حيات الدنيا حيات قليلة فلا تلغ حياة أبدية

Senin, 23 Maret 2015

Kemuliaan Masjid


Kedudukan Masjid di Dalam Islam



الْـحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَمَرَ بِرَفْعِ الْـمَسَاجِدِ وَذِكْرِ اسْمِهِ فِيْهَا جَمِيْعَ الْـمُؤْمِنِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْـمُلْكُ الْـحَقُّ الْـمُبِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْأَمِيْنُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً.


Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan masjid sebagai sebaik-baik tempat di muka bumi. Saya bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi kecuali hanya Allah dan saya bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tencurah kepada Rasulullah , keluarganya, para sahabatnya serta seluruh kaum muslimin yang berjalan di atas petunjuknya.


Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah dan berupaya untuk memuliakan masjid dengan memakmurkannya serta menjaganya dari hal-hal yang akan menghinakannya. Masjid adalah tempat yang di dalamnya dipenuhi oleh rahmat Allah dan para malaikat-Nya serta tempat berkumpulnya orang-orang yang shalih dari hamba-hamba-Nya. Rasulullah telah menyebutkan di dalam banyak hadits tentang keutamaan orang yang berjalan menuju masjid. Di antaranya beliau n bersabda:


مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian berjalan ke salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban Allah, maka kedua langkahnya salah satunya akan menghapus dosa dan langkah yang lainnya akan mengangkat derajat.” (HR. Muslim)


Begitu pula disebutkan dalam sabdanya:


مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ أَوْ رَاحَ أَعَدَّ اللهُ لَهُ فِي الْجَنَّةِ نُزُلاً كُلَّمَا غَدَا أَوْ رَاحَ

“Barangsiapa menuju masjid pada waktu siang hari atau malam hari maka Allah akan memberikan jamuan hidangan baginya di surga pada setiap siang dan malam.” (HR. Muslim)


Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan berjalan ke masjid. Bahkan disebutkan pula di dalam hadits lainnya keutamaan orang duduk di masjid untuk menunggu didirikannya shalat. Yaitu bahwa selama dia menunggu shalat, dirinya mendapatkan keutamaan orang yang melakukan shalat dan malaikat senantiasa mendoakannya selama dirinya masih memiliki thaharah atau tidak batal sucinya. Nabi bersabda:


لاَ يَزَالُ الْعَبْدُ فِي صَلاَةٍ مَا كاَنَ فِي مُصَلاَّهُ يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ، وَتَقُوْلُ الْمَلاَئِكَةُ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ، حَتَّى يَنْصَرِفَ أَوْ يُحْدِثَ


“Tetaplah seorang hamba dikatakan sebagai orang yang shalat selama dia berada di tempat shalatnya dalam keadaan dia menunggu ditegakkannya shalat. Dan malaikat akan berdoa untuknya seraya mengatakan, ‘Ya Allah, ampunilah dia dan rahmatilah dia’, sampai (hamba tersebut) meninggalkan masjid atau terkena hadats.” (HR. Muslim)


Namun sungguh sangat memprihatinkan kenyataan yang kita saksikan. Karena di masa kini ternyata hanya sedikit jumlah orang-orang yang mencari keutamaan yang telah Allah janjikan bagi orang yang memperbanyak pergi ke masjid untuk beribadah di dalamnya. Sehingga masjid-masjid banyak yang sepi, sementara pasar, mal, dan supermarket serta tempat-tempat hiburan dipenuhi oleh pengunjung. Bahkan apabila seseorang yang memperhatikan keadaan beberapa masjid di masa sekarang dan membandingkannya dengan keadaan masjid di masa Rasulullah serta di masa Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun, maka dia akan mendapatkan perbedaan yang sangat besar. Karena masjid di masa-masa terbaik umat ini benar-benar dimuliakan dan difungsikan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh syariat. Di saat itu, masjid disamping berfungsi sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai tempat untuk menuntut ilmu dan tempat bertolaknya kaum mujahidin serta sebagai sarana untuk mengikat hubungan persaudaraan di antara kaum mukminin. Sehingga di masa itu, masjid meskipun di luar waktu shalat lima waktu tidak pernah kosong dari orang-orang yang ingin beribadah di dalamnya. Masjid di masa itu senantiasa didatangi oleh kaum muslimin yang ingin beribadah di dalamnya serta didatangi oleh orang-orang yang ingin mengajarkan ilmu dan yang ingin menuntut ilmu. Sedangkan di waktu-waktu shalat, masjid dipenuhi oleh seluruh kaum muslimin yang hendak menjalankan shalat, tidak ada yang menyelisihi kewajiban ini kecuali orang-orang yang punya udzur dan kaum munafiqin.


Adapun masjid-masjid di masa sekarang ini, maka sebagian besarnya, sebagaimana yang kita saksikan telah berubah keadaannya dari keadaan masjid di masa-masa terbaik umat ini. Tidak sedikit di antara masjid yang ada di zaman kita dibangun namun tidak terdengar dikumandangkannya adzan dari masjid tersebut kecuali hanya pada beberapa waktu shalat saja. Tidak sedikit pula masjid yang terdengar darinya suara adzan namun tidak ada yang mendatanginya. Disamping itu, adapula masjid yang dibangun akan tetapi untuk dibangga-banggakan bentuk dan keindahan bangunannya saja, sehingga dijadikan oleh sebagian kaum muslimin sebagai tempat wisata. Adapula yang digunakan untuk shalat lima waktu, namun di sisi lain digunakan pula untuk acara-acara ibadah yang diada-adakan yang tidak ada syariatnya di dalam ajaran Islam. Bahkan terkadang dalam pelaksanaan acara tersebut juga terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap syariat yang sangat tidak pantas untuk dilakukan di tempat yang mulia ini, seperti adanya iringan musik, asap dan bau rokok yang diisap oleh orang-orang yang menghadirinya serta kemungkaran lainnya. Akhirnya, jadilah masjid yang seharusnya dibangun untuk menghidupkan dan mengagungkan Sunnah Nabi menjadi tempat untuk pelanggaran terhadap syariat dan menjauhkan kaum muslimin dari Sunnah Nabi . Jadilah masjid yang seharusnya dibangun untuk beribadah kepada Allah sebagai tempat untuk berbuat dosa.


Seharusnya orang-orang yang diberi amanah untuk menjalankan kegiatan di masjid adalah orang-orang yang memahami ajaran Islam dengan benar. Sehingga masjid dimuliakan dan difungsikan sebagaimana mestinya serta tidak diajarkan atau dilakukan di dalamnya perbuatan dosa, bid’ah, dan segala yang bertentangan dengan syariat. Disamping dimuliakan dengan beribadah di dalamnya, masjid juga harus dijaga dari sisi fisiknya. Yaitu dijaga dari hal-hal yang bisa merusak bangunannya, dijaga kebersihannya, dan dicegah dari hal-hal yang akan mengotorinya. Begitu pula diupayakan agar masjid selalu dalam suasana yang nyaman dan terjaga dari bau yang tidak sedap. Berkaitan dengan masalah ini disebutkan dalam hadits:


أَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبِنَاءِ الْمَسَاجِدِ فِيْ الدُّوْرِ وَأَنْ تُنَظَّفَ وَتُطَيَّبَ

“Rasulullah memerintahkan untuk membangun masjid di desa-desa dan agar (masjid tersebut) dibersihkan dan diberi wewangian.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud )


Begitu pula Nabi melarang masuknya bau yang tidak sedap ke dalam masjid seperti bawang putih apalagi bau rokok dan yang semisalnya, sebagaimana tersebut dalam sabdanya:


مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ -يَعْنِي الثُّومَ- فَلاَ يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا

“Barangsiapa yang memakan dari tanaman ini –yaitu bawang putih– maka janganlah dia sekali-kali mendekati masjid kami.” (Muttafaqun ‘alaih)


Masjid adalah tempat mulia yang dibangun untuk ditinggikan nama Allah di dalamnya. Bahkan karena tinggi dan mulianya tempat tersebut dan berbedanya tempat tersebut dengan bangunan lainnya yang ada di muka bumi ini maka masjid disebut pula dengan istilah rumah Allah. Allah menyebutkan di dalam firman-Nya:


فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ (٣٦) رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ (٣٧)

“Bertasbih kepada Allah di rumah-rumah (masjid) yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. (Yang bertasbih tersebut adalah) laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (An-Nur: 36-37)


Tingginya kedudukan masjid di dalam Islam juga ditunjukkan oleh perbuatan Nabi di saat sampainya beliau n di kota Madinah pada peristiwa hijrah. Yaitu bahwa yang pertama kali dibangun oleh beliau adalah masjid. Hal ini tentu menunjukkan betapa pentingnya masjid bagi kaum muslimin dan betapa mulianya kedudukan masjid di dalam agama Islam. Oleh karena itu, sudah semestinya bagi kaum muslimin untuk memuliakannya dan menggunakannya sesuai dengan fungsinya, serta menjaganya dari hal-hal yang tidak sepantasnya untuk dilakukan terhadapnya. Allah telah mengancam orang-orang yang menghinakannya, baik yang berkaitan dengan orang-orang yang hendak beribadah di dalamnya maupun yang berkaitan dengan bangunannya. Allah berfirman:


وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن مَّنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَن يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَىٰ فِي خَرَابِهَا ۚ أُولَٰئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَن يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ ۚ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Dan siapakah yang lebih dhalim dari orang yang menghalang-halangi disebutnya nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah), mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang besar.” (Al-Baqarah: 114)


Kebiasaan seseorang yang senantiasa menuju masjid dan beribadah di dalamnya adalah merupakan tanda keimanan seseorang. Allah telah menyatakan keimanan mereka di dalam ayat-Nya:


انمايعمرمسجدالله من امن بالله واليوم الاخرواقام الصلوةواتى الزكوةولم يخش الاالله فعسى اولئك ان يكونوا من المهتدين

“Tidaklah orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah kecuali orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta yang menegakkan shalat, menunaikan zakat serta tidak takut kecuali kepada Allah, maka merekalah yang termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (At-Taubah: 18)


Begitu pula Nabi kita Muhammad menyebutkan bahwa di antara orang-orang yang mendapat pertolongan-Nya berupa naungan dari sengatan panas matahari di padang mahsyar nanti adalah orang-orang yang hatinya senantiasa mengingat masjid. Oleh karena itu, marilah berupaya untuk memakmurkan masjid. Terutama ketika mendengar panggilan adzan untuk shalat berjamaah. Karena shalat berjamaah keutamaannya 27 derajat lebih tinggi dari shalat sendirian. Maka sungguh sangat rugi orang-orang yang tidak mau memenuhi panggilan adzan. Kalau seseorang itu mau berpikir, maka siapa yang tidak ingin mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat? Seseorang ketika dalam urusan perdagangan atau bisnisnya dijanjikan akan mendapatkan hasil 27 kali lipat lebih banyak oleh teman bisnisnya dibanding melakukan perdagangan dengan yang lainnya, tentu dia akan segera menyepakatinya. Padahal yang namanya perdagangan tidak bisa dijamin keberhasilannya. Sementara ajakan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dan berlipat-lipat yang akan didapat pada kehidupan sesungguhnya di akhirat nanti yang dijanjikan oleh Allah yang pasti akan menunaikan janji-Nya, ternyata tidak didatangi kecuali hanya beberapa orang saja. Itupun sebagiannya datang dengan rasa malas atau terlambat tanpa udzur. Pemandangan yang demikian ini tentunya sangat memprihatinkan karena keadaan yang seperti ini menyerupai sifat orang munafik, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:


إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلا قَلِيلا (النساء :١٤٢)

“Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas, mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (An-Nisa: 142)


Akhirnya kita memohon kepada Allah agar menunjukkan kepada kita kebenaran dan memberikan pertolongan kepada kita untuk menjalankannya. Begitu pula kita memohon kepada-Nya agar kita bisa mengetahui yang batil adalah batil dan memberikan pertolongan kepada kita untuk menjauhinya. Serta tak lupa memohon hidayah-Nya, agar kita senantiasa selalu istiqamah dalam menjalankan perintan dan menjauhi larangan-Nya, aamiin.



والله أغلم بالصواب



. . . . . . . . .



. . . . . . . . .


Back to Top

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back to top