حيات الدنيا حيات قليلة فلا تلغ حياة أبدية

Selasa, 05 Juli 2016

SHALAT TARAWIH MENURUT MADZHAB HAMBALI



Dikatakan bahwa Qiyam Ramadhan adalah 20 rakaat yakni tarawih, hukumnya sunnah mu’kkad, yang pertama menyunahkan adalah Rasulullah [1]
Abu Hurairah, “Rasulullah menganjurkan untuk qiyam Ramadhan dengan tidak menyuruh dengan sungguh-sungguh.”

Rasulullah bersabda;


مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa yang menunaikan (shalat pada malam) Ramadlan dengan penuh keimanan dan mengharap (pahala dari Allah), maka dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni." (Mutafaqun ‘alayhi)

Dan sayyida Aisyah radhiallahu ‘anha berkata, “Nabi pada suatu malam shalat di masjid, maka banyaklah orang bermakmum di belakngnya. Pada malam berikutnya shalat lagi sedang orang-orang sudah banyak sekali, kemudian pada malam ketiga atau keempat orang-orang berkumpul, tapi Rasulullah tidak hadit, setelah subuh Rasulullah bersabda, “Saya tahu apa yang kalian kerjakan, tidak ada yang menghalangiku untuk keluar kecuali saya takut diwajibkan atas kamu.” Dikatakan hal itu pada bulan Ramadhan, keduanya diriwayatkan oleh Muslim.

Dari Abu Dzar: Kita berpuasa dengan Rasulullah pada bulan Ramadhan, beliau tidak shalat qiyam bersama kita kecuali setelah kurang tujuh malam beliau shalat bersama kita sampai sepertiga malam, ketika kurang enam malam beliau tidak shalat bersamam kita, tetapi ketika kurang lima malam beliau shalat bersama kita sampai tengah malam, maka saya bertanya, “Wahai Rasulullah, alangkah senangnya kalau disunnahkan juga sampai pagi”, ketika kurang empat malam bekiau tidak bersama kita lagi dan ketika kurang tiga malam beliau mengumpulkan keluarganya, istri-istrinya dan orang-orang kemudian shalat tarawih bersama kita selam sisa bulan.” (HR. Abu Dawud, Atsram dan Ibnu Majah)

Dari Abu Hurairah; Rasulullah keluar, tahu-tahu orang-orang pada bulan Ramadhan shalat tarawih dibagian masjid maka beliau bertanya, “Ada apa mereka ?” dijawab, “Mereka itu orang-orang yang tidak hafal Al Qur’an, sedang Ubay shalat bersama mereka dan mereka bermakmum”, maka Nabi berkata, “Mereka benar, apa yang mereka lakukan bagus.” (HR. Abu Dawud dan juga diriwayatkan oleh Muslim bin Khalid, tetapi hadits ini dha’if)

Dan tarawih dinisbahkan kepada sayyidina Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu karena dialah yang mengumpulkan orang-orang pada Ubay bin Ka’ab, maka dialah yang mengimami mereka. Abd Rahman bin Abd Qari’ berkata, “Saya keluar bersam Umar bin Khattab pada suatu malam Ramadhan, tahu-tahu orang-orang berpencar-pencar, ada yang shalat sendirian , ada yang dimakmumi oleh beberapa orang. Maka sayyidina Umar berkata, “Saya berpendapat kalau saya kumpulkan pada satu imam akan lebih baik.” Akhirnya ia mengumpulkan mereka pada Ubay bin Ka’ab. Kemudian pada malam lain saya keluar lagi bersamanya, sedang orang-orang bermakmum pada imamnya, maka Sayyidina Umar berkata, ”Inilah bid’ah yang baik, waktu mereka tidur lebih bauk daripada waktu mereka bangun, yang dimaksud adalah akhir malam, sedang orang-orang tarawih pada awal malam.” (HR. Bukhari)

Yang dipilh bagi Abu Abdillah dalm shalat tarawih 20 rakaat, ini juga pendapat Tsauri, Abu Hanifah dan Syafi’i, sedang Malik berpendapat 36 rakaat, dia mengatakan bahwa hal ini suatu yang lama, maka harus berpedoman pada apa yang dikerjakan oleh penduduk Madinah karena Shalih maula Tau’amah berkata, “Saya dapati orang-orang melakukan shalat tarawih dengan 41 rakaat termasuk 5 rakaat witir.” Bagi kita bahwa sayyidina Umar radhiallahu ‘anhu ketika mengumpulka orang-orang pada Ubay bin Ka’ab dan dia mengimami mereka dengan 20 rakaat tida qunut kecuali setelah setengah bulan dan bila datang malam dua puluhan ayah saya tidak ikut dan shalat di rumah, maka orang-orang mengatakan bahwa ayahku melarikan diri. (HR. Abu Dawud dan Saib bin Yazid, Saib meriwayatkan dari banyak jalan). Malik meriwayatkan bahwa Yazid bin Ruman berkat, “Orang-orang pada jaman sayyidina Umar tarawih pada bulan Ramadhan sengan 20 rakaat.”

Hal ini seakan-akan ijma’, tentang apa-apa yang diriwayatkan oleh Shalih itu dha’if (lemah) kemudian tidak jelas siapa yang dimaksud dengan orang-orang yang dikatakannya, mungkin saja ia mekihat sekelompok orang melakukan itu. Hal itu tidak bisa dijadikan hujjah, kemudian kalau memang betul orang Madinah semua melakukannya tentu apa yang dikerjakn oleh sayyidina Umar dan ijma’ para sahabat pada jamannya lebih utama untuk diikuti. Sebagian ahli ilmu mangatakan, “Orang-orang Madinah melakukan hal itu hanya karena ingin menyamai orang-orang Mekkah.” Orang-orang Mekkah berthawaf tujuh kali diantara setiap dua tarawih maka orang-orang Madinah mengganti thawaf dengan shalat empat rakaat. Sedang apa yang dikerjakan oleh sahabat rasul lebih utama dan lebih berhak kita ikuti.

Yang dipilih oleh Abu Abdillah adalah mengerjakannya dengan berjama’ah, dia berkata dalam riwayat Yusuf bin Musa; “Jama’ah dalam tarawih lebih utama (afdhal), kalau ada orang yang mempunyai pengaruh bertarawih di rumahnya, saya takut orang-orang akan mengikutinya shalat tarawih di rumahnya, sedangkan dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Nabi bersabda, ”Ikutilah para khalifah”. Dan diriwayatkan bahwa sayyidina Umar melakukannya dengan jama’ah. Pendapat ini juga dianut oleh Musni, Ibnu Abd Hakim dan sebagian besar pengikut Abu Hanifah. Imam Ahmad berkata, “Jabir, Ali dan Abdullah mereka mengerjakan shalat tarawih dengan jama’ah.”

At Thahawi berkata, “Mereka yang shalat tarawih sendirian harus memperhatikan agar masjid tidak sepi dari shalat tarawih.” Diriwayatkan bahwa Laits bin Saad juga berpendapat seperti itu. Malik dan syafi’i berkata, ”Qiyam Ramadhan (tarawih) di rumah bagi yang kuat lebih kami senangi.” Diriwayatkan bahwa Zaid bin Tsabit berkata, ”Rasulullah menyendiri dalam kamar dengan sehelai tikar, lalu Rasulullah keluar dari rumahnya, maka banyak orang yang membuntutinya dan bermakmum kepadanya.” Kemudian pada malam berikutnya merekapun datang lagi, tetapi Rasulullah tidak hadir, maka mereka dengan suara keras memanggil dan mengtuk pintu, maka Rasulullah keluar menemui mereka dengan marah seraya berkat, ”Kalian masih terus melakukan sampai saya mewajibkannya ? Saya khawatir kalau-kalau kalian tidak melaksanakannya, maka shalat seseorang paling baik adalah di rumahnya kecuali shalat fardhu.” (HR. Muslim)

Menolak hal itu adalah ijma’ para sahabat dan perbuatan Nabi mengumpulkan keluarga pada hadits Abu Dzar, juga bersabda beliau , ”Sesungguhnya suatu kaum bila shalat tarawih bersam imam sampai selesai maka Allah akan menulis bahwa mereka shalat satu malam.”

Hal itu khusus untuk shalat tarwih maka hadits-hadits yang mereka jadikan hujjah dipahamkan kepada umumnya. Sedang sabda Nabi itu dengan alasan karena khawatir diwajibkan bagi mereka, untuk itulah Nabi meninggalkan shalat bersama mereka. Kalau dikatakan bahwa sayyidina Ali tidak pernah shalat qiyam bersama para sahabat, maka kita katakana telah diriwayatkan oleh Abu Abd Rahman As Salmi bahwa sayyidina Ali radhiallahu ‘anhu shalat tarawih bersama mereka pada bulan Ramadhan. Dan dari Ismail bin Ziad, “Pada bulan Ramadhan sayyidina Ali lewat di masjid, di dalam masjid dipasang lampu-lampu, maka dia berkata, “Allah telah memberikan cahaya pada masjid-masjid kita.” (HR. atsram dan Marwizi)

Ahmad rahimahullah berkata, “Imam pada shalat tarawih di bulan Ramadhan supaya membaca bacaan yang meringankan makmum, bukan yang memberatkan,apalagi di malam-malam yang pendek.” Hal ini disesuaikan dengan kemampuan mereka. Al Qadi berkata, “Tidak disukai (tidak mustahab) membaca kurang dari hataman dalam satu bulan, agar orang-orang mendengar seluruh isi Al Qur’an dan tidak disukai juga membaca lebih dari satu hataman karena akan memberatkan para makmum, keadaan makmum lebih diutamakan. Kalau para jama’ah menghendaki bacaan yang panjang maka hal itu lebih afdhal.” Seperti yang diriwayatkan bahwa Abu Dzar berkata, “Kita shalat tarawih bersama Rasulullah sampai kita khawatir akan tertinggal sahur.” Dulu para salaf memanjangkan bacaan shalat sampai sebagian diantara mereka takut terbit fajar, sedang imam di dalamnya membaca dua ratus ayat.”

Abu Dawud berkata, “Saya mendengar Ahmad mengatakan, “Suatu yang menyenangkan hati saya bila ada orang shalat tarawig dan witir bersama imam.” Nabi bersabda, “Sesungguhnya seseorang bila shalat qiyam bersama imam sampai selesai maka ditulis juga sisa malamnya.” Dan Ahmad juga shalat tarawih dan witir bersama orang-orang. Al Atsram berkata, “Saya diberitahu oleh yang mengimami pada bulan Ramadhan bahwa dia (Ahmad) shalat tarawih dan witir bersama orang-orang dan imampun mengatakan bahwa mereka menanti sampai dia bangun, seakan mereka mengikuti hadits Abu Dzar yang berbunyi, “Bila seseorang shalat tarawih bersama imam sampai selesai (kembali) ditulis untuknya sisa malamnya.”

Abu Dawud berkata, “Ahmad ditanya tentang orang-orang yang shalat tarawih pada bulan Ramadhan dengan lima tarawih, tanpa istirahat di antara setiap shalat tarawih.” Dia menjawab, “Tidak apa-apa.” Ketika ditanya mengenai seseorang bila dalam satu shalat tarawih hanya mendapatkan dua rakaat, apakah harus menambahkan dua rakaat lagi ? Ahmad tidak berpendapat seperti itu. Dan dia berkata, “Itu sunnah.” Ahmad ditanya, “Bolehkah kita mengakhirkan shalat tarawih pada akhir malam ?” Dijawab, “Tidak, sunnah dan kebiasaan orang Islam lebih saya sukai.”

Pasal Tentang Sunnah antara Tarawih


Abu Abdillah memakruhkan shalat sunnah diantara dua shalat tarawih, dikatakan hal ini dari tiga sahabat Rasulullah yakni Ubadah, Abu Darda’ dan Uqbah bin Amir. Dikatakan pada Abu Abdullah bahwa hal itu keringanan (rukhshah) untuk sebagian sahabat. Dijawab, “Hal itu salah hal ini juga dari Hasan dan Said bbin Jubair.” Ahmad berkata, “Shalat sunnah setelah shalat fardhu, bukan shalat sunnah antara tarawih.” Al Atsram meriwayatkan dari Abu Darda’ bahwa ia melihat sekelompok orang melakukan shalat diantara tarawih, maka dia berkata, “Apakah kamu shalat sedang imam ada didepanmu? Tidak ada diantara kita yang tidak senang pada kita dan dia berkata, karena bodohnya orang itu dia tidak mau dikatakan bereda di masjid tetapi tidak shalat.”

(pasal)


Tentang setelah itu yaitu shalat sunnah lain setelah shalat tarawih dengan berjama’ah, atau shalat tarawih dengan jama’ah lain. Maka menurut Ahmad; tidak apa-apa karena itulah Anas bin Malik berkata, “Mereka tidak pulang karena ada kesesuaian dengan yang mereka harapkan, atau karena sesuatu yang patut mereka harus berhati-hati dan dia (Malik) berpendapat tidak apa-apa. Muhammad bin Hakam mengatakan bahwa dia (Ahmad) pernah mengatakan bahwa hal itu makruh, hanya saja pendapat lama, sedang yang dikerjakan adalah yang diriwayatkan oleh jama’ah (banyak orang)
Abu Bakar berkata, “Shalat sampai tengah malam atau samapi akhir malam, tidak satu riwayatpun yang memakruhkannya.” Yang menimbulkan perselisihan didalamnya adalah mereka yang kembali sebelum tidur, yang shahih (betul) adalah tidak makruh, karena hal itu kebaikan dan ketaatan, mengapa dimakruhkan ? Seperti kalau diakhirkan sampai akhir malam.

Pasal Tentang Do’a Hataman Al Qur’an dan Mengangkat Tangan


Fadl bin Ziyad berkata, “Saya bertanya pada Abdullah mengenai hataman Al Qur’an diletakkan didalam shalat witir atau didalam shalat tarawih.” Ia menjawab, “Taruhlah dalam shalat tarawih, sehingga kita mempunyai doa antara keduanya.” Saya bertanya pula, “Bagaiman saya harus mengerjakan?” Dijawab, “Kalau engkau selesai dari akhir Al Qur’an maka angkatlah tanganmu sebelum ruku’ dan berdo’alah bersama kita dalam keadaan shalat dan lamakanlah berdiri.” Kemudian saya bertnay lagi, “Denagn apa saya berdo’a?” Terserah kamu.” Jawabnya. Maka saya kerjakan seperti yang diperintahkannya, sedang dia berdiri di belakang saya berdo’a dan mengangkat tangannya.

Hambal berkata, “Saya mendengar Ahmad berkata dalam hataman Al Qur’an, “Bila kamu selesai membaca Qul a’udzu birabbinnas maka angkatlah dua tanganmu dalam do’a sebelum ruku’.” Saya berkata, “Madzhab apa yang dipakai dalam masalah ini?” Dijawabnya, “Saya melihat orang-orang Mekkah melakukannya.”
Dan Sofyan bin Uyainah mengerjakannya bersama mereka di Mekkah. Abbas bin Abd Adzim, “Begitu saya lihat orang-orang di Bashrah.” Diriwayatkan oleh orang-orang Madinah dalam hal ini dan disebutkan dari sayyidina Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.

(pasal)


Teman-teman kita berselisih pendapat tentang shalat tarawih pada malam yang masih diragukan (sudah masuk Ramadhan apa belum), diriwayatkan dari Qadi, bahwa masalah ini pernah terjadi pada waktu jaman Syiekh kita Abu Abdillah, maka beliau shalat juga Qadi Abu Ya’la. Nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan puasanya dan saya menyunnahkan qiyamnya.” Maka beliau menjadikan qiyam bersama puasa.”

Abu Hafs Al Akbari berpendapat mengenai meninggalkan qiyam (tarawih) sebagai berikut, “Tempat kembali dalam masalah puasa adalah hadits Ibnu Umar dan pekerjaan sahabat serta tabi’in.” Belum pernah diriwayatkan bahwa mereka melakukan shalat tarawih pada malam seperti itu. Pendapat ini juga dianut oleh orang-orang Tamimi, karena yang asli adalah tetapnya Sya’ban , kita melakukan puasa hanya karena berhati-hati, sedang shalat tarawih tidak mewajibkan maka tetap pada asalnya.

(pasal)


Abu Thalib bertanya pada Ahmad, “Sesudah membaca Qul a’udzu birabbinnas, bolehkah membaca sedikit surat A l Baqarah?” Dijawabnya, “Tidak, tidak disenangi (mustahab) untuk menyambung hatamnya dengan sedikit membaca surat Al Baqarah.”
Mungkin karena tidak pernah ada dalam masalah ini atsar yang shahih yang bisa dijadikan pedoman.

Abu Dawud berkata, “Saya sampaikan ucapan Ibnul Mubarah kepada Ahmad, “Bila musim dingin maka hatamkanlah Al Qur’an pada awal malam dan bila musim panas maka hatamkanlah pada awal siang.”
Seakan-akan dia tampak senang, karena ada riwayat dari Thaha bin Musyrif yang menyebutkan bahwa mereka menyukai hataman pada awal malam dan awal siang, bila hataman pada wal siang malaikat bershalawat kepadanya sampai sore.

Pembukaan Bacaan pada Awal Bulan Ramadhan


Pengarang kitab Al Fuzu’ juz 1 halaman 420 menyebutkan bahwa Ahmad lebih suka membaca surat Al Qalam dalam shalat tarawih, surat itu adalah pertama yang diturunkan, sedang yang paling akhir adalah surat Maidah, sesudah berdiri dari sujud beliau membaca surat Al Baqarah.
Ibrahim bin Muhammad bin Haris meriwayatkan, “Dia membacanya pada waktu akhir Isya’.” Syeikh kita berkata, “Dia lebih baik, dan berdo’a untuk hataman sebelumruku’ pada rakaat terakhir dan mengangkat kedu tangannya serta memanjangkan do’a dan setelah itu memberikan nasihat.

Macam-macam bentuk yang dilakukan oleh salaf dalam shalat tarawih


  1. Yang dikerjakan sayyidina Umar yakni mengumpulkan orang-orang pada shalat tarawih.
  2. Apa yang diriwayatkan dari Su’bah dari Asy’ah bin Salim; Saya dapati orang-orang di masjid kita pada bulan Ramadhan diimami oleh satu imam, mereka shalat dibelakang imam itu dan ada sebagian shalat sendiri-sendiri dibeberapa bagian dari masjid. Saya melihat mereka melakukan itu pada jaman Ibnu Zubair di masjid Madinah.
  3. Apa yang dikerjakan oleh Ubay radhiallhu ‘anhu pada jaman rasulullah dan setelahnya kadang-kadang ia menjadi imam untuk orang perempuan di rumahnya, kemudian menjadi imam pada jaman sayyidina Umar dan waktu itu Ibnu Hurmuz yang termasuk qurro’ menjadi imam untuk keluarganya di rumah.
  4. Apa yang dilakukan oleh para qurro’. Dari Syu’bah dari Ishaq bin Suwaid, dia mengumpulkan para qurro’ di Bani Adi pada bulan Ramadhan, imam shalat berjema’ah sedang mereka (qurro’) shalat sendiri-sendiri. Mungkin mereka melakukan hal itu untuk memperbaiki hafalannya. Seperti itu juga yang dilakukan oleh Said bin Jubair, ia shalat sendirian di masjid.
  5. Yang kadang-kadang shalat di masjid dan kadang-kadang shalat di rumah. Malik berkata, “Umar bin Husain termasuk ahli fadhilah dan fiqh serta ahli ibadah, saya pernah diberi tahu oleh seseorang, dia mendengar bahwa Umar pada bulan Ramadhan setiap hari membaca Al Qur’an. Kemudian ditanya pada orang itu, “Apa setiap hari hatam?” dijawab, “Ya.” Dan dia pada bulan Ramadhan setiap setelah Isya’ lalu pulang, bila tiba malam kedua puluh tiga dia shalat tarawih bersama orang-orang dan tidak pernah tarawih bersama mereka kecuali malam itu.” Dia pernah ditanya, “Wahai Abu Abdillah, apakah orang itu menghatamkan Al Qur’an setiap malam?” dijawab, “Alangkah baiknya hal itu, sesungguhnya Al Qur’an itu menuntun kea rah kebaikan.
  6. Qabishah berkata, “Sofyan shalat di belakng saya satu tarawih, kemudian shalat sendirian, suaranya dikeraskan ketika mengucapkan bacaan saya setelah itu dia shalat dia shalat dibelakang saya satu tarawih, kemudian mengambil saldalnya tanpa menanti witir. Yahya bin Ayyub berkata, “Saya melihat Yahya bin Sa’ld shalat Isya’ di masjid dengan imam pada bulan Ramadhan di Madinah, kemudian ia pulang, maka saya bertanya, “Mengapa pulang?” Ia pun menjawab, “Dulu saya melakukannya (tarawih di masjid) kemudian tidak lagi karena saya lebih suka mengerjakan sendiri.”
  7. Dari Shalih Al Mari; Ada seorang bertanya pada Hasan, “Wahai Abu Said, Ramadhan sudah dekat, sedang saya sudah hafal Al Qur’an, maka apa yang harus saya lakukan apakah tarawih sendirian atau berjama’ah dengan mereka?” Dijawab, “Sesungguhnya engkau harus kembali kepada hatimu, manakah yang lebih utama dalam hatimu? Dan mana yang mendekatkan rasa takut kepada Allah? Maka kerjakanlah yang itu.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad, “Jika di masjid ada imam, manakah yang lebih utama, shalat tarawih berjama’ah ataukah shalat sendirian ?” Tanya Abu Dawud. Dijawabnya, “Yang baik bagi mereka adalah shalat bersama imam.” Bagaimana jika seorang yang menjadi imam pada bulan Ramadhan dengan membaca Al Qur’an dua kali tamat?” Jawabnya, “Menurut pandapat saya perlu disesuaikan dengan kuat tidaknya makmum sebab sebagian makmum ada yang banyak pekerjaannya.” Dan Nabi pernah bersabda pada Mu’adz, “Mau jadi fitnahkah kamu?”

Macam-macam Ijtihad


Hasan berkata, “Siapa yang shalat bersama imam kemudian imam tidak mampu meningkatkan hafalan Al Qur’an, baginay itu lebih afdhal, tetapi kalau tidak, hendaklah shalat sendiri bila dia hafal Al Qur’an sehingga surat yang tebal hafalannya tidak lama.
Sesudah shalat Isya’ Ibnu Umar pulang ke rumahnya. Setelah orang-orang selesai shalat tarawih dan semuanya pulang, ia mengambil perlengkapan dan kembali ke masjid sampai fajar.

Yang Anti-antik dan yang Umum


Maimun bin Mahrah berkata, “Bila imam membaca 50 ayat, orang-orang mengatakan bahwa imam member keringanan, dan saya melihat para qori’ (imam) dalam bulan Ramadhan membaca seluruh kisah, baik panjang atau pendek. Sekarang saya muak bila mendengar seorang membaca:

وإذا قيل لهم لا تفسدوا في الأرض قالوا إنما نحن مصلحون

kemudian pada rakaat lainnya membaca kelanjutannya:


ألاإنهم هم المفسدون


Dari Hasan bin Ubaidillah bahwa Abd Rahman bin Al Aswad shalat berjama’ah pada bulan Ramadhan dari awal sampai akhir malam, dia shalat bersama mereka dengan 40 rakaat ditambah witir dan shalat diantara dua tarawih 12 rakaat dan witir dengan 7 rakaat tanpa salam diantara rakaat-rakaat itu, dia berseru dengan membaca Ash Shalata dan dia membaca sepertiga Al Qur’an. Dan Qatadah menghatamkan Al Qur’an setiap tujuh malam satu kali, bila masuk bulan Ramadhan menghatamkan tiga malam sekali, bila masuk dua puluhan menghatamkannya setiap malam.

والله أعلم

Semoga Bermanfa’at, aamiin…




Back to The Title

NoteFood:


(1) Kitab Al Mughni Juz 1 halaman 173.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back to top