan menggunakan baju koko, peci hitam dikepala, selendang dipundaknya, seperti Muslim Betawi, justru secara tegas ingin membuat kebijakan lokalisasi pelacuran di daerah kebayoran (di Jakarta).

Alasannya melakukan lokalisasi pelacur di sebuah komplek, sebagai langkah preventif menghindari menyebarnya penyakit menular seperti HIV, dan penyakit kotor lainnya. Dengan adanya kompleks lokalisasi pelacuran akan dapat dikontrol para pelacur yang melakukan praktek seks, sekaligus kesehatan mereka dari kemungkinan penyakit menular. Di Jakarta pernah ada kompleks pelacuran terbesar di kota ini, dan kemudian di tutup di zamannya Gubernur Sutiyoso, dan sekarang dijadikan Islamic Center, dan berbagai kegiaran dakwah berlangsung di bekas tempat kompleks pelacuran itu.

Ahok berulangkali praktek pelacuran sudah menyebar luas di Jakarta, dan ada di mana-mana. Mestinya, Ahok dengan kesadaran itu, berusaha menghilangkan praktek kotor yang pasti akan menghancurkan kehidupan manusia. Mestinya, Ahok tidak mentolelir segala bentuk dan praktek pelacuran yang ada. Menggunakan kekuasaan dan jabatannya meghapusnya dengan kewenangan yang dimilikinya.

Walikota Surabaya Sri Rismaharani memiliki tekad menutup kompleks Dolly, sebuah kompleks pelacuran terbesar di Asia Tenggara, dan sebalumnya menutup kompleks pelacuran yang ada di kota Surabaya, dan berhasil dilakukan itu bisa dilakukannya. Tetapi, mengapa Ahok, justru bersikap sebaliknya, dan kukuh dengan pendiriannya perlu lokalisasi kompleks pelacuran?

Tentu, bagi kaum Muslimin di Jakarta, dan dimanapun, “clossing statement” Ahok, selalu mengatakan bahwa Indonesia bukan negara “agama”, tetapi Indonesia negara “sekuler”, ini sungguh sangat menyakitkan bagi Muslimin. Soeharto yang menjadi dedengkot Orde Baru, sejak berkuasa sampai turun, tidak pernah keluar dari mulutnya, mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara “sekuler”. Ahok sudah berulangkali mengatakan, bahwa Indonesia negara “sekuler”, dan bukan negara “agama”, maksudnya bukan negara Islam, dan tidak berhak Muslim mempraktekkan Syariah Islam.

Apakah Ahok menginginkan di setiap sudut kota Jakarta dibangun kembali kompleks pelacuran? Apakah Ahok menginginkan legalisasi praktek-praktek pelacuran? Apakah Ahok menginginkan praktek pelacuran menjadi praktek bisnis, seperti bisnis yang lainnya, seperti sekarang yang berkembang di daerah Gajah Mada, Hayam Wuruk, dan Kota? Apakah Ahok menginginkan kota Jakarta seperti Macau, menjadi pusat judi dan pelacuran dunia? Hanya karena Indonesia menurut Ahok, bukan negara “agama”. Wallahu’alam. *mashadi.

Dan rupanya pemikirannya ini didukung oleh pemuka agamanya, padahal setahu penulis dalam agama tersebut, zina juga tidak boleh.

DUKUNGAN PERSATUAN GEREJA INDONESIA UNTUK AHOK DALAM MEMBANGUN KEMBALI LOKALISASI PERZINAHAN


JAKARTA, muslimdaily.net – Masalah prostitusi atau perzinahan kembali menyeruak di negeri ini disaat Basuki Cahaya Purnama atau biasa dipanggil Ahok menjadi wakil gubenur, berpendapat perlunya dibangunnya tempat khusus atau lokalisasi bagi perzinahan.

Setelah masalah dukungan ini mencuat, MUI dengan tegas menolaknya. Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan menegaskan sikap MUI menolak dengan tegas jika pemda DKI jadi membangun lokalisasi prostitusi atau perzinahan. Sebab, lokalisasi tidak akan menghilangkan permasalahan yang ada.

“Malah menambah masalah baru kan. Itu kan harus dipikirkan bersama. Penanganan masalah prostitusi harus komprehensif, harus banyak pihak,” ujarnya saat dihubungi detikcom, Selasa (23/12/2014).

Bukan tanpa alasan MUI menolak lokalisasi, Amirsyah menekankan, lokalisasi prostitusi hanya solusi yang bersifat sementara. Permasalahan-permasalahan baru akan bermunculan di lingkup prostitusi tersebut selain permasalahan prostitusi itu sendiri.

Namun berbeda dengan MUI, lokalisasi perzinahan yang digagas Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mendapat respons positif dari Persatuan Gereja Indonesia (PGI).

Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia Persatuan Gereja Indonesia Jeirry Sumampouw mengatakan jika bisa memilih, idealnya PGI berharap prostitusi dan lokalisasi bisa diberantas.

“Tapi ternyata kan tidak bisa dihilangkan, pengalaman setelah lokalisasi Kramat Tunggak itu ditutup, menurut saya (prostitusi) malah makin mengkhawatirkan dan liar,” kata Jeirry kepada detikcom, Selasa (24/12/2014).

“Kalau memang kita tidak bisa menghilangkan praktik prostitusi ini, saya setuju dengan Ahok, kita lokalisasi,” lanjutnya. “Ketimbang kita mau sok moralis tapi sesungguhnya juga tidak bisa menghentikannya.”

Jeirry berpendapat prostitusi tetap bisa berkembang, dan malah semakin menjadi-jadi karena banyak faktor. Mulai dari bisnis, manusia yang sulit menahan syahwat, serta sejumlah kemiskinan mendorong orang terjun ke pelacuran. “Kami lebih sepakat dengan cara pikir Ahok, bukan karena dia kristen. Saya kira banyak juga orang muslim yang punya pandangan seperti dia, melihat kemanfaatan kebijakan itu,” tutur Jeirry.

Lalu ada apa dengan pembongkaran Kalijodo?


FORUM KEADILAN.CO – Kawasan Kalijodo yang selama ini, dikenal sebagai lokalisasi dan sulit diberantas, di kawasan Jakarta Barat. karena itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bertekad segera menertibkannya dengan mengerahkan aparat TNI dan Polri. “Pembongkaran Kalijodo yang merupakan jalur hijau bukan rencana baru, tapi sudah sejak masa Gubernur DKI Sutiyoso ada rencana pembongkaran tapi belum bisa terlaksana,” tukas Ahok kepada pers.

Hal tersebut mendapat respons positif dari Front Pembela Islam (FPI) Jakarta. Sekjen Dewan Syuro DPD FPI Jakarta, Habib Novel Bamukmin, mendukung rencana Gubernur Basuki Tjahaja Purnama terkait pembongkaran Kalijodo. “Nah sekarang biar Ahok dulu yang bongkar. Tapi ingat, jangan sampai habis dibongkar dia malah tempat prostitusi lain yang lebih wah, seperti di apartemen Alexa di biarkan atau malah direstui keberadaannya”. Meski mendukung penertiban Kalijodo, pentolan FPI itu meminta warga Jakarta jangan mudah percaya dulu terhadap langkah-langkah kerja Gubernur, karena bisa jadi hal tersebut hanyalah pencitraan. Pasalnya, Pilkada DKI 2017 Ahok bakal mencalonkan diri sebagai gubernur lagi. ujar Habib.(12/02/2015)

”Jadi pembongkaran Kalijodo bukan semata karena memberantas kemaksiatan tapi karena alasan “kawasan jalur hijau”. Kalau kita berbicara masalah “jalur hijau”, kenapa bangunan elit yang ada di wilayah resapan air dibiarkan menjamur, serta bangunan mewah yang ada di pinggir pantai Jakarta dibiarkan merusak kawasan hijau reklamasi pantai, yang tentunya sangat merugikan bagi masyarakat nalayan Jakarta utara??? Aneh bukan kalau bukan karena “pencitraan”???

6. Kontroversial Ahok, yang disesalkan MUI dan Muslim Jakarta Terkait Hewan Qurban


Hidayatullah.com – Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (KF MUI), Prof.Dr.H. Hasanuddin AF, MA menyesalkan pernyataan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait pemotongan hewan Qurban yang menimbulkan kontroversi. Ia mengemukakan, penyembelihan hewan Qurban itu merupakan bagian dari ibadah dan syiar agama yang telah menjadi tradisi, dan harus dilindungi negara. Bukan malah diatur yang berkesan dilarang-larang.

Maka MUI sangat sesalkan Ahok, yang secara implisit melarang menyembelih hewan Qurban di luar RPH. Sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) DKI Jakarta, tentang pemotongan hewan Qurban, terutama di kalangan umat Muslim Jakarta berkenaan dengan Hari Idul Adha 1436 H menyebabkan reaksi pro-kontra di masyarakat.

Dalam Instruksi Gubernur Nomor 168 Tahun 2015 tentang Pengendalian, Penampungan, dan Pemotongan Hewan itu disebutkan bahwa untuk melakukan pemotongan hewan harus dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) pemerintah di RPH Ruminantia, Cakung dan Pulogadung, Jakarta Timur. Secara implisit di dalam Ingub itu berisi larangan penjualan serta pemotongan hewan Qurban di pinggir jalan, tak terkecuali pemotongan di sekolah-sekolah. Guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengutip ayat Al-Quran Surat Al-Hajj 36, Qurban itu berfungsi sebagai syi’ar.

“Selain itu juga sebagai edukasi, pendidikan bagi masyarakat. Menyembelih hewan Qurban di sekolah, misalnya. Itu juga dapat bermanfaat dan berfungsi sebagai upaya sekaligus sarana edukasi bagi para pelajar sekolah. Jadi bukan hanya dilihat hanya dari satu sisi secara picik, seperti aspek ketertiban dan keamanan, tapi dalam lingkup yang sempit,” tuturnya dikutip laman halalmui.org. Ia juga mengatakan, selama ini juga boleh dikata tidak ada masalah dengan ketertiban dan kesehatan masyarakat. Setelah acara usai, bisa langsung dibersihkan. Selama puluhan tahun menggelar ritual penyembelihan hewan Qurban yang bernilai ibadah ini, toh belum pernah ada laporan warga atau pelajar yang sakit karena darah hewan Qurban. (11/09/2015)

Namun Karena berbagai desakan dan kecaman dari tokoh dan masyarakat Muslim Jakarta akhirnya Ahok yang kurang paham tentang “toleransi” mencabut larangan tersebut.

Kesimpulan


Dari uraian di atas, bisa diketahui bahwa semua peminggiran nilai-nilai keislaman yang terjadi di “Jakarta Baru” adalah akibat dari tidak didengarkannya saran alim-ulama dan pengabaian ayat-ayat Al-Quran. Hanya demi menjadi manusia “modern” yang berkiblat pada media mainstream (yang kabarnya sudah dibayar buat pencitraan Ahok), sekarang umat Islam Jakarta sendiri yang kena getahnya saat sedikit demi sedikit mulai dibatasi ruang geraknya dan nilai-nilai keislaman mulai dikesampingkan dengan sejuta alasan berbelit-belit.

Kini pemerintah yang non-muslim terbukti secara nyata dan terang-terangan tidak lagi mengindahkan aspirasi maupun kebutuhan umat Islam, bahkan bersikap arogan terhadap kaum mayoritas di Jakarta tersebut. Dimana indahnya toleransi yang dulu sempat dipuja-puja itu?

Tapi sepertinya Ahok effect sudah mulai memudar. Mungkin masyarakat juga sudah tahu seperti apa dirinya yang sebenarnya. Sekarang pilihannya ada di tangan masyarakat yang modern ini. Kalau mengikuti arus media mainstream, jangan-jangan nanti umat Islam Indonesia akan bernasib sama seperti yang di Mesir yang kini sangat teraniaya meskipun secara demografi merupakan umat mayoritas di negeri tersebut.

Kalteng : Mayoritas Muslim Gubernurnya Kristen, Umat Islam Pun Diboikot

JAKARTA (voa-islam.com) – Sekjen Front Pembela Islam (FPI), KH. Ahmad Shabri Lubis, Lc meminta umat Islam melihat pengalaman pahit tentang realita kepemimpinan orang kafir di Kalimantan Tengah. Ia mengungkapkan pengalamannya, di mana Provinsi dengan mayoritas Muslim tersebut kini dipimpin oleh gubernur Kristen, Teras Narang. Dampaknya, menurut Kyai Shabri Lubis, para pejabat Muslim hampir seluruhnya diganti dan bantuan untuk masjid, madrasah dan majelis ta’lim dipersulit.

“Mayoritas Kalimantan Tengah orang Islam, lalu begitu Pemilukada di Kalimantan Tengah kemudian umat Islam berpecah belah, lalu ada satu dari non Islam, Teras Narang yang naik jadi Gubernur. Begitu Teras Narang jadi Gubernur, kita lihat apa yang terjadi? Mulailah pejabat-pejabat Muslim hampir 90 % diganti dengan pejabat-pejabat non Islam. Bukan cuma itu, dampaknya; bantuan masjid, bantuan madrasah, bantuan majelis ta’lim mulai dipersulit,” tuturnya kepada voa-islam.com, Selasa (7/8/2012).

Lebih jauh jauh lagi, ia mengungkapkan bahwa saat ini Provinsi Kalteng tengah menjadi pusat kristenisasi.

“Pembangunan gereja-gereja setiap 1 Km itu gereja-gereja mentereng luar biasa. Akhirnya, lama-kelamaan di sana jadi pusat kristenisasi, jadi Kalimantan Tengah itu jadi pusat kristenisasi se-Kalimantan. Dari situ guru-guru Muslim di kampung-kampung Muslim diganti dengan guru-guru Kristen tapi untuk ngajarin orang-orang Islam, itu yang terjadi. Saya tahu ini dari orang-orang Dayak Muslim yang memang mereka itu terdhalimi,” ungkapnya.

Bahkan, puncaknya adalah saat terjadi insiden percobaan pembunuhan terhadap para tokoh FPI yang hendak berdakwah ke Kalteng bulan Februari 2012 lalu.

“Kemudian setelah program kristenisasi berjalan otomatis media massa membela mereka, sampai akhirnya bisa menggalang kekuatan untuk pencekalan, pemboikotan terhadap FPI dan umat Islam. Nah, ini menjadi catatan ketika Kalimantan Tengah itu naik (Gubernur non-muslim, red) lalu dimanfaatkan oleh agama tertentu untuk sikat umat Islam,” tegasnya.

Oleh sebab itu, menurut ustadz Shabri -sapaan akrabnya- umat Islam di mana saja wajib mewaspadai orang-orang non-muslim yang mencoba menjadi penguasa lantaran dampaknya yang begitu nyata merugikan umat Islam.

“Jadi bagaimana kita tidak curiga? Nanti begitu jadi ngemplang umat Islam, ngangkat orang non-muslim. Tapi kalau umat Islam memimpin tidak begitu, semua dianggap sama, sama-sama warga negara, sama-sama orang yang berhak.

Urusan ini bukan sekedar urusan simpatik, tebar senyum sana-sini. Tapi itu akan membawa dampak di belakang yang itu tidak bisa dipungkiri dan itu sudah kejadian di mana-mana,” tandasnya. [Ahmed Widad]

TOLERANKAH PEMIMPIN NON-MUSLIM DI INDONESIA?


Meskipun kerap kali memakai atribut muslim seperti sarung dan peci, faktanya kebanyakan non-muslim yang memiliki kekuasaan atas muslim di Indonesia (baik dalam pemerintahan, korporasi, pendidikan, dll) jarang sekali ada yang meluluskan aspirasi muslim, bahkan di wilayah mayoritas muslim! Jangankan meluluskan aspirasi umat Islam, menghormati nilai-nilai keislaman saja kadang tidak. Lihat saja ini :

Diskriminasi Terhadap Islam : Fakta Tirani Minoritas Terhadap Mayoritas

Menurut laporan yang disampaikan Pew Forum on Religion and Public Life setelah melakukan survei selama tiga tahun dari 232 negara, Indonesia merupakan negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Nyaris 57% muslim berdomisili di Indonesia. Jika dinumerikkan, maka angkanya mencapai 202 juta jiwa atau sekitar 88.2% dari total penduduk Indonesia.

Namun dominasi secara kuantitas ternyata tak membuat muslim bisa secara leluasa melaksanakan ajaran agamanya. Beberapa intimidasi, pemaksaan kehendak, larangan menjalankan ibadah telah menimbulkan insecurity feeling yang membuat muslim menjadi mayoritas yang tertindas. Mari tengok fakta yang dikuak oleh tim Tabloid Media Ummat saat menelisik secara langsung intimidasi sekaligus pendangkalan aqidah yang dilakukan oleh segenap jajaran SMK GRAFIKA DESA PUTERA yang terletak di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Ternyata sejak Tahun 1970 mata pelajaran agama yang diberikan adalah aqidah non-muslim, tak peduli apapun agamanya, yang jelas setiap siswa wajib mengikuti pelajaran ini, termasuk ujian praktik dan ujian tulis bahkan acara doa bersama tiap pagi yang dilaksanakan dalam tata cara non-muslim. Padahal menurut pengakuan 2 orang siswa muslim di SMK ini, Ade Rahmat dan Puguh, dari total 315 siswa hanya 95 orang yang beragama non-muslim, sementara 220 lainnya adalah muslim. Saat Puguh dan kawan lainnya sesama muslim meminta waktu lain pada pihak sekolah untuk disediakan waktu belajar agama islam, sekolah menolak dengan tegas. Kepala SMK Grafika, Mateus Sumadiyono berkelit ketika diwawancarai mengenai tindak diskriminasi dan pemaksaan sistematik ada di sekolahnya.

Tidak berhenti di sini, tumpukan fakta diskriminasi dan intimidasi mayoritas muslim oleh minoritas banyak ditemui di Indonesia. Di Cirebon misalnya, Geeta School melarang siswinya mengenakan kerudung, padahal sekolah tersebut adalah sekolah umum. Bahkan ketika ada seorang siswi yang bersikeras memakai kerudung, pihak sekolah memisahkan dan mengisolirnya seorang diri di ruang BK selama 13 hari (6-18 Januari 2012). Warsono, Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia juga menegaskan bahwa sebuah perusahaan besi baja di Surabaya sama sekali tidak memberi kesempatan bagi buruh yang beragama islam untuk melaksanakan ibadah shalat Jum’at.

Diskriminasi yang dilakukan kalangan minoritas terhadap umat islam juga mencakup pembangunan rumah ibadah. Di Bitung misalnya, muslim yang berjumlah 40% selalu dipersulit oleh pihak non-muslim ketika akan membangun masjid. Saat 2 buah masjid berhasil dibangunpun, ancaman teror senantiasa didapatkan oleh muslim Bitung dari lascar-laskar non-muslim. Di Kecamatan Alak, Kupang NTT, pembangunan masjid Nur Musafir yang sudah mendapat izin resmi Walikota Kupang, Daniel Adoe, dihalangi oleh pihak non-muslim.

Dan yang terjadi baru-baru ini yang masih melekat dalam ingatan kita semua; pembakaran masjid di tanah Tolikara Papua, para pembakarnya diundang makan ke Istana presiden dan hukumanpun pagi pravokatornya hanya dua bulan, sedang muslim Aceh yang merasan ketidak-puasan atas tindakan yang terjadi di Papua membalasnya dengan pembakaran gereja, dan merekapun mendapatkan ganjaran dengan hukuman lima tahun penjara, beginilah kalau punya pemimpin yang pemikirannya tidak islami (tidak memihak kepada warga mayoritas muslim)

Sekelumit fakta di atas adalah contoh yang berhasil diungkap. Tentunya fenomena ini mirip gunung es, karena fakta yang berusaha ditutupi atau belum terendus media pasti jauh lebih banyak jumlahnya.

Sama seperti kasus pembantaian muslim di Ambon dan palu, anehnya LSM sekuler maupun kaum liberal dan pluralis yang bisanya berada di garis terdepan untuk mencaci tindak diskriminasi atas nama SARA sama sekali tidak terdengar kicauannya. Tentu saja ini terjadi karena penolakan diskriminasi yang kerap mereka lakukan hanya berlaku bagi penyokong mereka (misionaris, pihak asing, dan pihak lain yang berkepentingan), sementara bila Islam yang ditindas, aksi penolakan itu tidak berlaku.

Sungguh UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM maupun UU nomor 40 Tahun 2008 tentang penghapusan SARA tidak akan mampu melindungi muslim dan penjaminan atas mereka dalam melaksanakan ibadah. Negara yang menerapkan demokrasi liberal sebagai asas kebijakannya akan bersikap ‘mencla-mencle’ dan sama sekali tidak tegas dalam menangami kasus diskriminasi macam ini. Karena akan bertabrakan dengan esensi hak Asasi Manusia yang diagung-agungkan. [Eresia Nindia W.]

Enam Sekolah di Blitar Tolak Beri Pelajaran Agama Islam


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut ada enam sekolah dari dasar sampai atas di Blitar yang menolak memberikan pelajaran agama Islam bagi siswa-siswi Muslim.

Komisioner Bidang Agama dan Budaya KPAI, Asrorun Niam Sholeh menyebut enam sekolah tersebut adalah SMAK Diponegoro, STM Katolik, TK Santa Maria, SD Katolik Santa Maria dan SD/SMP Yos Sudarso.

“Mereka melanggar konstitusi. Hak mendapat pelajaran agama adalah hak dasar yang tidak bisa direnggut, sekalipun sekolah memiliki afiliasi terhadap agama tertentu,” ujar Asrorun dalam siaran persnya kepada Republika, Ahad (19/1).

Penolakan SMAK Diponegoro Blitar dan beberapa sekolah lain untuk memberikan hak pendidikan agama Islam bagi siswa siswa yang beragama Islam menurut Asrorun sangat disayangkan. KPAI meminta pemerintah memberikan sanksi tegas kepada sekolah yang dimaksud.

Asrorun menambahkan jika memang tidak mau menyediakan pendidik yang seagama dengan peserta didik, maka jangan menerima peserta didik yang berbeda agama. “Ini semata-mata untuk memenuhi dan menjamin hak dasar anak.”

Mewaspadai Fenomena ‘Kondomisasi’ Menkes Nafsiah Mboi


SHOUTUSSALAM.COM – Masyarakat Indonesia nampak begitu resah dengan kebijakan ‘Kondomisasi’ yang dilakukan oleh Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi. Kontroversi muncul sejak awal Presiden SBY memilih Nafsiah Mboi yang menggantikan Endang Rahayu Sedyaningsih karena meninggal karena penyakit kanker pada tanggal 2 Mei 2012.

Sepintas sosok Menteri Kesehatan, wanita dengan nama lengkap dr. Andi Nafsiah Walinono Mboi, SpA, M.P.H. ini lahir di Sengkang, Sulawesi Selatan, 14 Juli 1940. Alumni jurusan spesialisasi anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini merupakan putri sulung dari pasangan Andi Walinono dan Rahmatiah Sonda Daeng Badji.

Ayah Nafsiah adalah hakim yang pernah bertugas di Makassar, Surabaya, Jayapura, dan Jakarta serta merupakan tokoh masyarakat dan intelektual di Sulawesi Selatan. Dari keluarganya, jelas Nafsiah awalnya terlahir dari keluarga Muslim. Namun, ternyata ia mengikuti keyakinan sang suami, mantan Gubernur NTT, dr. Aloysius Benedictus Mboi, M.P.H. yang beragama Katolik.

Kembali soal kebijakan kondom, sejak tahun 2006, sebelum diangkat menjadi Menteri Kesehatan Nafsiah memang dipercaya menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional dan wakil ketua Komisi Nasional (Komnas) perempuan. Maka tak heran saat Menjabat sebagai Menkes, Nafsiah Mboi melakukan gebrakan pertama yaitu menggalakkan penanggulangan HIV/AIDS. Namun parahnya, aksi penanggulangan HIV/AIDS tersebut dengan kampanye penggunaan kondom. Hingga tahun ini, ia tetap kukuh meningkatkan kampanye penggunaan kondom kepada masyarakat, untuk mencegah kehamilan beresiko guna memerangi HIV/AIDS.

Kontan, gebrakan ‘Kondomisasi’ Nafsiah Mboi itu mendapatkan reaksi keras masyarakat, khususnya tokoh-tokoh Islam. Ironisnya, seolah mengabaikan penolakan masyarakat atas kebijakan ‘Kondomisasi’ Nafsiah Mboi kembali gencar menggelar Pekan Kondom Nasional (PKN) yang dimulai pada tanggal 1 Desember 2013, bertepatan dengan hari AIDS sedunia, dan berakhir pada 7 Desember 2013.

Gerakan ‘kondomisasi’ ini pada dasarnya kental dengan kepentingan kapitalis. Hal ini terungkap ketika Komisi Penanggulangan Aids Nasional (KPAN) yang menggandeng DKT-Indonesia, organisasi penyedia layanan kontrasepsi dan KB swasta yang berbasis di Washington D.C Amerika Serikat, dimana dua produk mereka yakni kondom Fiesta dan Sutra merupakan produk terlaris di Indonesia.

“Untuk tahun 2013 ini saja, sudah dicapai angka pemasaran sosial sebanyak 150 juta kondom di seluruh Indonesia. Angka ini kami persembahkan bagi Indonesia. Dan kami berharap ke depan akan jauh lebih baik lagi,” ungkap Todd Callahan, Country Director DKT Indonesia, Jum’at (15/11/2013).

Sementara itu, Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Ustadz Bachtiar Nasir yang juga Ketua Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia, dengan tegas menolak kampanye kondom tersebut.

“Menolak segala bentuk upaya penanggulangan AIDS melalui sosialisasi penggunaan kondom kepada pelajar, mahasiswa, serta masyarakat umum karena hal tersebut akan memicu perilaku seks bebas yang kontraproduktif,”demikian rilis AILA yang dipublish pada 29 November 2013 lalu.

Diduga dalam gerakan ‘kondomisasi’ itu terselip pesan tersembunyi, “Bolehlah Anda melakukan hubungan seks bebas dengan siapa saja, asal memakai kondom.” Hal inilah yang membuat rakat Indonesia geram dan menolak Pekan Kondom Nasional (PKN) yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan. Bahkan tersiar kabar melalui Broadcast BlackBerry Messenger (BBM) penolakan dari staf Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait kebijakan Kemenkes yang menggelar Pekan Kondom Nasional.

“Kami staf Kemenkes tidak setuju dengan kebijakan kemenkes dengan pekan kondom nasional. Saya sangat malu punya Menteri kesehatan yang Pro Terhadap Seks Bebas. Visi Utamanya mengkondomisasi Indonesia. Anda bisa bayangkan Mahasiswa atau anak muda yang Nikah muda justru di Hujat bahkan BKKBN mengkampanyekan Gerakan KB dan anti nikah muda wanita min 21 dan pria 25 thn. Sedangkan bus kondom kini sudah masuk ke kampus UGM mereka hendak membagikan kondom gratis dan mensosialisasikan kondom dan parahnya lagi ini semua dibiayai negara. Bukan itu cara untuk mengurangi HIV tapi dengan Pembinaan moral untuk membentuk generasi yang mulia.” Demikian isi pesan tersebut.

Miss World Tetap Jalan, Hary Tanoe Tak Khawatir Ditolak Masyarakat dan FPI


Hidayatullah.com – Bos Media Nusantara Citra (MNC) Group Hary Tanoesoedibjo (HT) mengaku tidak khawatir dengan berbagai penolakan terhadap kontes Miss World di Bali. Alasannya, karena tidak akan menampilkan sesi peragaan bikini.Karenanya, calon Wakil Presiden dari Partai Hanura itu menghimbau semua pihak tidak perlu khawatir dengan adanya penolakan ajang ratu kecantikan dari sejumlah Ormas Islam

“Kontes Miss World tidak akan ada event yang berpakaian bikini. Sayapun tidak akan terima jika ada peragaan bikini dalam Miss World,” kata Hary Tanoe di Nusa Dua, Bali, Rabu (04/09/2013) petang sebagaimana dikutip sebuah media online beritabali.com dan inilah.com.

Menurut HT sapaan lain Hary Tanoe itu, penolakan dari sejumlah Ormas Islam seperti FPI mungkin disebabkan kesalahan kurang terkomunikasikannya dengan baik kontes kencantikan yang dihadiri 136 negara tersebut.

“Hal itu juga diperparah oleh adanya tanggapan dari pihak yang tidak mengerti permasalahannya dan kemudian berkembang luas pemberitaannya sehingga masyarakat yang tidak paham menjadi terprovokasi,” tegasnya.

Lebih jauh, HT memaparkan bahwa pakaian yang akan dikenakan para kontestan Miss Word berasal dari desainer Indonesia seperti batik dan selaku penyelenggara, ia merasa tidak khawatir dengan berbagai penolakan kontes Miss World.

“Kuncinya adalah mengembalikan segala sesuatunya ke informasi yg benar. Kalau ini bisa dijelaskan, kita tidak perlu khawatir karena tujuannya sangat baik yakni lebih untuk kepentingan bangsa dan negara,” ungkapnya.

Berkelit


Hari Rabu, 11 Ormas yang tergabung dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI), termasuk PBNU tetap menolak penyelengaraan Miss World meski tanpa pameran bikini.

Sebelumnya, saat perwakilan Forum Umat Islam (FUI) menemui bos Media Nusantara Citra (MNC) itu untuk meminta acara Miss World 2013 dibatalkan, HT malah tak mengakui Miss World.

“Miss World bukan dari saya. Tapi dari MNC, cuma saya direktur utamanya,” ujar HT seperti ditirukan Sekjen FUI Muhammad Al-Khaththath usai menemuinya.


Dari ulasan di atas, bisa dilihat bahwa pemimpin non-muslim walaupun berada di wilayah mayoritas muslim tidaklah setoleran yang kalian duga, bahkan di level jabatan yang rendah sekalipun. Dan juga setelah kita baca fakta kejadian yang jelas di atas kita semua selaku Muslim semakin tahu bahwa memiliki pemimpin yang tidak seiman lebih banyak mudhorot/kejelekannya. Akhirnya penulis hanya bisa berdoa semoga Allah akan memberikan petunjuk dan hidayah bagi umat-Nya di Indonesia. Semoga pula selanjutnya muslim Indonesia bisa lebih cerdas dalam menentukan pemimpin. Aamiin…

Sumber Referensi:


Voa Islam


Suara Muslim Indonesia


Nessia Princess


Republika online


Shoutussalam


Hidayatullah online

. . . . . . . . .





Back to The Title

Tidak ada komentar:

Posting Komentar