SHALAT TARAWIH PADA JAMAN IMAM EMPAT
A. Imam Malik, Imam Darul Hijrah
Imam Malik masih mengetahui hidupnya Umar bin Abdul Aziz selama 18 tahun, karena Umar wafat pada tahun 111 Hijriyah sedang Malik lahir pada tahun 93, Umar wafat 18 tahun setelah lahirnya Imam Malik, beliau waktu itu masih dalam masa-masa aktifnya menuntut ilmu. Banyak nas menyatakan bahwa sewaktu Imam Malik masih hidup bilangan rakaat tarawih 36 rakaat, bahkan hal ini sampai umur Imam Malik 34 tahun, seperti yang ada dalam riwayat Wahab bin Kaisan, dia berkata, ”Orang-orang masih shalat tarawih 36 rakaat dan witir 3 rakaat pada bulan Ramadhan sampai hari ini.” Sedang Wahab bin Kaisan meninggak di tahun 127.
Ada nas dari Malik rahimahullah yanh lebih jelas lagi, yaitu yang datangnya dari Ibnu Aiman dalam Al Marwizi, Malik berkata, ”Saya senang kalau orang-orang tarawih di bulan Ramadhan dengan 36 rakaat, kemudian imam salam bersama makmum, untuk shalat witir bersama mereka 1 rakaat.”
Pekerjaan ini berlaku di Madinah sebelum Harroh sejak 100 tahun lebih. Malik berkata dalam hal ini, ”Pekerjaan ini berlaku di Madinah sebelum Harroh sejak 100 tahun lebih, yakni dengan bilangan 39 rakaat, termasuk di dalamnya witir sudah ada sebelum Umar bin Abdul Aziz.” Dan bilangan rakaat ini bilangan yang diakui dan disenangi serta dilakukan oleh Imam Malik.
Untuk itu Imam Malik tidak senang kalau kurang dari bilangan ini (39 rakaat), seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Qasim, dia berkata, “Saya mendengar Malik menyebutkan bahwa Ja’far bin Sulaiman diutus kepadanya untuk bertanya, “Apakah bilangan rakaat tarawih pada bulan Ramadhan dikurangi?” Imam Malik melarang hal itu. Ada yang bertanya kepada Ja’far, apakah Malik tidak suka pada hali itu, dijawab; ya.
Orang-orang sudah mengerjakan hal ini sejak dulu, pernah Malik ditanya, berapa rakaat mengerjakannya/ dijawab 39 denga witir. Nas Imam Malik akan penulis paparka secara terperinci di dalam bab nas-nas madzhab, sedang yang dimaksud di atas adalah keadaan tarawih pada jaman Imam Malik di Masjid Nabawi. Imam Syafi’I mengambil riwayat darinya dan ketika itu Imam Malik masih hidup, Imam Syafi’I juga mengatakan bahwa bilangan rakaat ini (36) ada di Madinah. Al Ja’farani berkata bahwa Syafi’I berkata, “Saya melihat orang-orang tarawih di Madinah 36 rakaat.”
Kalau Madzhabnya ditunjukkan oleh kata-katanya setelah itu, “Yang lebih aku sukai adalah 20 rakaat, demikian juga orang-orang mekkah melakukan shalat tarawih.” Dia berkata, “Dalam hal ini tidak ada kesulitan, juga tidak ada batasan tertentu (berapa rakaat), karena hal ini sunnah, maka bila berdirinya lama dan sujudnya pendek, ini juga baik, dan ini yang saya senangi, dan apabila sujudnya lama maka itu juga baik.”
Al Marwizi berkata berkata, “Dan dia (Abu Zinad) bila shalat tarawih pada bulan Ramadhan membaca ta’awwudz sampai merasa Allah tidak meninggalkan itu.” Abu Zinad wafat di tahun 130 H setelah Umar bin Abdul Aziz dan sebelum Malik. Dikatakan juga bahwa imam-imam pada jaman Umar bin Abdul Aziz tidak berta’awwudz pada bulan Ramadhan. Dan mungkin inilah maksud Abu Zinad dengan kata-katanya, “Saya dapatkan para imam, yaitu imam-imam pada jaman Umar bin Abdul Aziz.” Karena jarak antara wafatnya dan dengan wafatnya Umar bin Abdul Aziz hanya 19 tahun saja.
Hal ini tetap berlangsung setelah Abu Zinad sampai jaman Sa’id bin Iyas, dia berkata, “Saya lihat orang-orang Madinah bila selesai membaca Al Fatihah (ولا الضالين) pada bulan Ramadhan mereka mengucapkan:
ربنا انا نعوذ بك من الشيطان الرجيم
(Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari setan yang terkutuk)
Tentang hukum masalah ini menurut Imam Malik seperti yang dikatakan oleh Al Baji dalam syarahnya untuk Al Muwaththo’, masalah membaca isti’adzah bagi imam tidak apa-apa, dalam riwayat Ibnu Qasim dari Malik pada “Al Mudawwanatul Kubro”. Asyhab meriwayatkan dalam kitab Al Utaibiyyah dari Malik, bahwa meninggalkan hal itu (ta’awwudz) lebih saya senangi. Dan Al Baji telah memberikan pengarahan tentang masing-masing dari dua riwayat, sebenarnya basmalah seperti yang dikatakan, suatu huruf, ada dalam riwayat qiro’ah sab’ah (bacaan tujuh) yang menyatakan adanya, dan ada riwayat lain yang meniadakannya, kedua-duanya dari Nafi’ rahimahullah, sedang riwayat Qolun menyatakan adanya basmalah, ini dinyatakan dalam bait tentang qiro’ah:
قالون بين السورتين بسملا وورش عنه الوجهان نقلا
“Sedang menurut Qolun antara dua surat ada basmalah, dan menurut Warsyin dua-duanya boleh.”
Nafi’ adalah Faris (penunggang kuda) Madinah, dan Malik mengambil riwayat darinya, sedangkan Malik menguatkan bacaan Qolun dan riwayat Marsyi yang hanya mangatakan adanya basmalah. Mengenai pendahuluan bacaan pada awal bulan Ramadhan, telah dikatakan oleh Al Marwizi, bahwa Abu Husain berkata, “Orang-orang Madinah bila datang bulan Ramadhan mereka memulai pada malam pertama: إنا افتحنا لك فتحا مبينا
PEBANDINGAN ANTARA TARAWIH ORANG-ORANG MEKKAH DENGAN ORANG MADINAH PADA WAKTU ITU
Kata Imam Malik yang lalu bahwa dia lebih senang bila orang-orang tarawih dengan 38 rakaat, dan berwitir 1 rakaat, atau dengan kata lain keseluruhannya 39 rakaat.
Dan kata-kata Imam Syafi’I yang terdahulu bahwa dia mendapatkan orang-orang Madinah shalat tarawih dengan 39 rakaat. Semuanya itu menerangkan keadaan shalat tarawih di Madinah pada jaman Imam Malik dan Syafi’i. Akan tetapi Imam Syafi’i melajutkan dengan kalimat, “Dan yang paling kusenangi adalah 20 rakaat”, dan dia berkata, “Begitulah orang-orang Mekkah bertarawih”, kemudian berkata, “Hal itu sunnah tidak ada batasan di dalamnya,” Dari kata-kata itu semua, akan timbul pertanyaan: ‘Mengapa orang-orang Madinah bertarawih dengan 39 rakaat dan Malik menyenanginya, sedangkan orang-orang Mekkah melakukannya dengan 20 rakaat, dan itu lebih disenangi oleh Imam Syafi’i?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar