Selasa, 12 Juli 2016
Pengaruh Liberalisme dalam Kultur Pemikiran Nahdliyyin
Sabtu, 09 Juli 2016
ETIKA dalam Bermadzhab
Selasa, 05 Juli 2016
Shalat Tarawih Selama lebih 1000 tahun di Masjid Madinah
الحمد لله نحمده و نستعينه و نستغفره و نعذباالله منشرور انفسنا و سئات اعمالنا من يهد الله فلا مضل له و من يضلله فلا هادى له اشهد ان لااله الا الله وحده لاشريك له و اشهد ان محمدا عبده و رسوله لا نبى بعده اللهم صل على محمد بن عبد الله و على اله و اصحابه و من و الاه.
SHALAT TARAWIH DI JAMAN SAYYIDINA ABU BAKAR
, untuk itu tidak banyak perubahan yang berarti dalam pelaksanaan shalat tarawih.SHALAT TARAWIH PADA JAMAN SAYYIDINA UMAR RADHIALLAHU
SHALAT TARAWIH DI JAMAN SAYYIDINA UTSMAN DAN ALI RADHIALLAHU 'ANHUMA
SHALAT TARAWIH PADA JAMAN IMAM EMPAT
A. Imam Malik, Imam Darul Hijrah
Shalat Tarawih pada abad ketiga sampai dengan abad enam
SHALAT TARAWIH PADA ABAD KE IIIV, IX, X, XI DAN XII
SHALAT TARAWIH PADA ABAD XIII, XIV DAN ABAD XV
Abad ke tiga belas adalah merupakan tahun-tahun terakhir pemerintahan Turki
SHALAT TARAWIH PADA ABAD KELIMA BELAS
- Imam untuk hakim dan pengikutnya
- Imam untuk tuan qadi, penulis dan angota-anggotanya
- Imam untuk orang-orang agwat
- Imam untuk imam mufti
- Imam untuk komandan tentara
- Imam untuk keluarga
yaitu di gang antara kamar Nabi
dengan tempat ahli suffah. Imam untuk orang perempuan shalat bersama mereka di dalam qofas yaitu tempat yang berdindingkan kayu guna menghalangi orang yang melihat, memanjang disebelah timur dari bab nisa’ ke utara sampai bab majidi, waktu itu berada dibagian belakang masjid, sebelah timur seluruhnya. Tinggi dinding kira-kira tiga meter, tidak seorangpun diperbolehkan masuk kecuali orang-orang perempuan dan anak-anak kecil serta orang-orang agwat bila ada keperluan. Qofas ini sekarang suadah ditiadakan.
BERSAMBUNG KE SHALAT TARAWIHNAY SYEIKH HARAM (MASJID NABAWI)
Back to The Title
SHALAT TARAWIHNYA SYEIKH HARAM (MASJID NABAWI)
SHALAT TARAWIH DI MASA PEMERINTAHAN SAUDI
Pembahasan Tentang Hataman di Masjid Nabawi pada waktu Sekarang
mempunya arti sendiri bagi seluruh dunia Islam,Pembahasan Masalah Imam dan Witir yang terjadi di Masjid Nabawi masa pemerintahan Saudi menurut Syeikh Athiyyah Salim
- Mengapa imam dijadikan satu, padahal sebelumnya banyak sesuai dengan banyaknya madzhab? Disatukan dalam madzhab apa? Perlu diketahui bahwa imam-imam itu seluruhnya mengambil sumber dari Al Qur’an dan Al Hadits.
- Apa sebab para pengikut Imam Hanafi menyendiri dalam shalat witir, sedang dalam shalat tarawih, fardhu dan shalat malam mereka bersatu dan bersama imam biasa
yang merupakan sumber persatuan dan kiblat ummat serta sebagai contoh.
Dalam hukum.
Orang-orang Hanafi mengatakan wajib, sedang jumhur (kebanyakan ulama) manyatakan sunnah mu’akkad (sunnah yang dikuatkan) tetapi perlu diperhatikan bahwa istilah wajib bagi orang-orang Hanafi tidak sama dengan istilah wajib bagi jumhur ulama. Yang jelas bahwa wajib bagi orang-orang Hanafi adalah dibawah fardhu diatas sunnah maka tidak perlu adzan dan bagi yang meninggalkan tidak dianggap kafir.Dalam bilangan rakaat.
Madzhab Hanafi mengerjakan tiga rakaat atau lebih, tidak boleh kurang dari tiga rakaat sedang jumhur boleh dengan satu rakaat. Tetapi mereka semua sepakat bahwa batas paling banyak adalah tiga belas rakaat, hanya berbeda dalam pelaksanaan bagi madzhab Hanafi harus dijadikan satu salam.Cara mengerjakannya.
Kalau tiga rakaat madzhab Hanafi berpendapat harus dijadikan satu takbiratul ihram dan satu salam sedang di tengah-tengah harus ada tasyahhud persis shalat Maghrib. Sedang bagi jumhur dipecah; dua rakaat satu salam dan ditambah satu rakaat satu salam.Tempat qunut.
Madzhab Hanafi berqunut sebelum ruku’ dalam berdo’a dengan suara pelan, mereka bertakbir sebagai tanda perpindahan antara selesai membaca ke do’a, sedang madzhab Hambali dan Syafi’i berqunut setelah ruku’ dan dalm berdo’a dengan suara keras.
- Tidak ikut salam pada rakaat kedua kemudian mengikuti imam pada rakaat ketiga, hal ini dengan dasar bahwa salam imam tidak memutuskan shalat karena pada waktu itu tempat ijtihad dan berarti dia mengikuti imam sampai selesai.
- Tidak mengikuti waktu salam pada rakaat kedua tetapi terus menyelesaikan sendiri rakaat ketiganya.
. Hal ini menimbulkan dampak negatif terutama bagi orang awam, setelah shalat witir besama imam yang biasa kemudian mereka melihat orang-orang Hanafi shalat witir lagi, mereka menyangka bahwa pekerjaan orang-orang Hanafi itu termasuk tambahan sunnah dalam bulan Ramadhan dan di masjid yang mulia itu. Akhirnya merekapun ikut shalat witir lagi dengan orang-orang Hanafi, dengan demikian mereka shalat witir dua kali karena tidak mengerti bahwa perbuatan seperti itu dilarang oleh Rasul dalam sabdanya: ”Tidak boleh ada dua witir dalam satu malam.”
dari awal sampai sekarang (1390 H.) shalat tarawih hanya terbatas pada delapan rakaat atau kurang dari 20 rakaat ataukah selama 14 abad shalat tarwih itu antara 20 rakaat sampai 40 rakaat ? Apakah pernah dengar, mereka yang telah tinggal dan beriman sebelumnya atau dengan kata lain yang sudah meninggalkan kita dengan iman meski seorangpunberkata, ”Shalat tarawih tidak boleh lebih dari delapan rakaat dengan dalih hadits Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa Rasulullah
tidak pernah shalat lebih dari 8 rakaat ?” ”Atau mereka memahami nas-nas yang mutlak, tidak terbatas dan nas-nas lebih bersungguh-sungguh pada bulan Ramadhan dari bulan yang lain dan pada malam 20-an lebih dari yang lain, dan malam 20-an mempunyai keistimewaan dari yang lain ?” Ataukah mereka mengerjakan apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar, Ustman dan Ali di tengah-tengah para sahabat radhiallahu ‘anhum yang meraka mekihat dan menyaksikan kehidupan Rasulullah
serta sejaman dengan Sayyidah Aisyah radhiallahu ‘anha dan mereka melihat cara Sayyidah Aisyah shalat dan bagaimana beliau menjadikan para pemuda yang pandai membaca Al Qur’an sebagai imam dalam shalat tarawih ?” ”apakah ini semua menunjukkan bahwa shalat tarawih itu 8 rakaat atau yang lain???”
yang shalat tarawih dengan jama’ah hanya 8 rakaat maka sedikitnya bisa kita katakana kepada mereka yang tidak membolehkan shalat tarawih lebih dari 8 rakaat dan mereka tidak mau menyimpan pendapatnya untuk dirinya dan mengajak orang lain, kita katakana, ”Sesungguhnya mengikuti umat dari jaman khulafaurrasyidin radhiallahu ‘anhum sampai sekarang dan melakukan yang sesuai dengan mereka pada abad pertama sampai sekarang lebih baik dari pada menentangnya dan berbeda dengan mereka, terutama bagi mereka yang shalat di masjid Nabi, sesuai dengan hadits Abu Dzar pada kitab-kitab Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi juga yang terdapat pada kitab Baihaqi yang nasnya, ”Kami berpuasa Ramadhan bersama Rasulullah
dan beliau tidak pernah tarawih shalat tarawih bersama kami sepanjang bulan sampai datang malam ke-23, Rasulullah
bersama kita sampai pertiga malam, pada malam ke-24 tidak shalat bersama kami lagi dan pada malam ke-25 beliau
shalat bersama kami sampai tengah malam, maka kami waktu itu berkata, “Wahai Rasulullah, alangkah senangnya kalau disunnahkan juga sisa malam itu (sampai pagi).” Maka Rasulullah
menjawab: “Sesungguhnya seorang yang shalat yang bersama imam sampai selesai maka Allah juga menuliskan sisa malamnya.” Rasulullah
menjadikan shalat malam bersama imam sampai selesai seperti shalat sepanjang malam dan Rasulullah
tidak memberi batas bagi imam, juga tidak menentukan bilangannya.
BERSAMBUNG KE Shalat Tarawih dalam Madzhab Empat
Back to The Title
SHALAT TARAWIH DALAM MADZHAB EMPAT
sampai abad ke 14SHALAT TARAWIH MENURUT MADZHAB HANAFI
SHALAT TARAWIH MENURUT MADZHAB SYAFI'I
menganjurkan untuk qiyam ramadhan tanpa memerintahkan dengan dengan sungguh (pasti) dan bersabda:مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
shalat bersama mereka hanya beberapa malam, kemudian tidak shalat bersama mereka lagi. Bagi madzhab pertama, ketidak-hadiran Rasulullah
melakukan shalat bersama mereka karena khawatir dianggap wajib atas mereka dan diriwayatkan bahwa Rasulullah
bersabda, “Saya takut kalau diwajibkan atas kamu dan kamu tidak mampu melaksanakannya.”
shalat maka diikuti oleh orang-orang , beberapa malam kemudian tidak. Dan hadits; “Saya takut diwajibkan atas kamu”, keduanya diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Sedang kata-kata tanpa memerintahkan dengan sungguh-sungguh (pasti) artinya tanpa mewajibkan tetapi berupa anjuran dan menyunnahkan dengan menyebutkan fadhilahnya. Kata-kata penuh dengan iman artinya mempercayai bahwa itu haq (benar) dan kata-kata mengharap ridha Allah artinya mengerjakan karena Allah bukan untuk riya’ (sombong)
, sedang selain mereka tidak.” Al Qadi Abu Thayib dalam komentarnya bahwa Imam Syafi’i berkata, “Selain orang Madinah tidak boleh mengikuti dan menyamai orang-orang Mekkah.”
:فَصَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِي بُيُوتِكُمْ فَإِنَّ أَفْضَلَ صَلَاةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ
terhadap mereka yangbermakmum di belakang beliau dan permintaan mereka agar ditambah sampai akhir malam dan lain-lainnya yang saling menguatkan.
BERSAMBUNG KE Shalat Tarawih Menurut Madzhab Hambali
Back to The Title
NoteFood:



















