SHALAT TARAWIH PADA JAMAN SAYYIDINA UMAR RADHIALLAHU
SHALAT TARAWIH PADA JAMAN SAYYIDINA UMAR RADHIALLAHU ‘ANHU
Dijaman Sayyidina Umar keadaan tetap seperti sebelumnya, mereka shalat tarawih berpencar-pencar, ada yang sendiri-sendiri ada pula yang berjama’ah, baik di rumah atau di masjid. Hal ini bisa kita kaji melalui atsar Iyas al Hudzali dan atsar Abdurahman bin Abdin.
1. Atsar yang pertama.
Dari Naufal bahwa Iyas al Hudzali; Orang-orang pada bulan Ramadhan shalat tarawih di masjid, kalau mereka mendengar ada pembaca yang baik bacaannya mereka bermakmum padanya. Ketika itu Sayyidina Umar berkata, “Sungguh mereka telah menjadikan Al Qur’an seperti nyanyian, demi Allah kalau saya bisa, saya akan rubah hal itu.”
Setelah kurang lebih 3 tahun Sayyidina Umar menyatukan mereka dalam satu imam yaitu Ubay bin Ka’ab, Sayyidina Umar berkata, “Kalau ini dikatakan bid’ah maka inilah bid’ah yang baik.” Diriwayatkan oleh Al Marwizi.
2. Atsar yang kedua
Yaitu atsar Abdurrahman bin Abdin: Di bulan Ramadhan saya keluar bersama Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu ke masjid, saya menyaksikan orang-orang berpencar-pencar melakukan shalat, ada yang shalat sendiri-sendiri, ada yang shalat berjama’ah dengan beberapa orang, maka waktu itu Umar berkata, “Saya berpendapat kalau mereka itu dikumpulkan dalam satu imam pasti lebih baik.” Kemudian ia mengumpulkan mereka pada ima Ubay bin Ka’ab, kemudian pada malam lainnya saya keluar dengannya sedang orang-orang shalat bersama-sama dengan satu qori’, dan Umar berkata, “Bid’ah yang paling baik ya ini, waktu mereka tidur pada akhir malam lebih baik daripada mereka bangun, sedang waktu itu orang-orang bangun (shalat tarawih) pada aqal malam. Diriwayatkan oleh Bukhari.
PERKEMBANGAN BARU
Dalam dua atsar tersebut di atas terlihat perkembangan baru pada tangan Sayyidina Umar radhiallahu ‘anhu yaitu mengumpulkan mereka yang berpencar-pencar pada satu imam, perkembangan ini meskipun sebabnya berbeda-beda tetapi mengandung banyak hikmah.
Atsar yang pertama menitik beratkan pada keindahan segi bacaan yang menimbulkan dampak pertarungan antar qori’, serta saling berebut jama’ah yang akan shalat. Hal ini kalau terus berlangsung akan mengakibatkan perpecahan yang luas antara mereka yang shalat, maka Sayyidina Umar menyatukan imam agar bacaannya pun satu. Mungkin hal ini sesuai dengan kaidah:
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
“Menghindari kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil kebaikan”
Karena ikutnya mereka yang shalat kepada yang suaranya lebih baik akan merupakan untuk memperbaiki suara dalam membaca Al Qur’an, hal ini memang dianjurkan asal tidak berlebih-lebihan seperti yang telah diriwayatkan oleh Sayyidina Umar. Maka oleh Sayyidina Umar disatukan dalam satu qori’ (imam) untuk membendung adanya hal yang tidak diinginkan.
Sedang atsar yang kedua menyebutkan adanya shalat jama’ah dan sendiri-sendiri, kalau ini berlangsung lama pasti akan hilanglah factor persatuan dan persahabatan, dan akan hilanglah hikmah daripada jama’ah, maka Sayyidina Umar menjadikan satu imam agar para makmum itu bersatu. Hal ini pun merupakan bid’ah yang baik. Sampai disini selesailah usaha menyatukan mereka, shalat pada satu imam, yaitu Ubay bin Ka’ab.
IMAM-IMAM YANG BANYAK
Ada nas juga yang menyatakan bahwa Sayyidina Umar mengadakan dua imam untuk orang-orang laki, yaitu Ubay bin Ka’ab dan Tamim al Dari, mereka berdua dalam satu malam bergantian, yang kedua memulai setelah yang pertama selesai, seperti yang diriwayatkan oleh Said bin Yazid bahwa Sayyidina Umar bin Khattab menyuruh Ubay bin Ka’ab dan Tamim al Dari radhiallahu ‘anhuma agar menjadi imam bagi orang-orang yang shalat 11 rakaat, dengan tetap meperhatikan panjangnya bacaan (qira’ah).
Seperti yang ada pada riwayat lain: Bahwa kita shalat pada jaman Sayyidina Umar radhiallahu ‘anhu di bulan Ramadhan 13 rakaat, tetapi demi Allah kita tidak keluar (belum selesai shalat) kecuali subuh, dan bacaan imam waktu itu dalam setiap rakaat 50 atau 60 ayat. Seperti yang diriwayatkan oleh Saib, bahwa mereka membaca ratusan ayat Al Qur’an, dan mereka banyak yang bersandar, memakai tongkat pada jaman Sayyidina Umar bin Khattab.
HAL YANG BARU DALAM DUA ATSAR TERSEBUT
Hal yang baru tersebut ialah banyaknya imam, setelah hanya satu imam yaitu Ubay bin Ka’ab, apakah hal itu karena kasihan kepada imam yang pertama, maka diganti orang lain untuk membantu, atau sebagai selingan bagi mereka yang makmum, dan agar lebih bersemangat bagi yang shalat, apalagi mereka baru saja pisah dari banyaknya imam, yaitu ketika mereka shalat berpencar-pencar.
Sayyidina Umar terus melakukan lebih jauh dari itu, dia telah menunjuk seseorang untuk menjadi imam bagi orang-orang perempuan, dan memilih lebih satu imam untuk shalat tarawih. Imam untuk orang-orang perempuan ialah Sulaiman bin Hathanah, seperti riwayat yang ada pada Al Marwizi dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya yang menyatakan bahwa Sayyidina Umar bin Khattab telah memilh dua qori’, Ubay bin Ka’ab sebagai imam untuk orang laki-laki dan Sulaiman bin Hathanah untuk orang perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar