PENDAPAT YANG PERTAMA
Sunnahnya Membaca Qunut Subuh
A. Hukum
Membaca Qunut Subuh
Di dalam madzab syafii sudah
disepakati bahwa membaca doa qunut dalam shalat subuh pada I’tidal rekaat kedua
adalah sunnah ab’ad. Sunnah Ab’ad artinya diberi pahala bagi yang
mengerjakannya dan bagi yang lupa mengerjakannya disunnahkan menambalnya dengan
sujud syahwi.
Tersebut dalam Al majmu’ syarah
muhazzab jilid III/504 sebagai berikut :
“Dalam
madzab syafei disunnatkan qunut pada waktu shalat subuh baik ketika turun
bencana atau tidak. Dengan hukum inilah berpegang mayoritas ulama salaf dan
orang-orang yang sesudah mereka. Dan diantara yang berpendapat demikian adalah
Abu Bakar as-shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin affan, Ali bin abi thalib,
Ibnu abbas, Barra’ bin Azib – semoga Allah meridhoi mereka semua. Ini
diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad yang shahih. Banyak pula orang tabi’in
dan yang sesudah mereka berpendapat demikian. Inilah madzabnya Ibnu Abi Laila,
Hasan bin Shalih, Malik dan Daud.”
Dalam kitab al-umm jilid I/205
disebutkan bahwa Imam syafei berkata :
“Tidak ada
qunut pada shalat lima waktu selain shalat subuh. Kecuali jika terjadi bencana,
maka boleh qunut pada semua shalat jika imam menyukai”.
Imam Jalaluddin al-Mahalli berkata
dalam kitab Al-Mahalli jilid I/157 :
“Disunnahkan
qunut pada I’tidal rekaat kedua dari shalat subuh dan dia adalah
“Allahummahdinii fiman hadait….hingga akhirnya”.
Demikian keputusan hokum tentang
qunut subuh dalam madzab syafii.
B.
Dalil-Dalil Kesunattan qunut subuh
Berikut ini dikemukakan dalil dalil
tentang kesunnatan qunut subuh yang diantaranya adalah sebagai berikut :
- Hadits dari Anas ra.
“Bahwa
Nabi saw. pernah qunut selama satu bulan sambil mendoakan kecelakaan atas
mereka kemudian Nabi meninggalkannya.Adapun pada shalat subuh, maka Nabi
melakukan qunut hingga beliau meninggal dunia”
Hadits ini diriwayatkan oleh
sekelompok huffadz dan mereka juga ikut meriwayatkannya dan mereka juga ikut
menshahihkannya. Diantara ulama yang mengakui keshahihan hadis ini adalah
Hafidz Abu Abdillah Muhammad ali al-balkhi dan Al-Hakim Abu Abdillah pada
beberapa tempat di kitabnya serta imam Baihaqi. Hadits ini juga turut di
riwayatkan oleh Darulquthni dari beberapa jalan dengan sanad-sanad yang shahih.
حدثنا عمرو بن علي الباهلي ، قال : حدثنا خالد بن يزيد ، قال : حدثنا أبو جعفر الرازي ، عن الربيع ، قال : سئل أنس عن قنوت (1) النبي صلى الله عليه وسلم : « أنه قنت شهرا » ، فقال : ما زال النبي صلى الله عليه وسلم يقنت حتى مات قالوا : فالقنوت في صلاة الصبح لم يزل من عمل النبي صلى الله عليه وسلم حتى فارق الدنيا ، قالوا : والذي روي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قنت شهرا ثم تركه ، إنما كان قنوته على من روي عنه أنه دعا عليه من قتلة أصحاب بئر معونة ، من رعل وذكوان وعصية وأشباههم ، فإنه قنت يدعو عليهم في كل صلاة ، ثم ترك القنوت عليهم ، فأما في الفجر ، فإنه لم يتركه حتى فارق الدنيا ، كما روى أنس بن مالك عنه صلى الله عليه وسلم في ذلك وقال آخرون : لا قنوت في شيء من الصلوات المكتوبات ، وإنما القنوت في الوتر
Dikatakan
oleh Umar bin Ali Al Bahiliy, dikatakan oleh Khalid bin Yazid, dikatakan Jakfar
Arraziy, dari Arrabi’ berkata : Anas ra ditanya tentang Qunut Nabi saw bahwa
apakah betul beliau saw berqunut sebulan, maka berkata Anas ra : beliau saw
selalu terus berqunut hingga wafat, lalu mereka mengatakan maka Qunut Nabi saw
pada shalat subuh selalu berkesinambungan hingga beliau saw wafat, dan mereka
yg meriwayatkan bahwa Qunut Nabi saw hanya sebulan kemudian berhenti maka yg
dimaksud adalah Qunut setiap shalat untuk mendoakan kehancuran atas musuh
musuh, lalu (setelah sebulan) beliau saw berhenti, namun Qunut di shalat subuh
terus berjalan hingga beliau saw wafat. (Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 2 hal 211 Bab Raf’ul yadayn
filqunut, Sunan Imam Baihaqi ALkubra Juz 3 hal 41, Fathul Baari Imam Ibn Rajab
Kitabusshalat Juz 7 hal 178 dan hal 201, Syarh Nawawi Ala shahih Muslim Bab
Dzikr Nida Juz 3 hal 324, dan banyak lagi).
2. Hadits dari Awam Bin Hamzah
dimana beliau berkata :
“Aku
bertanya kepada Utsman –semoga Allah meridhoinya- tentang qunut pada
Subuh. Beliau berkata : Qunut itu sesudah ruku. Aku bertanya :” Fatwa siapa?”,
Beliau menjawab : “Fatwa Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu ‘anhum”.
Hadits ini riwayat imam Baihaqi dan
beliau berkata : “Isnadnya Hasan”. Dan Baihaqi juga meriwayatkan hadits ini
dari Umar Ra. Dari beberapa jalan.
3. Hadits dari Abdullah
bin Ma’qil at-Tabi’i
“Ali Ra.
Qunut pada shalat subuh”.
Diriwayatkan oleh Baihaqi dan beliau
berkata : “Hadits tentang Ali Ra. Ini shahih lagi masyhur.
4. Hadits dari Barra’ Ra. :
“Bahwa
Rasulullah Saw. melakukan qunut pada shalat subuh dan maghrib”. (HR. Muslim).
5. Hadits dari Barra’
Ra. :
“Bahwa
Rasulullah Saw. melakukan qunut pada shalat subuh”. (HR. Muslim).
Hadits no. 4 diriwayatkan pula
oleh Abu Dawud dengan tanpa penyebutan shalat maghrib. Imam Nawawi dalam Majmu’
II/505 mengatakan : “Tidaklah mengapa meninggalkan qunut pada shalat maghrib
karena qunut bukanlah sesuatu yang wajib atau karena ijma ulama menunjukan
bahwa qunut pada shalat maghrib sudah mansukh hukumnya”.
6. Hadits dari Abi rofi’
“Umar
melakukan qunut pada shalat subuh sesudah ruku’ dan mengangkat kedua
tangannya serta membaca doa dengn bersuara”. (HR Baihaqi dan ia mengatakan hadis
ini shahih).
7. Hadits dari ibnu sirin,
beliau berkata :
- “Aku berkata kepada anas : Apakah Rasulullah SAW. melakukan qunut pada waktu subuh? Anas menjawab : Ya, begitu selesai ruku”. (HR. Bukhary Muslim).
8. Hadits dari Abu hurairah
ra. Beliau berkata :
“Rasulullah
Saw. jika beliau mengangkat kepalanya dari ruku pada rekaat kedua shalat subuh
beliau mengangkat kedua tangannya lalu berdoa : “Allahummah dini fii man hadait
….dan seterusnya”.
(HR. Hakim dan dia menshahihkannya).
9. Hadits dari
Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra. Beliau berkata :
“Aku
diajari oleh rasulullah Saw. beberapa kalimat yang aku ucapkan pada witir yakni
: Allahummah dini fii man hadait ….dan seterusnya” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan
selain mereka dengan isnad yang shahih)
10. Hadits dari Ibnu Ali
bin Thalib ra. (Berkaitan dengan hadist no. 8)
Imam Baihaqi meriwayatkan dari
Muhammad bin Hanafiah dan beliau adalah Ibnu Ali bin Thalib ra. Beliau
berkata :
“Sesungguhnya
doa ini adalah yang dipakai oleh bapakku pada waktu qunut diwaktu shalat subuh” (Al-baihaqi II/209).
11. Hadist doa qunut subuh
dari Ibnu Abbas ra. :
Tentang doa qunut subuh ini, Imam
baihaqi juga meriwayatkan dari beberapa jalan yakni ibnu abbas dan selainnya:
“Bahwasanya
Nabi Saw. mengajarkan doa ini (Allahummah dini fii man hadait ….dan seterusnya)
kepada para shahabat agar mereka berdoa dengannya pada waktu qunut di shalat
subuh” (Al-baihaqi II/209).
Demikianlah Beberapa Dalil yang
dipakai para ulama-ulama shlusunnah dari madzab syafiiyah berkaitan dengan
fatwa mereka tentang qunut subuh.
Dari sini dapat dilihat keshahihan
hadis-hadisnya karena dishahihkan oleh Imam-imam hadits ahlusunnah yang
terpercaya. Hati-hati dengan orang-orang khalaf akhir zaman yang lemah hafalan
hadisnya tetapi mengaku ahli hadis dan banyak mengacaukan hadis-hadis seperti
mendoifkan hadis shahih dan sebaliknya.
C. Tempat
Qunut Subuh dan nazilah adalah Sesudah ruku rekaat terakhir.
Tersebut dalam Al-majmu Jilid
III/506 bahwa : “Tempat qunut itu adalah sesudah mengangkat kepala dari ruku.
Ini adalah ucapan Abu Bakar as-shidiq, Umar bin Khattab dan Utsman serta Ali
ra.hum.
Mengenai Dalil-dalil qunut sesudah
ruku :
- Hadits dari Abu Hurairah :
“Bahwa
Nabi Qunut sesungguhnya sesudah ruku” (HR. Bukhary muslim).
2. Hadits dari ibnu sirin,
beliau berkata :
“Aku
berkata kepada anas : Apakah Rasulullah SAW. melakukan qunut pada waktu subuh?
Anas menjawab : Ya, begitu selesai ruku”. (HR. Bukhary Muslim).
3. Hadis dari Anas Ra.
“Bahwa
Nabi Saw. melakukan qunut selama satu bulan sesudah ruku pada subuh sambil
mendoakan kecelakaan keatas bani ‘ushayyah” (HR. Bukhary Muslim).
4. Hadits Dari Awam Bin hamzah dan
Rofi yang sudah disebutkan pada dalil 4 dan 5 tentang kesunnatan qunut subuh.
5. Riwayat Dari Ashim al-ahwal
dari Anas Ra. :
“Bahwa
Anas Ra. Berfatwa tentang qunut sesudah ruku”.
6. Hadits dari Abu hurairah
ra. Beliau berkata :
“Rasulullah
Saw. jika beliau mengangkat kepalanya dari ruku pada rekaat kedua shalat subuh
beliau mengangkat kedua tangannya lalu berdoa : “Allahummah dini fii man hadait
….dan seterusnya”.
(HR. Hakim dan dia menshahihkannya).
7. Hadits Riwayat dari Salim
dari Ibnu umar ra.
“Bahwasanya
ibnu umar mendengar rasulullah SAW apabila beliau mengangkat kepalanya dari
ruku pada rekaat terakhir shalat subuh, beliau berkata : “Ya Allah laknatlah
sifulan dan si fulan”, sesudah beliau menucapkan sami’allahu liman hamidah.
Maka Allah menurunkan Ayat: “Tidak ada bagimu sesuatu pun urusan mereka itu
atau dari pemberian taubat terhadap mereka karena sesungguhnya mereka itu
adalah orang-orang yang dzalim “ (HR Bukhary).
Terlihat jelas Bahwa pada qunut
nazilah maupun qunut subuh, dilakukan setalah ruku. Adapun ada riwayat yang
menyatakan sebelum ruku, Imam Baihaqi mengatkan dalam kita Al-majmu :
“Dan
orang-orang yang meriwayatkan qunut sesudah ruku lebih banyak dan lebih kuat
menghafal hadis, maka dialah yang lebih utama dan inilah jalanya para khalifah
yang memperoleh petunjuk – radhiyallahu ‘anhum- pada sebagian besar riwayat
mereka, wallahu a’lam”.
D. Jawaban untuk orang-orang yang
membantah sunnahnya qunut subuh
- Ada yang mendatangkan Hadits bahwa Ummu salamah berkata :
“Bahwa
Nabi Saw. melarang qunut pada waktu subuh “ (Hadis ini Dhoif).
Jawaban : Hadist ini dhaif karena periwayatan
dari Muhammad bin ya’la dari Anbasah bin Abdurahman dari Abdullah bin Nafi’
dari bapaknya dari ummu salamah. Berkata darulqutni :”Ketiga-tiga orang itu
adalah lemah dan tidak benar jika Nafi’ mendengar hadis itu dari ummu salamah”.
Tersebut dalam mizanul I’tidal “Muhammad bin Ya’la’ diperkatakan oleh Imam
Bukhary bahwa ia banyak menhilangkan hadis. Abu hatim mengatakan ianya matruk”
(Mizanul I’tidal IV/70).
Anbasah bin Abdurrahman menurut Imam
Baihaqi hadisnya matruk. Sedangkan Abdullah adalah orang banyak meriwayatkan
hadis mungkar. (Mizanul I’tidal II/422).
2. Ada yang mengajukan
Hadis bahwa Ibnu Abbas ra. Berkata :
“Qunut
pada shalat subuh adalah Bid’ah”
Jawaban : Hadis ini dhaif sekali (daoif
jiddan) karena imam Baihaqi meriwayatkannya dari Abu Laila al-kufi dan beliau
sendiri mengatakan bahwa hadis ini tidak shahih karena Abu Laila itu adalah
matruk (Orang yang ditinggalkan haditsnya). Terlebih lagi pada hadits yang lain
Ibnu abbas sendiri mengatakan :
“Bahwasanya
Ibnu abbas melakukan qunut subuh”.
3. Ada juga yang
mengetangahkan riwayat Ibnu mas’ud yang mengatakan :
“Rasulullah
tidak pernah qunut didalam shalat apapun”.
Jawaban : Riwayat ini menurut Imam Nawawi
dalam Al majmu sangatlah dhoif karena perawinya terdapat Muhammad bin Jabir
as-suhaili yang ucapannya selalu ditinggalkan oleh ahli hadis. Tersebut dalam
mizanul I’tidal karangan az-zahaby bahwa Muhammad bin jabir as-suahaimi adalah
orang yang dhoif menurut perkataan Ibnu Mu’in dan Imam Nasa’i. Imam Bukhary
mengatakan: “ia tidak kuat”. Imam Ibnu Hatim mengatakan : “Ia
dalam waktu akhirnya menjadi pelupa dan kitabnya telah hilang”.
(Mizanul I’tidal III/492).
Dan juga kita dapat menjawab dengan
jawaban terdahulu bahwa orang yang mengatakan “ada” lebih
didahulukan daripada yang mengatakan “tidak ada” berdasarkan
kaidah “Al-mutsbit muqaddam alan naafi”.
4. Ada orang yg berpendapat
bahawa Nabi Muhammad saw melakukan qunut satu bulan shj berdasarkan hadith Anas
ra, maksudnya:
“Bahawasanya
Nabi saw melakukan qunut selama satu bulan sesudah rukuk sambil mendoakan
kecelakaan ke atas beberapa puak Arab kemudian baginda meninggalkannya.” Diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim.
Jawaban : Hadith daripada Anas tersebut
kita akui sebagi hadith yg sahih kerana terdapat dlm kitab Bukhari dan Muslim.
Akan tetapi yg menjadi permasalahan sekarang adalah kata:(thumma tarakahu=
Kemudian Nabi meninggalkannya).
Apakah yg ditinggalkan oleh Nabi
itu?
Meninggalkan qunutkah? Atau
meninggalkan berdoa yg mengandungi kecelakaan ke atas puak-puak Arab?
Untuk menjawab permasalahan ini lah
kita perhatikan baik2 penjelasan Imam Nawawi dlm Al-Majmu’jil.3,hlm.505 maksudnya:
“Adapun
jawapan terhadap hadith Anas dan Abi Hurairah r.a dlm ucapannya dengan (thumma
tarakahu) maka maksudnya adalah meninggalkan doa kecelakaan ke atas orang2
kafir itu dan meninggalkan laknat terhadap mereka shj. Bukan meninggalkan
seluruh qunut atau meninggalkan qunut pada selain subuh. Pentafsiran spt ini
mesti dilakukan kerana hadith Anas di dlm ucapannya ’sentiasa Nabi qunut di dlm
solat subuh sehingga beliau meninggal dunia’
adalah sahih lagi jelas maka wajiblah menggabungkan di antara kedua-duanya.”
adalah sahih lagi jelas maka wajiblah menggabungkan di antara kedua-duanya.”
Imam Baihaqi meriwayatkan dan Abdur
Rahman bin Madiyyil, bahawasanya beliau berkata, maksudnya:
“Hanyalah
yg ditinggalkan oleh Nabi itu adalah melaknat.”
Tambahan lagi pentafsiran spt ini
dijelaskan oleh riwayat Abu Hurairah ra yg berbunyi, maksudnya:
“Kemudian
Nabi menghentikan doa kecelakaan ke atas mereka.”
Dengan demikian dapatlah dibuat
kesimpulan bahawa qunut Nabi yg satu bulan itu adalah qunut nazilah dan qunut
inilah yg ditinggalkan, bukan qunut pada waktu solat subuh.
5. Ada juga orang-orang yg
tidak menyukai qunut mengemukakan dalil hadith Saad bin Thariq yg juga bernama
Abu Malik Al-Asja’i, maksudnya:
“Dari Abu
Malik Al-Asja’i, beliau berkata: Aku pernah bertanya kpd bapaku, wahai bapa!
sesungguhnya engkau pernah solat di belakang Rasulullah saw, Abu Bakar, Usman
dan Ali bin Abi Thalib di sini di kufah selama kurang lebih dari lima tahun.
Adakah mereka melakukan qunut?. Dijawab oleh bapanya:”Wahai anakku, itu adalah
bid’ah.”
Diriwayatkan oleh Tirmizi.
Jawaban :
Kalau benar Saad bin Thariq berkata
begini maka sungguh menghairankan kerana hadith2 tentang Nabi dan para Khulafa
Rasyidun yg melakukan qunut banyak sangat sama ada di dlm kitab Bukhari,
Muslim, Ibnu Majah, Abu Daud, Nasa’i dan Baihaqi.
Oleh itu
ucapan Saad bin Thariq tersebut tidaklah diakui dan terpakai di dalam mazhab
Syafie dan juga mazhab Maliki.
Hal ini
disebabkan oleh kerana beribu-ribu orang telah melihat Nabi melakukan qunut,
begitu pula sahabat baginda. Manakala hanya Thariq seorang shj yg mengatakan
qunut itu sebagai amalan bid’ah.
Maka dalam masalah ini berlakulah
kaedah usul fiqh iaitu:
“Almuthbitu
muqaddimun a’la annafi”
Maksudnya: Orang yg menetapkan lebih
didahulukan atas orang yg menafikan.
Tambahan lagi orang yg mengatakan
ADA jauh lebih banyak drpd orang yg mengatakan TIDAK ADA.
Seperti inilah jawapan Imam Nawawi
didlm Al-Majmu’ jil.3,hlm.505, maksudnya:
“Dan
jawapan kita terhadap hadith Saad bin Thariq adalah bahawa riwayat orang2 yg
menetapkan qunut terdapat pada mereka itu tambahan ilmu dan juga mereka lebih
banyak. Oleh itu wajiblah mendahulukan mereka”
Pensyarah hadith Turmizi yakni Ibnul
‘Arabi juga memberikan komen yang sama terhadap hadith Saad bin Thariq itu.
Beliau mengatakan:”Telah sah dan tetap bahawa Nabi Muhammad saw melakukan
qunut dlm solat subuh, telah tetap pula bahawa Nabi ada qunut sebelum rukuk
atau sesudah rukuk, telah tetap pula bahawa Nabi ada melakukan qunut nazilah
dan para khalifah di Madinah pun melakukan qunut serta Sayyidina Umar
mengatakan bahawa qunut itu sunat, telah pula diamalkan di Masjid Madinah. Oleh
itu janganlah kamu tengok dan jgn pula ambil perhatian terhadap ucapan yg lain
daripada itu.”
PENDAPAT YANG KEDUA
Dalam masalah ibadah, menetapkan
suatu amalan bahwa itu adalah disyariatkan (wajib maupun sunnah) terbatas pada
adanya dalil dari Al-Qur’an maupun As-sunnah yang shohih menjelaskannya. Kalau
tidak ada dalil yang benar maka hal itu tergolong membuat perkara baru dalam agama
(bid’ah), yang terlarang dalam syariat Islam sebagaimana dalam hadits Aisyah
riwayat Bukhary-Muslim :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ
فَهُوَ رَد ٌّ. وَ فِيْ رِوَايَةِ مُسْلِمٍ : ((مَنْ عَمِلَ عَمَلاً
لَيْسَ عَلَيْهِ أَمُرُنَا فَهُوَ رَدَّ
“Siapa yang yang mengadakan hal baru
dalam perkara kami ini (dalam Agama-pent.) apa yang sebenarnya bukan dari
perkara maka hal itu adalah tertolak”. Dan dalam riwayat Muslim : “Siapa yang
berbuat satu amalan yang tidak di atas perkara kami maka ia (amalan) adalah
tertolak”.
Dan ini hendaknya dijadikan sebagai
kaidah pokok oleh setiap muslim dalam menilai suatu perkara yang disandarkan
kepada agama.
Setelah mengetahui hal ini, kami
akan berusaha menguraikan pendapat-pendapat para ulama dalam masalah ini.
Uraian Pendapat Para Ulama
Ada tiga pendapat dikalangan para
ulama, tentang disyariatkan atau tidaknya qunut Shubuh.
Pendapat pertama : Qunut shubuh
disunnahkan secara terus-menerus, ini adalah pendapat Malik, Ibnu Abi Laila,
Al-Hasan bin Sholih dan Imam Syafi’iy.
Pendapat kedua : Qunut shubuh tidak
disyariatkan karena qunut itu sudah mansukh (terhapus hukumnya). Ini pendapat
Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsaury dan lain-lainnya dari ulama Kufah.
Pendapat ketiga : Qunut pada sholat
shubuh tidaklah disyariatkan kecuali pada qunut nazilah maka boleh dilakukan
pada sholat shubuh dan pada sholat-sholat lainnya. Ini adalah pendapat Imam
Ahmad, Al-Laits bin Sa’d, Yahya bin Yahya Al-Laitsy dan ahli fiqh dari para
ulama ahlul hadits.
Dalil Pendapat Pertama
Dalil yang paling kuat yang dipakai
oleh para ulama yang menganggap qunut subuh itu sunnah adalah hadits berikut
ini :
مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
“Terus-menerus Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa sallam qunut pada sholat Shubuh sampai beliau
meninggalkan dunia”.
Dikeluarkan oleh ‘Abdurrozzaq dalam
Al Mushonnaf 3/110 no.4964, Ahmad 3/162, Ath-Thoh awy dalam Syarah Ma’ani Al
Atsar 1/244, Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadits Wamansukhih no.220, Al-Ha kim
dalam kitab Al-Arba’in sebagaimana dalam Nashbur Royah 2/132, Al-Baihaqy 2/201
dan dalam Ash-Shugro 1/273, Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah 3/123-124 no.639,
Ad-Daruquthny dalam Sunannya 2/39, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtaroh 6/129-130
no.2127, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.689-690 dan dalam Al-’Ilal
Al-Mutanahiyah no.753 dan Al-Khatib Al-Baghdady dalam Mudhih Auwan Al Jama’ wat
Tafr iq 2/255 dan dalam kitab Al-Qunut sebagaimana dalam At-Tahqiq 1/463.
Semuanya dari jalan Abu Ja’far
Ar-Rozy dari Ar-Robi’ bin Anas dari Anas bin Malik.
Hadits ini dishohihkan oleh Muhammad
bin ‘Ali Al-Balkhy dan Al-Hakim sebagaimana dalam Khulashotul Badrul Munir
1/127 dan disetujui pula oleh Imam Al-Baihaqy. Namun Imam Ibnu Turkumany dalam
Al-Jauhar An-Naqy berkata : “Bagaimana bisa sanadnya menjadi shohih sedang rowi
yang meriwayatkannya dari Ar-Rob i’ bin Anas adalah Abu Ja’far ‘Isa bin Mahan
Ar-Rozy mutakallamun fihi (dikritik)”. Berkata Ibnu Hambal dan An-Nasa`i :
“Laysa bil qowy (bukan orang yang kuat)”. Berkata Abu Zur’ah : ” Yahimu
katsiran (Banyak salahnya)”. Berkata Al-Fallas : “Sayyi`ul hifzh (Jelek
hafalannya)”. Dan berkata Ibnu Hibban : “Dia bercerita dari rowi-rowi yang
masyhur hal-hal yang mungkar”.”
Dan Ibnul Qoyyim dalam Zadul Ma’ad
jilid I hal.276 setelah menukil suatu keterangan dari gurunya Ibnu Taimiyah
tentang salah satu bentuk hadits mungkar yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far
Ar-Rozy, beliau berkata : “Dan yang dimaksudkan bahwa Abu Ja’far Ar-R ozy
adalah orang yang memiliki hadits-hadits yang mungkar, sama sekali tidak
dipakai berhujjah oleh seorang pun dari para ahli hadits periwayatan haditsnya
yang ia bersendirian dengannya”.
Dan bagi siapa yang membaca
keterangan para ulama tentang Abu Ja’far Ar-R ozy ini, ia akan melihat bahwa
kritikan terhadap Abu Ja’far ini adalah Jarh mufassar (Kritikan yang jelas
menerangkan sebab lemahnya seorang rawi). Maka apa yang disimpulkan oleh Ibnu
Hajar dalam Taqrib-Tahdzib sudah sangat tepat. Beliau berkata : “Shoduqun
sayi`ul hifzh khususon ‘anil Mughiroh (Jujur tapi jelek hafalannya, terlebih
lagi riwayatnya dari Mughirah).
Maka Abu Ja’far ini lemah haditsnya
dan hadits qunut subuh yang ia riwayatkan ini adalah hadits yang lemah bahkan
hadits yang mungkar.
Dihukuminya hadits ini sebagai
hadits yang mungkar karena 2 sebab :
Satu : Makna yang ditunjukkan oleh
hadits ini bertentangan dengan hadits shohih yang menunjukkan bahwa Nabi
shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam tidak melakukan qunut kecuali qunut
nazilah, sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَقْنُتُ إِلاَّ إِذَا دَعَا لِقَوْمٍ أَوْ عَلَى قَوْمٍ
“Sesungguhnya Nabi shollallahu
‘alaihi wa a lihi wa sallam tidak melakukan qunut kecuali bila beliau berdo’a
untuk (kebaikan) suatu kaum atau berdo’a (kejelekan atas suatu kaum)” .
Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah 1/314 no. 620 dan dan Ibnul Jauzi dalam
At-Tahqiq 1/460 dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no.
639.
Kedua : Adanya perbedaan lafazh
dalam riwayat Abu Ja’far Ar-Rozy ini sehingga menyebabkan adanya perbedaan
dalam memetik hukum dari perbedaan lafazh tersebut dan menunjukkan lemahnya dan
tidak tetapnya ia dalam periwayatan. Kadang ia meriwayatkan dengan lafazh yang
disebut di atas dan kadang meriwayatkan dengan lafazh :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ قَنَتَ فٍي الْفَجْرِ
“Sesungguhnya Nabi shollahu ‘alahi
wa alihi wa sallam qunut pada shalat Subuh”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu
Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/104 no.7003 (cet. Darut Taj) dan disebutkan
pula oleh imam Al Maqdasy dalam Al Mukhtarah 6/129.
Kemudian sebagian para ‘ulama
syafi’iyah menyebutkan bahwa hadits ini mempunyai beberapa jalan-jalan lain
yang menguatkannya, maka mari kita melihat jalan-jalan tersebut :
Jalan Pertama : Dari jalan Al-Hasan
Al-Bashry dari Anas bin Malik, beliau berkata :
قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمْرَ وَعُثْمَانَ وَأَحْسِبُهُ
وَرَابِعٌ حَتَّى فَارَقْتُهُمْ
“Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa
alihi wa Sallam, Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman, dan saya (rawi) menyangka “dan
keempat” sampai saya berpisah denga mereka”.
Hadits ini diriwayatkan dari Al
Hasan oleh dua orang rawi :
Pertama : ‘Amru bin ‘Ubaid. Dikeluarkan
oleh Ath-Thohawy dalam Syarah Ma’ani Al Atsar 1/243, Ad-Daraquthny 2/40, Al
Baihaqy 2/202, Al Khatib dalam Al Qunut dan dari jalannya Ibnul Jauzy
meriwayatkannya dalam At-Tahqiq no.693 dan Adz-Dzahaby dalam Tadzkiroh Al
Huffazh 2/494. Dan ‘Amru bin ‘Ubaid ini adalah gembong kelompok sesat
Mu’tazilah dan dalam periwayatan hadits ia dianggap sebagai rawi yang matrukul
hadits (ditinggalkan haditsnya).
Kedua : Isma’il bin Muslim Al Makky,
dikeluarkan oleh Ad-Da raquthny dan Al Baihaqy. Dan Isma’il ini dianggap
matrukul hadits oleh banyak orang imam. Baca : Tahdzibut Tahdzib.
Catatan :
Berkata Al Hasan bin Sufyan dalam
Musnadnya : Menceritakan kepada kami Ja’far bin Mihr on, (ia berkata)
menceritakan kepada kami ‘Abdul Warits bin Sa’id, (ia berkata) menceritakan
kepada kami Auf dari Al Hasan dari Anas beliau berkata :
صَلَّيْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى
فَارَقْتُهُ
“Saya sholat bersama Rasulullah
Shollallahu ‘alaihi wa alihi wa Sallam maka beliau terus-menerus qunut pada
sholat Subuh sampai saya berpisah dengan beliau”.
Riwayat ini merupakan kekeliruan
dari Ja’far bin Mihron sebagaimana yang dikatakan oleh imam Adz-Dzahaby dalam
Mizanul I’tidal 1/418. Karena ‘Abdul Warits tidak meriwayatkan dari Auf tapi
dari ‘Amru bin ‘Ubeid sebagaiman dalam riwayat Abu ‘Umar Al Haudhy dan Abu
Ma’mar – dan beliau ini adalah orang yang paling kuat riwayatnya dari ‘Abdul
Warits-.
Jalan kedua : Dari jalan Khalid bin
Da’laj dari Qotadah dari Anas bin M alik :
صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَخَلْفَ عُمَرَ فَقَنَتَ وَخَلْفَ عُثْمَانَ فَقَنَتَ
“Saya sholat di belakang Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam lalu beliau qunut, dan dibelakang ‘umar
lalu beliau qunut dan di belakang ‘Utsman lalu beliau qunut”.
Dikeluarkan oleh Al Baihaqy 2/202
dan Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadi ts wa Mansukhih no.219. Hadits di atas
disebutkan oleh Al Baihaqy sebagai pendukung untuk hadits Abu Ja’far Ar-Rozy
tapi Ibnu Turkumany dalam Al Jauhar An Naqy menyalahkan hal tersebut, beliau
berkata : “Butuh dilihat keadaan Khalid apakah bisa dipakai sebagai syahid
(pendukung) atau tidak, karena Ibnu Hambal, Ibnu Ma’in dan Ad-Daruquthny
melemahkannya dan Ibnu Ma’ in berkata di (kesempatan lain) : laisa bi syay`in
(tidak dianggap) dan An-Nasa`i berkata : laisa bi tsiqoh (bukan tsiqoh). Dan
tidak seorangpun dari pengarang Kutubus Sittah yang mengeluarkan haditsnya. Dan
dalam Al-Mizan, Ad Daraquthny mengkategorikannya dalam rowi-rowi yang matruk.
Kemudian yang aneh, di dalam hadits
Anas yang lalu, perkataannya “Terus-menerus beliau qunut pada sholat Subuh
hingga beliau meninggalkan dunia”, itu tidak terdapat dalam hadits Khal id.
Yang ada hanyalah “beliau (nabi) ‘alaihis Salam qunut”, dan ini adalah perkara
yang ma’ruf (dikenal). Dan yang aneh hanyalah terus-menerus melakukannya sampai
meninggal dunia. Maka di atas anggapan dia cocok sebagai pendukung, bagaimana
haditsnya bisa dijadikan sebagai syahid (pendukung)”.
Jalan ketiga : Dari jalan Ahmad bin
Muhammad dari Dinar bin ‘Abdillah dari Anas bin Malik :
مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْصُبْحِ حَتَّى مَاتَ
“Terus-menerus Rasulullah
Shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa Sallam qunut pada sholat Subuh sampai beliau
meninggal”.
Dikeluarkan oleh Al Khatib dalam Al
Qunut dan dari jalannya, Ibnul Jauzy dalam At-Tahq iq no. 695.
Ahmad bin Muhammad yang diberi gelar
dengan nama Ghulam Khalil adalah salah seorang pemalsu hadits yang terkenal.
Dan Dinar bin ‘Abdillah, kata Ibnu ‘Ady : “Mungkarul hadits (Mungkar
haditsnya)”. Dan berkata Ibnu Hibba n : “Ia meriwayatkan dari Anas bin Malik
perkara-perkara palsu, tidak halal dia disebut di dalam kitab kecuali untuk
mencelanya”.
Kesimpulan pendapat pertama:
Jelaslah dari uraian diatas bahwa
seluruh dalil-dalil yang dipakai oleh pendapat pertama adalah hadits yang lemah
dan tidak bisa dikuatkan.
Kemudian anggaplah dalil mereka itu
shohih bisa dipakai berhujjah, juga tidak bisa dijadikan dalil akan
disunnahkannya qunut subuh secara terus-menerus, sebab qunut itu secara bahasa
mempunyai banyak pengertian. Ada lebih dari 10 makna sebagaimana yang dinukil
oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar dari Al-Iraqi dan Ibnul Arabi.
1) Doa
2) Khusyu’
3) Ibadah
4) Taat
5) Menjalankan ketaatan.
6) Penetapan ibadah kepada Allah
7) Diam
8 ) Shalat
9) Berdiri
10) Lamanya berdiri
11) Terus menerus dalam ketaatan
Dan ada makna-makna yang lain yang
dapat dilihat dalam Tafsir Al-Qurthubi 2/1022, Mufradat Al-Qur’an karya
Al-Ashbahany hal. 428 dan lain-lain.
Maka jelaslah lemahnya dalil orang
yang menganggap qunut subuh terus-menerus itu sunnah.
Dalil Pendapat Kedua
Mereka berdalilkan dengan hadits Abu
Hurairah riwayat Bukhary-Muslim :
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ يَقُوْلُ حِيْنَ يَفْرَغُ مِنْ صَلاَةِ
الفَجْرِ مِنَ الْقِرَاءَةِ وَيُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ
رَأْسَهُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
ثُمَّ يَقُوْلُ وَهُوَ قَائِمٌ اَللَّهُمَّ أَنْجِ اَلْوَلِيْدَ بْنَ الْوَلِيْدِ
وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِيْ رَبِيْعَةَ
وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الْمُُؤْمِنِيْنَ اَللَّهُمَّ اشْدُدْ
وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِيْ يُوْسُفَ
اَللَّهُمَّ الْعَنْ لِحْيَانَ وَرِعْلاً وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ عَصَتِ اللهَ
وَرَسُوْلَهُ ثُمَّ بَلَغَنَا أَنَهُ تَرَكَ ذَلِكَ لَمَّا أَنْزَلَ :
(( لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ أَوْ
يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُوْنَ ))
“Adalah Rasulullah shollallahu
‘alaihi wa alihi wa sallam ketika selesai membaca (surat dari rakaat kedua) di
shalat Fajr dan kemudian bertakbir dan mengangkat kepalanya (I’tidal) berkata :
“Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu, lalu beliau berdoa dalaam
keadaan berdiri. “Ya Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin
Hisyam, ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan orang-orang yang lemah dari kaum mu`minin.
Ya Allah keraskanlah pijakan-Mu (adzab-Mu) atas kabilah Mudhar dan jadianlah
atas mereka tahun-tahun (kelaparan) seperti tahun-tahun (kelaparan yang pernah terjadi
pada masa) Nabi Yusuf. Wahai Allah, laknatlah kabilah Lihyan, Ri’lu, Dzakw an
dan ‘Ashiyah yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian sampai kepada
kami bahwa beliau meningalkannya tatkala telah turun ayat : “Tak ada sedikitpun
campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau
mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim”.
(HSR.Bukhary-Muslim)
Berdalilkan dengan hadits ini
menganggap mansukh-nya qunut adalah pendalilan yang lemah karena dua hal :
Pertama : ayat tersebut tidaklah
menunjukkan mansukh-nya qunut sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Qurthuby
dalam tafsirnya, sebab ayat tersebut hanyalah menunjukkan peringatan dari Allah
bahwa segala perkara itu kembali kepada-Nya. Dialah yang menentukannya dan
hanya Dialah yang mengetahui perkara yang ghoib.
Kedua : Diriwayatkan oleh Bukhary –
Muslim dari Abu Hurairah, beliau berkata :
وَاللهِ لَأَقْرَبَنَّ بِكُمْ صَلاَةَ رَسُوْلِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ
يَقْنُتُ فِي الظُّهْرِ وَالْعِشَاءِ الْآخِرَةِ وَصَلاَةِ الْصُبْحِ
وَيَدْعُوْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَيَلْعَنُ الْكُفَّارَ.
Dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu
beliau berkata : “Demi Allah, sungguh saya akan mendekatkan untuk kalian cara
shalat Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam. Maka Abu Hurairah
melakukan qunut pada shalat Dhuhur, Isya’ dan Shubuh. Beliau mendoakan kebaikan
untuk kaum mukminin dan memintakan laknat untuk orang-orang kafir”.
Ini menunjukkan bahwa qunut nazilah
belum mansu kh. Andaikata qunut nazilah telah mansukh tentunya Abu Hurairah
tidak akan mencontohkan cara sholat Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam
dengan qunut nazilah .
Dalil Pendapat Ketiga
Satu : Hadits Sa’ad bin Thoriq bin
Asyam Al-Asyja’i
قُلْتُ لأَبِيْ : “يَا أَبَتِ إِنَّكَ صَلَّيْتَ خَلْفَ
رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وآله وسلم وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ
وَعُثْمَانَ وَعَلِيَ رَضِيَ الله عَنْهُمْ هَهُنَا
وَبِالْكُوْفَةِ خَمْسَ سِنِيْنَ فَكَانُوْا بَقْنُتُوْنَ
فيِ الفَجْرِ” فَقَالَ : “أَيْ بَنِيْ مُحْدَثٌ”.
“Saya bertanya kepada ayahku :
“Wahai ayahku, engkau sholat di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa
alihi wa sallam dan di belakang Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu
‘anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada
sholat subuh ?”. Maka dia menjawab : “Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh)
adalah perkara baru (bid’ah)”. Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i
no.1080 dan dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472 dan 6/394,
Ath-Thoy alisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101 no.6961,
Ath-Thohawy 1/249, Ath-Thobarany 8/no.8177-8179, Ibnu Hibban sebagaimana dalam
Al-Ihs an no.1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul
Jauzy dalam At-Tahqiq no.677-678 dan Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kam al dan
dishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan syeikh Muqbil
dalam Ash-Shohih Al-Musnad mimma laisa fi Ash-Shoh ihain.
Dua : Hadits Ibnu ‘Umar
عَنْ أَبِيْ مِجْلَزِ قَالَ : “صَلَّيْتُ مَعَ اِبْنِ عُمَرَ
صَلاَةَ الصُّبْحِ فَلَمْ يَقْنُتْ”. فَقُلْتُ : “آلكِبَرُ
يَمْنَعُكَ”, قَالَ : “مَا أَحْفَظُهُ عَنْ أَحَدٍ مِنْ
أَصْحَابِيْ”.
” Dari Abu Mijlaz beliau berkata :
saya sholat bersama Ibnu ‘Umar sholat shubuh lalu beliau tidak qunut. Maka saya
berkata : apakah lanjut usia yang menahanmu (tidak melakukannya). Beliau
berkata : saya tidak menghafal hal tersebut dari para shahabatku”. Dikeluarkan
oleh Ath-Thohawy 1246, Al-Baihaqy 2213 dan Ath-Thabarany sebagaimana dalam
Majma’ Az-Zawa’id 2137 dan Al-Haitsamy berkata :”rawi-rawinya tsiqoh”.
Ketiga : tidak ada dalil yang shohih
menunjukkan disyari’atkannya mengkhususkan qunut pada sholat shubuh secara
terus-menerus.
Keempat : qunut shubuh secara
terus-menerus tidak dikenal dikalangan para shahabat sebagaimana dikatakan oleh
Ibnu ‘Umar diatas, bahkan syaikul islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al-Fatawa
berkata : “dan demikian pula selain Ibnu ‘Umar dari para shahabat, mereka
menghitung hal tersebut dari perkara-perkara baru yang bid’ah”.
Kelima : nukilan-nukilan orang-orang
yang berpendapat disyari’atkannya qunut shubuh dari beberapa orang shahabat
bahwa mereka melakukan qunut, nukilan-nukilan tersebut terbagi dua :
1) Ada yang shohih tapi tidak ada
pendalilan dari nukilan-nukilan tersebut.
2) Sangat jelas menunjukkan mereka
melakukan qunut shubuh tapi nukilan tersebut adalah lemah tidak bisa dipakai
berhujjah.
Keenam: setelah mengetahui apa yang
disebutkan diatas maka sangatlah mustahil mengatakan bahwa disyari’atkannya
qunut shubuh secara terus-menerus dengan membaca do’a qunut “Allahummahdinaa fi
man hadait…….sampai akhir do’a kemudian diaminkan oleh para ma’mum, andaikan
hal tersebut dilakukan secara terus menerus tentunya akan dinukil oleh para
shahabat dengan nukilan yang pasti dan sangat banyak sebagaimana halnya masalah
sholat karena ini adalah ibadah yang kalau dilakukan secara terus menerus maka
akan dinukil oleh banyak para shahabat. Tapi kenyataannya hanya dinukil dalam
hadits yang lemah.
Demikian keterangan Imam Ibnul
qoyyim Al-Jauziyah dalam Z adul Ma’ad.
Kesimpulan
Jelaslah dari uraian di atas
lemahnya dua pendapat pertama dan kuatnya dalil pendapat ketiga sehingga
memberikan kesimpulan pasti bahwa qunut shubuh secara terus-menerus selain
qunut nazilah adalah bid’ah tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para
shahabatnya. Wallahu a’lam.
Silahkan lihat permasalahan ini
dalam Tafsir Al Qurthuby 4/200-201, Al Mughny 2/575-576, Al-Inshof 2/173, Syarh
Ma’any Al-Atsar 1/241-254, Al-Ifshoh 1/323, Al-Majmu’ 3/483-485, Hasyiyah
Ar-Raud Al Murbi’ : 2/197-198, Nailul Author 2/155-158 (Cet. Darul Kalim Ath
Thoyyib), Majm u’ Al Fatawa 22/104-111 dan Zadul Ma’ad 1/271-285.
(Imron Lutfi bin Abdurrahman Al
Jambary)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar