حيات الدنيا حيات قليلة فلا تلغ حياة أبدية

Minggu, 24 Februari 2013

QUNUT SUBUH ???

PENDAPAT YANG PERTAMA 
Sunnahnya Membaca Qunut Subuh

A. Hukum Membaca Qunut Subuh

Di dalam madzab syafii sudah disepakati bahwa membaca doa qunut dalam shalat subuh pada I’tidal rekaat kedua adalah sunnah ab’ad. Sunnah Ab’ad artinya diberi pahala bagi yang mengerjakannya dan bagi yang lupa mengerjakannya disunnahkan menambalnya dengan sujud  syahwi.
Tersebut dalam Al majmu’ syarah muhazzab jilid III/504 sebagai berikut :

“Dalam madzab syafei disunnatkan qunut pada waktu shalat subuh baik ketika turun bencana atau tidak. Dengan hukum inilah berpegang mayoritas ulama salaf dan orang-orang yang sesudah mereka. Dan diantara yang berpendapat demikian adalah Abu Bakar as-shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin affan, Ali bin abi thalib, Ibnu abbas, Barra’ bin Azib – semoga Allah meridhoi mereka semua. Ini diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad yang shahih. Banyak pula orang tabi’in dan yang sesudah mereka berpendapat demikian. Inilah madzabnya Ibnu Abi Laila, Hasan bin Shalih, Malik dan Daud.”

Dalam kitab al-umm jilid I/205 disebutkan bahwa Imam syafei berkata :
“Tidak ada qunut pada shalat lima waktu selain shalat subuh. Kecuali jika terjadi bencana, maka boleh qunut pada semua shalat jika imam menyukai”.
Imam Jalaluddin al-Mahalli berkata dalam kitab Al-Mahalli jilid I/157 :
“Disunnahkan qunut pada I’tidal rekaat kedua dari shalat subuh dan dia adalah “Allahummahdinii fiman hadait….hingga akhirnya”.
Demikian keputusan hokum tentang qunut subuh dalam madzab syafii.
B. Dalil-Dalil Kesunattan qunut subuh
Berikut ini dikemukakan dalil dalil tentang kesunnatan qunut subuh yang diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Hadits dari Anas ra.
“Bahwa Nabi saw. pernah qunut selama satu bulan sambil mendoakan kecelakaan atas mereka kemudian Nabi meninggalkannya.Adapun pada shalat subuh, maka Nabi melakukan qunut hingga beliau meninggal dunia”

Hadits ini diriwayatkan oleh sekelompok huffadz dan mereka juga ikut meriwayatkannya dan mereka juga ikut menshahihkannya. Diantara ulama yang mengakui keshahihan hadis ini adalah Hafidz Abu Abdillah Muhammad ali al-balkhi dan Al-Hakim Abu Abdillah pada beberapa tempat di kitabnya serta imam Baihaqi. Hadits ini juga turut di riwayatkan oleh Darulquthni dari beberapa jalan dengan sanad-sanad yang shahih.

حدثنا عمرو بن علي الباهلي ، قال : حدثنا خالد بن يزيد ، قال : حدثنا أبو جعفر الرازي ، عن الربيع ، قال : سئل أنس عن قنوت (1) النبي صلى الله عليه وسلم : « أنه قنت شهرا » ، فقال : ما زال النبي صلى الله عليه وسلم يقنت حتى مات قالوا : فالقنوت في صلاة الصبح لم يزل من عمل النبي صلى الله عليه وسلم حتى فارق الدنيا ، قالوا : والذي روي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قنت شهرا ثم تركه ، إنما كان قنوته على من روي عنه أنه دعا عليه من قتلة أصحاب بئر معونة ، من رعل وذكوان وعصية وأشباههم ، فإنه قنت يدعو عليهم في كل صلاة ، ثم ترك القنوت عليهم ، فأما في الفجر ، فإنه لم يتركه حتى فارق الدنيا ، كما روى أنس بن مالك عنه صلى الله عليه وسلم في ذلك وقال آخرونلا قنوت في شيء من الصلوات المكتوبات ، وإنما القنوت في الوتر

Dikatakan oleh Umar bin Ali Al Bahiliy, dikatakan oleh Khalid bin Yazid, dikatakan Jakfar Arraziy, dari Arrabi’ berkata : Anas ra ditanya tentang Qunut Nabi saw bahwa apakah betul beliau saw berqunut sebulan, maka berkata Anas ra : beliau saw selalu terus berqunut hingga wafat, lalu mereka mengatakan maka Qunut Nabi saw pada shalat subuh selalu berkesinambungan hingga beliau saw wafat, dan mereka yg meriwayatkan bahwa Qunut Nabi saw hanya sebulan kemudian berhenti maka yg dimaksud adalah Qunut setiap shalat untuk mendoakan kehancuran atas musuh musuh, lalu (setelah sebulan) beliau saw berhenti, namun Qunut di shalat subuh terus berjalan hingga beliau saw wafat. (Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 2 hal 211 Bab Raf’ul yadayn filqunut, Sunan Imam Baihaqi ALkubra Juz 3 hal 41, Fathul Baari Imam Ibn Rajab Kitabusshalat Juz 7 hal 178 dan hal 201, Syarh Nawawi Ala shahih Muslim Bab Dzikr Nida Juz 3 hal 324, dan banyak lagi).
2. Hadits dari Awam Bin Hamzah dimana beliau berkata :
“Aku bertanya kepada Utsman –semoga Allah meridhoinya-  tentang qunut pada Subuh. Beliau berkata : Qunut itu sesudah ruku. Aku bertanya :” Fatwa siapa?”, Beliau menjawab : “Fatwa Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu ‘anhum”.
Hadits ini riwayat imam Baihaqi dan beliau berkata : “Isnadnya Hasan”. Dan Baihaqi juga meriwayatkan hadits ini dari Umar Ra. Dari beberapa jalan.
3.  Hadits  dari Abdullah bin Ma’qil at-Tabi’i
“Ali Ra. Qunut pada shalat subuh”.
Diriwayatkan oleh Baihaqi dan beliau berkata : “Hadits tentang Ali Ra. Ini shahih lagi masyhur.
4. Hadits dari Barra’ Ra. :
“Bahwa Rasulullah Saw. melakukan qunut pada shalat subuh dan maghrib”. (HR. Muslim).
5.   Hadits dari Barra’ Ra. :
“Bahwa Rasulullah Saw. melakukan qunut pada shalat subuh”. (HR. Muslim).
Hadits no. 4  diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dengan tanpa penyebutan shalat maghrib. Imam Nawawi dalam Majmu’ II/505 mengatakan : “Tidaklah mengapa meninggalkan qunut pada shalat maghrib karena qunut bukanlah sesuatu yang wajib atau karena ijma ulama menunjukan bahwa qunut pada shalat maghrib sudah mansukh hukumnya”.
6.  Hadits dari Abi rofi’
“Umar melakukan qunut pada shalat subuh sesudah ruku’ dan mengangkat kedua tangannya  serta membaca doa dengn bersuara”. (HR Baihaqi dan ia mengatakan hadis ini shahih).
7.  Hadits dari ibnu sirin, beliau berkata :
  1. “Aku berkata kepada anas : Apakah Rasulullah SAW. melakukan qunut pada waktu subuh? Anas menjawab : Ya, begitu selesai ruku”. (HR. Bukhary Muslim).
8.  Hadits dari Abu hurairah ra. Beliau berkata :
“Rasulullah Saw. jika beliau mengangkat kepalanya dari ruku pada rekaat kedua shalat subuh beliau mengangkat kedua tangannya lalu berdoa : “Allahummah dini fii man hadait ….dan seterusnya”. (HR. Hakim dan dia menshahihkannya).
9.   Hadits dari  Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra. Beliau berkata :
“Aku diajari oleh rasulullah Saw. beberapa kalimat yang aku ucapkan pada witir yakni :  Allahummah dini fii man hadait ….dan seterusnya” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan selain mereka dengan isnad yang shahih)
10.  Hadits  dari Ibnu Ali bin  Thalib ra. (Berkaitan dengan hadist no. 8)
Imam Baihaqi meriwayatkan dari Muhammad bin Hanafiah dan beliau adalah Ibnu Ali bin  Thalib ra. Beliau berkata :
“Sesungguhnya doa ini adalah yang dipakai oleh bapakku pada waktu qunut diwaktu shalat subuh” (Al-baihaqi II/209).
11.  Hadist doa qunut subuh dari Ibnu Abbas ra. :
Tentang doa qunut subuh ini, Imam baihaqi juga meriwayatkan dari beberapa jalan yakni ibnu abbas dan selainnya:
“Bahwasanya Nabi Saw. mengajarkan doa ini (Allahummah dini fii man hadait ….dan seterusnya) kepada para shahabat agar mereka berdoa dengannya pada waktu qunut di shalat subuh” (Al-baihaqi II/209).
Demikianlah Beberapa Dalil yang dipakai para ulama-ulama shlusunnah dari madzab syafiiyah berkaitan dengan fatwa mereka tentang qunut subuh.
Dari sini dapat dilihat keshahihan hadis-hadisnya karena dishahihkan oleh Imam-imam hadits ahlusunnah yang terpercaya. Hati-hati dengan orang-orang khalaf akhir zaman yang lemah hafalan hadisnya tetapi mengaku ahli hadis dan banyak mengacaukan hadis-hadis seperti mendoifkan hadis shahih  dan sebaliknya.
C. Tempat Qunut Subuh dan nazilah adalah Sesudah ruku rekaat terakhir.
Tersebut dalam Al-majmu Jilid III/506 bahwa : “Tempat qunut itu adalah sesudah mengangkat kepala dari ruku. Ini adalah ucapan Abu Bakar as-shidiq, Umar bin Khattab dan Utsman serta Ali ra.hum.
Mengenai Dalil-dalil qunut sesudah ruku :
  1. Hadits dari Abu Hurairah :
“Bahwa Nabi Qunut sesungguhnya sesudah ruku” (HR. Bukhary muslim).
2.  Hadits dari ibnu sirin, beliau berkata :
“Aku berkata kepada anas : Apakah Rasulullah SAW. melakukan qunut pada waktu subuh? Anas menjawab : Ya, begitu selesai ruku”. (HR. Bukhary Muslim).
3.   Hadis dari Anas Ra.
“Bahwa Nabi Saw. melakukan qunut selama satu bulan sesudah ruku pada subuh sambil mendoakan kecelakaan keatas bani ‘ushayyah” (HR. Bukhary Muslim).
4. Hadits Dari Awam Bin hamzah dan Rofi yang sudah disebutkan pada dalil 4 dan 5 tentang kesunnatan qunut subuh.
5.  Riwayat Dari Ashim al-ahwal dari Anas Ra. :
“Bahwa Anas Ra. Berfatwa tentang qunut sesudah ruku”.
6.  Hadits dari Abu hurairah ra. Beliau berkata :
“Rasulullah Saw. jika beliau mengangkat kepalanya dari ruku pada rekaat kedua shalat subuh beliau mengangkat kedua tangannya lalu berdoa : “Allahummah dini fii man hadait ….dan seterusnya”. (HR. Hakim dan dia menshahihkannya).
7.  Hadits Riwayat dari Salim dari Ibnu umar ra.
“Bahwasanya ibnu umar mendengar rasulullah SAW apabila beliau mengangkat kepalanya dari ruku pada rekaat terakhir shalat subuh, beliau berkata : “Ya Allah laknatlah sifulan dan si fulan”, sesudah beliau menucapkan sami’allahu liman hamidah. Maka Allah menurunkan Ayat: “Tidak ada bagimu sesuatu pun urusan mereka itu atau dari pemberian taubat terhadap mereka karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang dzalim “ (HR Bukhary).
Terlihat jelas Bahwa pada qunut nazilah maupun qunut subuh, dilakukan setalah ruku. Adapun ada riwayat yang menyatakan sebelum ruku, Imam Baihaqi mengatkan dalam kita Al-majmu :
“Dan orang-orang yang meriwayatkan qunut sesudah ruku lebih banyak dan lebih kuat menghafal hadis, maka dialah yang lebih utama dan inilah jalanya para khalifah yang memperoleh petunjuk – radhiyallahu ‘anhum- pada sebagian besar riwayat mereka, wallahu a’lam”.
D. Jawaban untuk orang-orang yang membantah sunnahnya qunut subuh
  1. Ada yang mendatangkan Hadits bahwa  Ummu salamah  berkata :
“Bahwa Nabi Saw. melarang qunut pada waktu subuh “ (Hadis ini Dhoif).
Jawaban : Hadist ini dhaif karena periwayatan dari Muhammad bin ya’la dari Anbasah bin Abdurahman dari Abdullah bin Nafi’ dari bapaknya dari ummu salamah. Berkata darulqutni :”Ketiga-tiga orang itu adalah lemah dan tidak benar jika Nafi’ mendengar hadis itu dari ummu salamah”. Tersebut dalam mizanul I’tidal “Muhammad bin Ya’la’ diperkatakan oleh Imam Bukhary bahwa ia banyak menhilangkan hadis. Abu hatim mengatakan ianya matruk” (Mizanul I’tidal IV/70).
Anbasah bin Abdurrahman menurut Imam Baihaqi hadisnya matruk. Sedangkan Abdullah adalah orang banyak meriwayatkan hadis mungkar. (Mizanul I’tidal II/422).
2.   Ada yang mengajukan Hadis bahwa  Ibnu Abbas ra.  Berkata :
“Qunut pada shalat subuh adalah Bid’ah”
Jawaban : Hadis ini dhaif sekali (daoif jiddan) karena imam Baihaqi meriwayatkannya dari Abu Laila al-kufi dan beliau sendiri mengatakan bahwa hadis ini tidak shahih karena Abu Laila itu adalah matruk (Orang yang ditinggalkan haditsnya). Terlebih lagi pada hadits yang lain Ibnu abbas sendiri mengatakan :
“Bahwasanya Ibnu abbas melakukan qunut subuh”.
3.   Ada juga yang mengetangahkan riwayat Ibnu mas’ud yang mengatakan :
“Rasulullah tidak pernah qunut didalam shalat apapun”.
Jawaban : Riwayat ini menurut Imam Nawawi dalam Al majmu sangatlah dhoif karena perawinya terdapat Muhammad bin Jabir as-suhaili yang ucapannya selalu ditinggalkan oleh ahli hadis. Tersebut dalam mizanul I’tidal karangan az-zahaby bahwa Muhammad bin jabir as-suahaimi adalah orang yang dhoif menurut perkataan Ibnu Mu’in dan Imam Nasa’i. Imam Bukhary mengatakan:  “ia tidak kuat”. Imam Ibnu Hatim mengatakan : “Ia dalam waktu akhirnya menjadi pelupa dan kitabnya telah hilang”. (Mizanul I’tidal III/492).
Dan juga kita dapat menjawab dengan jawaban terdahulu bahwa orang yang mengatakan “ada” lebih didahulukan daripada yang mengatakan “tidak ada” berdasarkan kaidah “Al-mutsbit muqaddam alan naafi”.
4.  Ada orang yg berpendapat bahawa Nabi Muhammad saw melakukan qunut satu bulan shj berdasarkan hadith Anas ra, maksudnya:
“Bahawasanya Nabi saw melakukan qunut selama satu bulan sesudah rukuk sambil mendoakan kecelakaan ke atas beberapa puak Arab kemudian baginda meninggalkannya.” Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Jawaban : Hadith daripada Anas tersebut kita akui sebagi hadith yg sahih kerana terdapat dlm kitab Bukhari dan Muslim. Akan tetapi yg menjadi permasalahan sekarang adalah kata:(thumma tarakahu= Kemudian Nabi meninggalkannya).
Apakah yg ditinggalkan oleh Nabi itu?
Meninggalkan qunutkah? Atau meninggalkan berdoa yg mengandungi kecelakaan ke atas puak-puak Arab?
Untuk menjawab permasalahan ini lah kita perhatikan baik2 penjelasan Imam Nawawi dlm Al-Majmu’jil.3,hlm.505 maksudnya:
“Adapun jawapan terhadap hadith Anas dan Abi Hurairah r.a dlm ucapannya dengan (thumma tarakahu) maka maksudnya adalah meninggalkan doa kecelakaan ke atas orang2 kafir itu dan meninggalkan laknat terhadap mereka shj. Bukan meninggalkan seluruh qunut atau meninggalkan qunut pada selain subuh. Pentafsiran spt ini mesti dilakukan kerana hadith Anas di dlm ucapannya ’sentiasa Nabi qunut di dlm solat subuh sehingga beliau meninggal dunia’
adalah sahih lagi jelas maka wajiblah menggabungkan di antara kedua-duanya.”
Imam Baihaqi meriwayatkan dan Abdur Rahman bin Madiyyil, bahawasanya beliau berkata, maksudnya:
“Hanyalah yg ditinggalkan oleh Nabi itu adalah melaknat.”
Tambahan lagi pentafsiran spt ini dijelaskan oleh riwayat Abu Hurairah ra yg berbunyi, maksudnya:
“Kemudian Nabi menghentikan doa kecelakaan ke atas mereka.”
Dengan demikian dapatlah dibuat kesimpulan bahawa qunut Nabi yg satu bulan itu adalah qunut nazilah dan qunut inilah yg ditinggalkan, bukan qunut pada waktu solat subuh.
5.  Ada juga orang-orang yg tidak menyukai qunut mengemukakan dalil hadith Saad bin Thariq yg juga bernama Abu Malik Al-Asja’i, maksudnya:
“Dari Abu Malik Al-Asja’i, beliau berkata: Aku pernah bertanya kpd bapaku, wahai bapa! sesungguhnya engkau pernah solat di belakang Rasulullah saw, Abu Bakar, Usman dan Ali bin Abi Thalib di sini di kufah selama kurang lebih dari lima tahun. Adakah mereka melakukan qunut?. Dijawab oleh bapanya:”Wahai anakku, itu adalah bid’ah.” Diriwayatkan oleh Tirmizi.
Jawaban :
Kalau benar Saad bin Thariq berkata begini maka sungguh menghairankan kerana hadith2 tentang Nabi dan para Khulafa Rasyidun yg melakukan qunut banyak sangat sama ada di dlm kitab Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Abu Daud, Nasa’i dan Baihaqi.
Oleh itu ucapan Saad bin Thariq tersebut tidaklah diakui dan terpakai di dalam mazhab Syafie dan juga mazhab Maliki.
Hal ini disebabkan oleh kerana beribu-ribu orang telah melihat Nabi melakukan qunut, begitu pula sahabat baginda. Manakala hanya Thariq seorang shj yg mengatakan qunut itu sebagai amalan bid’ah.
Maka dalam masalah ini berlakulah kaedah usul fiqh iaitu:
“Almuthbitu muqaddimun a’la annafi”
Maksudnya: Orang yg menetapkan lebih didahulukan atas orang yg menafikan.
Tambahan lagi orang yg mengatakan ADA jauh lebih banyak drpd orang yg mengatakan TIDAK ADA.
Seperti inilah jawapan Imam Nawawi didlm Al-Majmu’ jil.3,hlm.505, maksudnya:
“Dan jawapan kita terhadap hadith Saad bin Thariq adalah bahawa riwayat orang2 yg menetapkan qunut terdapat pada mereka itu tambahan ilmu dan juga mereka lebih banyak. Oleh itu wajiblah mendahulukan mereka”
Pensyarah hadith Turmizi yakni Ibnul ‘Arabi juga memberikan komen yang sama terhadap hadith Saad bin Thariq itu. Beliau mengatakan:”Telah sah dan tetap bahawa Nabi Muhammad saw melakukan qunut dlm solat subuh, telah tetap pula bahawa Nabi ada qunut sebelum rukuk atau sesudah rukuk, telah tetap pula bahawa Nabi ada melakukan qunut nazilah dan para khalifah di Madinah pun melakukan qunut serta Sayyidina Umar mengatakan bahawa qunut itu sunat, telah pula diamalkan di Masjid Madinah. Oleh itu janganlah kamu tengok dan jgn pula ambil perhatian terhadap ucapan yg lain daripada itu.”

PENDAPAT YANG KEDUA

Dalam masalah ibadah, menetapkan suatu amalan bahwa itu adalah disyariatkan (wajib maupun sunnah) terbatas pada adanya dalil dari Al-Qur’an maupun As-sunnah yang shohih menjelaskannya. Kalau tidak ada dalil yang benar maka hal itu tergolong membuat perkara baru dalam agama (bid’ah), yang terlarang dalam syariat Islam sebagaimana dalam hadits Aisyah riwayat Bukhary-Muslim :

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَد ٌّ. وَ فِيْ رِوَايَةِ مُسْلِمٍ : ((مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمُرُنَا فَهُوَ رَدَّ

“Siapa yang yang mengadakan hal baru dalam perkara kami ini (dalam Agama-pent.) apa yang sebenarnya bukan dari perkara maka hal itu adalah tertolak”. Dan dalam riwayat Muslim : “Siapa yang berbuat satu amalan yang tidak di atas perkara kami maka ia (amalan) adalah tertolak”.
Dan ini hendaknya dijadikan sebagai kaidah pokok oleh setiap muslim dalam menilai suatu perkara yang disandarkan kepada agama.
Setelah mengetahui hal ini, kami akan berusaha menguraikan pendapat-pendapat para ulama dalam masalah ini.
Uraian Pendapat Para Ulama
Ada tiga pendapat dikalangan para ulama, tentang disyariatkan atau tidaknya qunut Shubuh.
Pendapat pertama : Qunut shubuh disunnahkan secara terus-menerus, ini adalah pendapat Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin Sholih dan Imam Syafi’iy.
Pendapat kedua : Qunut shubuh tidak disyariatkan karena qunut itu sudah mansukh (terhapus hukumnya). Ini pendapat Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsaury dan lain-lainnya dari ulama Kufah.
Pendapat ketiga : Qunut pada sholat shubuh tidaklah disyariatkan kecuali pada qunut nazilah maka boleh dilakukan pada sholat shubuh dan pada sholat-sholat lainnya. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Al-Laits bin Sa’d, Yahya bin Yahya Al-Laitsy dan ahli fiqh dari para ulama ahlul hadits.
Dalil Pendapat Pertama
Dalil yang paling kuat yang dipakai oleh para ulama yang menganggap qunut subuh itu sunnah adalah hadits berikut ini :

مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا

“Terus-menerus Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa sallam qunut pada sholat Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia”.
Dikeluarkan oleh ‘Abdurrozzaq dalam Al Mushonnaf 3/110 no.4964, Ahmad 3/162, Ath-Thoh awy dalam Syarah Ma’ani Al Atsar 1/244, Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadits Wamansukhih no.220, Al-Ha kim dalam kitab Al-Arba’in sebagaimana dalam Nashbur Royah 2/132, Al-Baihaqy 2/201 dan dalam Ash-Shugro 1/273, Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah 3/123-124 no.639, Ad-Daruquthny dalam Sunannya 2/39, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtaroh 6/129-130 no.2127, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.689-690 dan dalam Al-’Ilal Al-Mutanahiyah no.753 dan Al-Khatib Al-Baghdady dalam Mudhih Auwan Al Jama’ wat Tafr iq 2/255 dan dalam kitab Al-Qunut sebagaimana dalam At-Tahqiq 1/463.
Semuanya dari jalan Abu Ja’far Ar-Rozy dari Ar-Robi’ bin Anas dari Anas bin Malik.
Hadits ini dishohihkan oleh Muhammad bin ‘Ali Al-Balkhy dan Al-Hakim sebagaimana dalam Khulashotul Badrul Munir 1/127 dan disetujui pula oleh Imam Al-Baihaqy. Namun Imam Ibnu Turkumany dalam Al-Jauhar An-Naqy berkata : “Bagaimana bisa sanadnya menjadi shohih sedang rowi yang meriwayatkannya dari Ar-Rob i’ bin Anas adalah Abu Ja’far ‘Isa bin Mahan Ar-Rozy mutakallamun fihi (dikritik)”. Berkata Ibnu Hambal dan An-Nasa`i : “Laysa bil qowy (bukan orang yang kuat)”. Berkata Abu Zur’ah : ” Yahimu katsiran (Banyak salahnya)”. Berkata Al-Fallas : “Sayyi`ul hifzh (Jelek hafalannya)”. Dan berkata Ibnu Hibban : “Dia bercerita dari rowi-rowi yang masyhur hal-hal yang mungkar”.”
Dan Ibnul Qoyyim dalam Zadul Ma’ad jilid I hal.276 setelah menukil suatu keterangan dari gurunya Ibnu Taimiyah tentang salah satu bentuk hadits mungkar yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far Ar-Rozy, beliau berkata : “Dan yang dimaksudkan bahwa Abu Ja’far Ar-R ozy adalah orang yang memiliki hadits-hadits yang mungkar, sama sekali tidak dipakai berhujjah oleh seorang pun dari para ahli hadits periwayatan haditsnya yang ia bersendirian dengannya”.
Dan bagi siapa yang membaca keterangan para ulama tentang Abu Ja’far Ar-R ozy ini, ia akan melihat bahwa kritikan terhadap Abu Ja’far ini adalah Jarh mufassar (Kritikan yang jelas menerangkan sebab lemahnya seorang rawi). Maka apa yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar dalam Taqrib-Tahdzib sudah sangat tepat. Beliau berkata : “Shoduqun sayi`ul hifzh khususon ‘anil Mughiroh (Jujur tapi jelek hafalannya, terlebih lagi riwayatnya dari Mughirah).
Maka Abu Ja’far ini lemah haditsnya dan hadits qunut subuh yang ia riwayatkan ini adalah hadits yang lemah bahkan hadits yang mungkar.
Dihukuminya hadits ini sebagai hadits yang mungkar karena 2 sebab :
Satu : Makna yang ditunjukkan oleh hadits ini bertentangan dengan hadits shohih yang menunjukkan bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam tidak melakukan qunut kecuali qunut nazilah, sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَقْنُتُ إِلاَّ إِذَا دَعَا لِقَوْمٍ أَوْ عَلَى قَوْمٍ
“Sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa sallam tidak melakukan qunut kecuali bila beliau berdo’a untuk (kebaikan) suatu kaum atau berdo’a (kejelekan atas suatu kaum)” . Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah 1/314 no. 620 dan dan Ibnul Jauzi dalam At-Tahqiq 1/460 dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 639.
Kedua : Adanya perbedaan lafazh dalam riwayat Abu Ja’far Ar-Rozy ini sehingga menyebabkan adanya perbedaan dalam memetik hukum dari perbedaan lafazh tersebut dan menunjukkan lemahnya dan tidak tetapnya ia dalam periwayatan. Kadang ia meriwayatkan dengan lafazh yang disebut di atas dan kadang meriwayatkan dengan lafazh :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ فٍي الْفَجْرِ

“Sesungguhnya Nabi shollahu ‘alahi wa alihi wa sallam qunut pada shalat Subuh”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/104 no.7003 (cet. Darut Taj) dan disebutkan pula oleh imam Al Maqdasy dalam Al Mukhtarah 6/129.
Kemudian sebagian para ‘ulama syafi’iyah menyebutkan bahwa hadits ini mempunyai beberapa jalan-jalan lain yang menguatkannya, maka mari kita melihat jalan-jalan tersebut :
Jalan Pertama : Dari jalan Al-Hasan Al-Bashry dari Anas bin Malik, beliau berkata :

قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمْرَ وَعُثْمَانَ وَأَحْسِبُهُ وَرَابِعٌ حَتَّى فَارَقْتُهُمْ

“Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa alihi wa Sallam, Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman, dan saya (rawi) menyangka “dan keempat” sampai saya berpisah denga mereka”.
Hadits ini diriwayatkan dari Al Hasan oleh dua orang rawi :
Pertama : ‘Amru bin ‘Ubaid. Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy dalam Syarah Ma’ani Al Atsar 1/243, Ad-Daraquthny 2/40, Al Baihaqy 2/202, Al Khatib dalam Al Qunut dan dari jalannya Ibnul Jauzy meriwayatkannya dalam At-Tahqiq no.693 dan Adz-Dzahaby dalam Tadzkiroh Al Huffazh 2/494. Dan ‘Amru bin ‘Ubaid ini adalah gembong kelompok sesat Mu’tazilah dan dalam periwayatan hadits ia dianggap sebagai rawi yang matrukul hadits (ditinggalkan haditsnya).
Kedua : Isma’il bin Muslim Al Makky, dikeluarkan oleh Ad-Da raquthny dan Al Baihaqy. Dan Isma’il ini dianggap matrukul hadits oleh banyak orang imam. Baca : Tahdzibut Tahdzib.
Catatan :
Berkata Al Hasan bin Sufyan dalam Musnadnya : Menceritakan kepada kami Ja’far bin Mihr on, (ia berkata) menceritakan kepada kami ‘Abdul Warits bin Sa’id, (ia berkata) menceritakan kepada kami Auf dari Al Hasan dari Anas beliau berkata :

صَلَّيْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقْتُهُ

“Saya sholat bersama Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa alihi wa Sallam maka beliau terus-menerus qunut pada sholat Subuh sampai saya berpisah dengan beliau”.
Riwayat ini merupakan kekeliruan dari Ja’far bin Mihron sebagaimana yang dikatakan oleh imam Adz-Dzahaby dalam Mizanul I’tidal 1/418. Karena ‘Abdul Warits tidak meriwayatkan dari Auf tapi dari ‘Amru bin ‘Ubeid sebagaiman dalam riwayat Abu ‘Umar Al Haudhy dan Abu Ma’mar – dan beliau ini adalah orang yang paling kuat riwayatnya dari ‘Abdul Warits-.
Jalan kedua : Dari jalan Khalid bin Da’laj dari Qotadah dari Anas bin M alik :

صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَخَلْفَ عُمَرَ فَقَنَتَ وَخَلْفَ عُثْمَانَ فَقَنَتَ

“Saya sholat di belakang Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam lalu beliau qunut, dan dibelakang ‘umar lalu beliau qunut dan di belakang ‘Utsman lalu beliau qunut”.
Dikeluarkan oleh Al Baihaqy 2/202 dan Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadi ts wa Mansukhih no.219. Hadits di atas disebutkan oleh Al Baihaqy sebagai pendukung untuk hadits Abu Ja’far Ar-Rozy tapi Ibnu Turkumany dalam Al Jauhar An Naqy menyalahkan hal tersebut, beliau berkata : “Butuh dilihat keadaan Khalid apakah bisa dipakai sebagai syahid (pendukung) atau tidak, karena Ibnu Hambal, Ibnu Ma’in dan Ad-Daruquthny melemahkannya dan Ibnu Ma’ in berkata di (kesempatan lain) : laisa bi syay`in (tidak dianggap) dan An-Nasa`i berkata : laisa bi tsiqoh (bukan tsiqoh). Dan tidak seorangpun dari pengarang Kutubus Sittah yang mengeluarkan haditsnya. Dan dalam Al-Mizan, Ad Daraquthny mengkategorikannya dalam rowi-rowi yang matruk.
Kemudian yang aneh, di dalam hadits Anas yang lalu, perkataannya “Terus-menerus beliau qunut pada sholat Subuh hingga beliau meninggalkan dunia”, itu tidak terdapat dalam hadits Khal id. Yang ada hanyalah “beliau (nabi) ‘alaihis Salam qunut”, dan ini adalah perkara yang ma’ruf (dikenal). Dan yang aneh hanyalah terus-menerus melakukannya sampai meninggal dunia. Maka di atas anggapan dia cocok sebagai pendukung, bagaimana haditsnya bisa dijadikan sebagai syahid (pendukung)”.
Jalan ketiga : Dari jalan Ahmad bin Muhammad dari Dinar bin ‘Abdillah dari Anas bin Malik :

مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْصُبْحِ حَتَّى مَاتَ

“Terus-menerus Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa Sallam qunut pada sholat Subuh sampai beliau meninggal”.
Dikeluarkan oleh Al Khatib dalam Al Qunut dan dari jalannya, Ibnul Jauzy dalam At-Tahq iq no. 695.
Ahmad bin Muhammad yang diberi gelar dengan nama Ghulam Khalil adalah salah seorang pemalsu hadits yang terkenal. Dan Dinar bin ‘Abdillah, kata Ibnu ‘Ady : “Mungkarul hadits (Mungkar haditsnya)”. Dan berkata Ibnu Hibba n : “Ia meriwayatkan dari Anas bin Malik perkara-perkara palsu, tidak halal dia disebut di dalam kitab kecuali untuk mencelanya”.
Kesimpulan pendapat pertama:
Jelaslah dari uraian diatas bahwa seluruh dalil-dalil yang dipakai oleh pendapat pertama adalah hadits yang lemah dan tidak bisa dikuatkan.
Kemudian anggaplah dalil mereka itu shohih bisa dipakai berhujjah, juga tidak bisa dijadikan dalil akan disunnahkannya qunut subuh secara terus-menerus, sebab qunut itu secara bahasa mempunyai banyak pengertian. Ada lebih dari 10 makna sebagaimana yang dinukil oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar dari Al-Iraqi dan Ibnul Arabi.
1) Doa
2) Khusyu’
3) Ibadah
4) Taat
5) Menjalankan ketaatan.
6) Penetapan ibadah kepada Allah
7) Diam
8 ) Shalat
9) Berdiri
10) Lamanya berdiri
11) Terus menerus dalam ketaatan
Dan ada makna-makna yang lain yang dapat dilihat dalam Tafsir Al-Qurthubi 2/1022, Mufradat Al-Qur’an karya Al-Ashbahany hal. 428 dan lain-lain.
Maka jelaslah lemahnya dalil orang yang menganggap qunut subuh terus-menerus itu sunnah.
Dalil Pendapat Kedua
Mereka berdalilkan dengan hadits Abu Hurairah riwayat Bukhary-Muslim :

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ حِيْنَ يَفْرَغُ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ مِنَ الْقِرَاءَةِ وَيُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ يَقُوْلُ وَهُوَ قَائِمٌ اَللَّهُمَّ أَنْجِ اَلْوَلِيْدَ بْنَ الْوَلِيْدِ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِيْ رَبِيْعَةَ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الْمُُؤْمِنِيْنَ اَللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِيْ يُوْسُفَ اَللَّهُمَّ الْعَنْ لِحْيَانَ وَرِعْلاً وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ عَصَتِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ ثُمَّ بَلَغَنَا أَنَهُ تَرَكَ ذَلِكَ لَمَّا أَنْزَلَ : (( لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُوْنَ ))

“Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam ketika selesai membaca (surat dari rakaat kedua) di shalat Fajr dan kemudian bertakbir dan mengangkat kepalanya (I’tidal) berkata : “Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu, lalu beliau berdoa dalaam keadaan berdiri. “Ya Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam, ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan orang-orang yang lemah dari kaum mu`minin. Ya Allah keraskanlah pijakan-Mu (adzab-Mu) atas kabilah Mudhar dan jadianlah atas mereka tahun-tahun (kelaparan) seperti tahun-tahun (kelaparan yang pernah terjadi pada masa) Nabi Yusuf. Wahai Allah, laknatlah kabilah Lihyan, Ri’lu, Dzakw an dan ‘Ashiyah yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian sampai kepada kami bahwa beliau meningalkannya tatkala telah turun ayat : “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim”. (HSR.Bukhary-Muslim)

Berdalilkan dengan hadits ini menganggap mansukh-nya qunut adalah pendalilan yang lemah karena dua hal :
Pertama : ayat tersebut tidaklah menunjukkan mansukh-nya qunut sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Qurthuby dalam tafsirnya, sebab ayat tersebut hanyalah menunjukkan peringatan dari Allah bahwa segala perkara itu kembali kepada-Nya. Dialah yang menentukannya dan hanya Dialah yang mengetahui perkara yang ghoib.
Kedua : Diriwayatkan oleh Bukhary – Muslim dari Abu Hurairah, beliau berkata :

وَاللهِ لَأَقْرَبَنَّ بِكُمْ صَلاَةَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ يَقْنُتُ فِي الظُّهْرِ وَالْعِشَاءِ الْآخِرَةِ وَصَلاَةِ الْصُبْحِ وَيَدْعُوْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَيَلْعَنُ الْكُفَّارَ.

Dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu beliau berkata : “Demi Allah, sungguh saya akan mendekatkan untuk kalian cara shalat Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam. Maka Abu Hurairah melakukan qunut pada shalat Dhuhur, Isya’ dan Shubuh. Beliau mendoakan kebaikan untuk kaum mukminin dan memintakan laknat untuk orang-orang kafir”.
Ini menunjukkan bahwa qunut nazilah belum mansu kh. Andaikata qunut nazilah telah mansukh tentunya Abu Hurairah tidak akan mencontohkan cara sholat Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dengan qunut nazilah .
Dalil Pendapat Ketiga
Satu : Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i

قُلْتُ لأَبِيْ : “يَا أَبَتِ إِنَّكَ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وآله وسلم وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيَ رَضِيَ الله عَنْهُمْ هَهُنَا وَبِالْكُوْفَةِ خَمْسَ سِنِيْنَ فَكَانُوْا بَقْنُتُوْنَ فيِ الفَجْرِ” فَقَالَ : “أَيْ بَنِيْ مُحْدَثٌ”.

“Saya bertanya kepada ayahku : “Wahai ayahku, engkau sholat di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh ?”. Maka dia menjawab : “Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah perkara baru (bid’ah)”. Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080 dan dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472 dan 6/394, Ath-Thoy alisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101 no.6961, Ath-Thohawy 1/249, Ath-Thobarany 8/no.8177-8179, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihs an no.1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.677-678 dan Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kam al dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad mimma laisa fi Ash-Shoh ihain.
Dua : Hadits Ibnu ‘Umar

عَنْ أَبِيْ مِجْلَزِ قَالَ : “صَلَّيْتُ مَعَ اِبْنِ عُمَرَ صَلاَةَ الصُّبْحِ فَلَمْ يَقْنُتْ”. فَقُلْتُ : “آلكِبَرُ يَمْنَعُكَ”, قَالَ : “مَا أَحْفَظُهُ عَنْ أَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِيْ”.

” Dari Abu Mijlaz beliau berkata : saya sholat bersama Ibnu ‘Umar sholat shubuh lalu beliau tidak qunut. Maka saya berkata : apakah lanjut usia yang menahanmu (tidak melakukannya). Beliau berkata : saya tidak menghafal hal tersebut dari para shahabatku”. Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy 1246, Al-Baihaqy 2213 dan Ath-Thabarany sebagaimana dalam Majma’ Az-Zawa’id 2137 dan Al-Haitsamy berkata :”rawi-rawinya tsiqoh”.
Ketiga : tidak ada dalil yang shohih menunjukkan disyari’atkannya mengkhususkan qunut pada sholat shubuh secara terus-menerus.
Keempat : qunut shubuh secara terus-menerus tidak dikenal dikalangan para shahabat sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Umar diatas, bahkan syaikul islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al-Fatawa berkata : “dan demikian pula selain Ibnu ‘Umar dari para shahabat, mereka menghitung hal tersebut dari perkara-perkara baru yang bid’ah”.
Kelima : nukilan-nukilan orang-orang yang berpendapat disyari’atkannya qunut shubuh dari beberapa orang shahabat bahwa mereka melakukan qunut, nukilan-nukilan tersebut terbagi dua :
1) Ada yang shohih tapi tidak ada pendalilan dari nukilan-nukilan tersebut.
2) Sangat jelas menunjukkan mereka melakukan qunut shubuh tapi nukilan tersebut adalah lemah tidak bisa dipakai berhujjah.
Keenam: setelah mengetahui apa yang disebutkan diatas maka sangatlah mustahil mengatakan bahwa disyari’atkannya qunut shubuh secara terus-menerus dengan membaca do’a qunut “Allahummahdinaa fi man hadait…….sampai akhir do’a kemudian diaminkan oleh para ma’mum, andaikan hal tersebut dilakukan secara terus menerus tentunya akan dinukil oleh para shahabat dengan nukilan yang pasti dan sangat banyak sebagaimana halnya masalah sholat karena ini adalah ibadah yang kalau dilakukan secara terus menerus maka akan dinukil oleh banyak para shahabat. Tapi kenyataannya hanya dinukil dalam hadits yang lemah.
Demikian keterangan Imam Ibnul qoyyim Al-Jauziyah dalam Z adul Ma’ad.
Kesimpulan
Jelaslah dari uraian di atas lemahnya dua pendapat pertama dan kuatnya dalil pendapat ketiga sehingga memberikan kesimpulan pasti bahwa qunut shubuh secara terus-menerus selain qunut nazilah adalah bid’ah tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para shahabatnya. Wallahu a’lam.
Silahkan lihat permasalahan ini dalam Tafsir Al Qurthuby 4/200-201, Al Mughny 2/575-576, Al-Inshof 2/173, Syarh Ma’any Al-Atsar 1/241-254, Al-Ifshoh 1/323, Al-Majmu’ 3/483-485, Hasyiyah Ar-Raud Al Murbi’ : 2/197-198, Nailul Author 2/155-158 (Cet. Darul Kalim Ath Thoyyib), Majm u’ Al Fatawa 22/104-111 dan Zadul Ma’ad 1/271-285.

(Imron Lutfi bin Abdurrahman Al Jambary)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back to top