حيات الدنيا حيات قليلة فلا تلغ حياة أبدية

Selasa, 24 Maret 2015

Bantahan atas Fitnah terhadap Madzhab Asy’ariyah Yang Dilakukan Oleh Ulama Wahabi



Bantahan atas Fitnah terhadap Madzhab Asy’ariyah Yang Dilakukan Oleh Ulama Wahabi


Dalam karya tulis maupun situs-situs golongan Wahabi, banyak sekali ditemukan tulisan-tulisanyang mengandung fitnah dan kebohongan ilmiah. Mereka melakukan berbagai upaya untuk mendelegitimasi madzhab al Asya’irah. Salah satunya adalah menebarkan isu bahwa perjalanan pemikiran Imam Abul-Hasan al-Asy`ari melalui tiga fase perkembangan.[1]


Pertama: Fase di saat Imam Abul Hasan al Asy`ari mengikuti faham Muktazilah dan menjadi salah satu tokoh Muktazilah hingga mendekati usia 40 tahun.


Kedua: Fase ketika Imam Abul Hasan al Asy`ari keluar dari aliran Muktazilah dan merintis madzhab pemikiran teologis (ilmu akidah) dengan mengikuti madzhabnya Imam Abdullah bin Said bin Kullab.


Ketiga: Fase di mana Imam Abul Hasan al Asy`ari keluar dari madzhab rintisannya yang mengadopsi madzhabnya Ibnu Kullab dan kembali kepada madzhab Ahlusunah Wal-Jamaah yang mengikuti manhaj as-Salaf ash-Shalih. Pemikiran beliau yang terakhir ini tertuang dalam karyanya yang berjudul al-Ibânah ‘an Ushûlid-Diyânah.


Berdasarkan hal ini, golongan Wahabi membuat kesimpulan bahwa pengikut madzhab Asy`ariyah hanya mengikuti akidahnya Imam Abul Hasan al Asy`ari pada fase kedua saja, yaitu pemikiran yang mengikuti polanya Ibnu Kullab yang – menurut mereka – bukan termasuk Ahlusunah Wal-Jamaah. Dengan demikian, madzhab Asy`ariyah yang dinisbatkan kepada Imam Abul Hasan al Asy’ari, hanya sebatas klaim dan pengakuan sepihak dan tidak sesuai dengan fakta dan bukti sejarah. Karena, mereka sebenarnya hanya mengikuti akidahnya Ibnu Kullab yang ternyata ditinggalkan oleh beliau dan akhirnya beliau kembali kepada akidahnya as-Salaf ash-Shalih.

Begitulah tuduhan yang terus menerus disebar-luaskan oleh mereka. Dan di balik tuduhan tersebut ada tiga isu utama yang dipropagandakan oleh mereka dan akan dijelaskan satu persatu kesalahan dan kebatilannya berdasarkan bukti-bukti ilmiah maupun fakta-fakta sejarah.


Isu yang pertama dan paling mendasar adalah Imam Abul Hasan al Asy’ari melalui tiga fase akidah dalam hidupnya.


Isu yang kedua adalah Imam Abdullah bin Said bin Kullab yang diikuti oleh Imam Abul Hasan al Asy’ari tidak mengikuti manhaj-nya Ahlusunah wal-Jamaah.


Dan isu yang ketiga adalah kitab al-Ibânah ‘an Ushûlid-Diyânah merupakan manifestasi fase terakhir dari pengembaraan pemikiran Imam Abul Hasan al Asy’ari, yaitu fase kembalinya beliau ke madzhabnya as Salaf ash Shalih.


Untuk menjawab dan membantah isu yang pertama, terlebih dulu harus diketahui bahwa Imam Abul Hasan al Asy’ari bukanlah rakyat jelata yang tidak diketahui latar belakangnya. Beliau adalah tokoh ulama besar yang namanya harum semerbak ke mana-mana. Sehingga isu apa saja yang berkenaan dengan beliau pasti diketahui oleh publik, apalagi isu besar kehidupan beliau yang dilalui dalam tiga fase pengembaraan pemikiran dan akidah.


Dengan demikian, isu tiga fase ini seharusnya tidak terlewatkan dalam catatan sejarah. Karena isu ini sama besarnya dengan isu keluarnya beliau dari madzhab Muktazilah. Kasus yang kedua selalu tercatat dalam sejarah, sehingga tidak ada satupun sejarawan yang menulis biografi beliau tanpa menyebutkan kisah naiknya beliau ke atas mimbar masjid dan keberanian beliau memproklamasikan keyakinannya meninggalkan madzhab Muktazilah. Tapi di sisi lain, tidak ada satupun sejarawan yang menyebut kisah keluarnya beliau dari manhaj-nya Abdullah bin Said bin Kullab. Ya, ketika merujuk kembali pada kitab-kitab sejarah, tidak akan ditemukan satupun penjelasan yang mengarah pada keluarnya Imam Abul Hasan al Asy’ari dari akidah Kullabiyah. Bahkan sebaliknya, para sejarawan sepakat bahwa Imam Abul Hasan al Asy’ari setelah keluar dari madzhab Muktazilah mengikuti madzhabnya as Salaf ash Shalih.


(1)Berikut adalah beberapa komentar singkat para ulama dan sejarawan yang tertulis dengan baik dalam karya-karya mereka;

  1. Perkataan Imam Abu Bakar bin Furak: “Syekh Abul-Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari berpindah dari madzhab Muktazilah ke madzhab Ahlusunah wal-Jamaah dan membelanya dengan menggunakan argumentasi-argumentasi logis. Beliau juga menulis beberapa kitab tentang madzhab Ahlusunah wal-Jamaah.”
  2. Komentar Imam Ibnu Khillikan: “Abul Hasan al Asy’ari adalah orang yang menguasai ilmu akidah dan tampil sebagai pembela madzhab Ahlusunah wal Jamaah. Awalnya, beliau adalah pengikut Muktazilah, lalu bertaubat dan mencabut pendapatnya tentang kewajiban Allah berbuat adil dan terciptanya al-Quran. Beliau mendeklarasikan tobatnya di masjid jamik Bashrah pada hari Jumat.” Kesaksian Imam adz-Dzahabi: “Saya mendengar kabar bahwa Abul Hasan bertobat dan naik ke atas mimbar masjid Bashrah, sambil berkata, ‘Saya pernah berpendapat bahwa al-Quran adalah makhluk…’ dan sungguh saya bertobat dan menolak akidahnya Muktazilah.”
  3. Al Allâmah Ibnu Khaldun: “Hingga muncullah Syekh Abul Hasan al Asy’ari. Beliau mendebat guru-gurunya yang berpaham Muktazilah tentang permasalahan ‘ash-shalâh’ dan ‘al-ashlah’ dan membantah akidah mereka. Beliau mengikuti pendapatnya Abdullah bin Said bin Kullab, Abul Abbas al Qalanasi, dan al Harits al Muhasibi. Mereka semua adalah pengikut as-Salaf dan berpaham as-Sunnah.
  4. Komentar dan pernyataan senada juga disebutkan dalam semua kitab sejarah yang menulis tentang biografi Imam Abul-Hasan al-Asy’ari. Di antaranya adalah Târîkhu Baghdâd karya al-Khathib al-Baghdadi, Thabaqâtusy-Syâfi’iyah karya as-Subki, Syadzarâtudz-Dzahab karya Ibnul-Ummad, al-Kâmil karya Ibnul-Atsir, dan Tabyîn Kadzibil-Muftarî karya Ibnu Asakir.


Begitu pula biografi beliau dalam Tartîbul-Madârik karya al-Qadhi Iyadh, Thabaqâtusy-Syâfi’iyah karya Ibnu Qadhi, Thabaqâtusy-Syâfi’iyah karya al-Isnawi, ad-Dîbâj al-Mudzahhab karya Ibnu Farhun, Mir’âtul-Jinân karya al-Yafi’i, dan kitab-kitab sejarah rujukan lainnya. Bahkan karya-karyanya al-Qhadhi Abu Bakar al-Baqillani yang merupakan murid dan pembela Imam Abul-Hasan al-Asy’ari tidak sedikitpun menyinggung-nyinggung tiga fase kehidupan beliau. Hal yang sama juga ditemukan dalam karya orang-orang dekat beliau, murid-murid dan para pengikutnya, seperti Ibnu Faurak, Abu Bakar al-Qaffal asy-Syasyi, Abu Bakar asy-Syirazi, Abu Bakar al-Baihaqi, dan lain-lainnya.

Jadi, dengan reputasinya Imam Abul Hasan al Asy’ari yang hebat, sungguh sangat tidak masuk akal jika kejadian luar biasa dalam kehidupan beliau luput dari catatan orang-orang terdekat, murid-murid, dan para pengikutnya. Golongan Wahabi memang tidak memiliki bukti historis dan ilmiah dalam tuduhan dan fitnah yang mereka propagandakan. Tuduhan mereka hanya didasarkan pada tulisan Imam Abul Hasan al Asy’ari dalam kitab al-Ibânah ‘an Ushûlid-Diyânah dan selembar catatan beliau lainnya. Dalam kitab ini, beliau memang menekankan tafwîdh yang menjadi manhaj-nya mayoritas as-Salaf ash-Shalih dari pada penggunaan takwil dalam pembahasan ayat-ayat mutâsyabihât. Sehingga dibuat kesimpulan oleh mereka bahwa beliau meninggalkan pemikirannya Imam Abdullah bin Said bin Kullah yang – menurut asumsi mereka – tidak mengikuti jalannya as-Salaf.



. . . . . . . . .



. . . . . . . . .


Back to Top

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back to top