SHALAT TARAWIH SELAMA LEBIH 1000 TAHUN DI MASJID NABAWI MADINAH
Karya Syeikh Athiyyah Salim.[1]
الحمد لله نحمده و نستعينه و نستغفره و نعذباالله منشرور انفسنا و سئات اعمالنا من يهد الله فلا مضل له و من يضلله فلا هادى له اشهد ان لااله الا الله وحده لاشريك له و اشهد ان محمدا عبده و رسوله لا نبى بعده اللهم صل على محمد بن عبد الله و على اله و اصحابه و من و الاه.
Allah telah menjadikan bulan Ramadan sebagai hari bahagia bagi seluruh ummat dan sebagai musim semi bagi orang-orang muslim, jiwa-jiwa di dalam bulan itu bergembira dan hati-hati-pun merindukan serta akrab dengannya, maka bertambah semangat dan banyaklah ibadah di bulan itu, apalagi di dua masjid mulia (Makkah dan Madinah) yang merupakan dambaan kebanyakan orang, guna melipat gandakan pahala, mendapatkan keutamaan yang berlebih, serta memperoleh ketenangan dan kekhusyukan dalam mendengarkan bacaan yang indah. Ini semu menjadikan sebagian orang ada yang berkata, “Alangkah nikmatnya kalau sepanjang tahun dijadikan bulan Ramadan, dan betapa nikmatnya kalau seluruh Ramadan dijadikan qiyam (Tarawih).”
Akan tetapi ada sesuatu hal yang menarik perhatian penulis, sehingga mendorong untuk menulis dan memaparkan pembahasan ini yaitu apa yang penulis lihat ada sebagian saudara kita yang merasa cukup dengan shalat delapan rakaat di belakang imam, kemudian tidak mengikuti lagi, baik dengan duduk menbaca Al Qur’an, atau pulang meninggalkan masjid. Hal itu mereka lakukan bukan kerena mereka lengah dan malas, akan tetapi mereka beranggapan bahwa mereka berusaha menyesuaikan dengan sunnah, mereka berdalil dengan sebuah hadits dari Siti Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa Nabi tidak pernah lebih dalam bulan Ramadan dari delapan rakaat. Mereka merasa cukup dengan delapan rakaat dengan keyakinan dan anggapan bahwa lebih dari itu tidak diperbolehkan, atau lebih afdhol dari pada melaksanakan lebih banyak.
Niat mereka baik, tujuan mereka yang bagus dan kesungguhan mereka serta karena masalahnya hanya masalah sunnah, mereka bisa ditolerir dan dima’afkan. Akan tetapi sebagai rasa kasihan dan rasa ingin memberi tahu serta sayang pada mereka atas terlepasnya pahala yang besar itu mereka meniggalkan jama’ah di masjid Nabi , maka penulis sajikan pembahasan ini, semoga mereka bisa mendapatkan sesuatu yang bisa merealisasikan tujuan dan niat baik mereka.
Penulis telah memilih pembahasan tarawih dalam hubungannyan dengan masjid nabi ditinjau dari segi sejarahnya, karena hal itu merupakan ciri khasnya, di masjid itu pertama kali tarawih disyariatkan, dank arena masjid itulah yang berhak dengan urusan sejarah itu. Semoga shalawat da salam tetap tercurahkan atas pembangun masjid itu.
SHALAT TARAWIH PADA JAMAN NABI
Suatu hal yang tak perlu diragukan lagi bahwa asal dan pokok adanya syariat itu dari Rasulullah , jaman nabi merupakan diturunkannya syariat. Allah berfirman:
ومااتاكم الرسول فخذوه ومانهاكم عنه فانتهوا
Apa yang dating dari Rasul hendaklah kamu ambil, dan apa yang dilarang hendaklah kamu hentikan.
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة
Telah ada pada diri Rasul itu teladan yang baik bagimu.
Dan masih banyak ayat yang lain, begitu juga Jaman Khulafa’ rasyidin, karena Rasulullah telah bersabda:
عليكم بسنتي و سنة الخلفاء الراشدين من بعدي
Hendaklah kamu sekalian mengikuti sunnahku dan sunnah khulafa’ rasyidin setelahku.
Shalat tarawih meskipun khusus di bulan Ramadan masih termasuk shalat malam (tahjud), namun banyak nas-nas yang membicarakan khusus shalat tarawih di bulan Ramadan. Diantara ayat-ayat yang membicarakan shalat malam (tahajud) secara umum ialah:
عليكم بسنتي و سنة الخلفاء الراشدين من بعدي
Hendaklah kamu sekalian mengikuti sunnahku dan sunnah khulafa’ rasyidin setelahku.
Shalat tarawih meskipun khusus di bulan Ramadan masih termasuk shalat malam (tahjud), namun banyak nas-nas yang membicarakan khusus shalat tarawih di bulan Ramadan. Diantara ayat-ayat yang membicarakan shalat malam (tahajud) secara umum ialah:
ومن الليل فتهجد به نافلة لك
Bersujudlah pada sebagian malam, sebagai sunnhku.
يا أيها المزمل قم الليل إلا قليلا
Wahai orang yang berselimut, bangunlah sebentar pada waktu malam.
Sedangkan yang khusus tarawih di bulan Ramadan, sebenarnya meskipun lebih khusus dari shalat tahajud dari segi waktu, tetapi lebih umumdari segi perintahnya.
TAHAPAN DISYARI’ATKANNYA SHALAT TARAWIH
Bila kita perhatikan nas-nas tentang tarawih, akan nyatalah pada kita bahwa cara disyari’atkannya tarawih itu bertahap dan berkembang sedikit demi sedikit, yaitu sebagai berikut:
A. Anjuran secara umum:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa yang menunaikan (shalat pada malam) Ramadlan dengan penuh keimanan dan mengharap (pahala dari Allah), maka dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni." (Mutafaqun ‘alayhi)
Imam Baihaqi berkata bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya dari Yahya bin Yahya, dan diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin Yusuf bin Malik. Seperti itu juga dari Abu Hurairah, dalam sunan Baihaqi dikatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dari Yahya bin Suhair.
Semus ini anjuran tanpa batasan dengan bilangan raka’atnya, juga tanpa ada kewajiban (keharusan) mengerjakannyan. Untuk itu Abu Hurairah berkata dalam sunan Baihaqi, “Rasulullah telah menganjurkan bangun shalat malam pada bulan Ramadan , dengan memerintahkan tidak dengan sungguh-sungguh”, Rasulullah bersabda, “Barang siapa bangun di bulan Ramadan karena iman dan mengharap ridha Allah, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa sebelumnya.”
B. Kemudian turun nas yang menyatakan bahwa bangun pada bulan Ramadan itu sunnah yang disertai dengan kewajiban berpuasa, seperti hadits Abdurrahman bin ‘Auf, bahwa Rasulullah menyebut tentang bulan Ramadan dan bersabda:
نَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَرَضَ صِيَامَ رَمَضَانَ وَسَنَنْتُ قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ وَقَامَهُ احْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ الذُّنُوبِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
"Allah 'azza wajalla telah mewajibkan puasa pada bulan Ramadhan, dan aku telah membuat sunnah untuk shalat malamnya. Barangsiapa berpuasa dan melaksanakan shalat malamnya dengan mengharap pahala dari Allah, niscaya akan keluar dari dosa-dosanya seperti hari dia dilahirkan oleh ibunya." (Ahmad NO - 1572, NASA'I NO – 2180)
Penulis berpendapat bahwa nas ini merupakan tahap perpindahan dari anjuran secara umum ke anjuran yang bersifat sunnah, dan sunnahnya bangun malam (shalat tarawih) pada bulan Ramadan itu dikuatkan dengan mewajibkan berpuasa pada bulan itu. Seperti yang kita lihat dalam hadits tersebit tentang diikutkannya kewajiban berpuasa setelah disunnahkannya bangun malam.
AKIBAT DARI ANJURAN-ANJURAN TERSEBUT:
Karena anjuran ini, akhirnya para sahabat berlomba-lomba mengerjakan shalat tarawih, ada yang sendiri-sendiri dan ada yang berjama’ah, mereka bermakmum pada yang telah hafal Al Qur’an. Hal ini dapat kita lihat dalam hadits Aisyah radhiallahu ‘anha: “ Mereka shalat di masjid Rasul pada waktu malam dengan berpencar-pencar, diantara mereka yang hafal Al Qur’an ada yang dimakmumi oleh lima atau enam orang, ataupun kurang dari itu bahkan lebih, maka Rasul menyuruh saya malam itu untuk membentangkan tikar dimuka kamar saya, kemudian Rasul keluar setelah shalat Isya’ dan semua orang yang di masjid berkumpul dan akhirnya Rasul shalat bersama mereka lama sekali, kemudia Rasulullah pulang, sedang tikar saya tinggalkan pada tempatnya. Keesokan harinya orang-orang membicarakan shalat Rasul bersama orang-orang yang ada di masjid tadi malam. Setelah sore tiba, di masjid penuh dengan orang, maka Rasul shalat Isya’ dengan mereka, kemudian pulang, sedang orang-orang tetap memenuhi masjid, maka Rasulullah bertanya, “Ada apa orang-orang itu?” Maka saya menjawab, “Orang-orang itu telah mendengar bahwa anda semalam shalat bersam orang-orang yang berada di dalam masjid, maka merekapun berkumpul.” Maka Rasul menjawab, “Hai Aisyah, lipatlah tikarmu !” Maka saya lipat tikar itu. Sebagamana Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ لَيْلَةً مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ وَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَصَلَّى فَصَلَّوْا مَعَهُ فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ حَتَّى خَرَجَ لِصَلَاةِ الصُّبْحِ فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَتَشَهَّدَ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْتَرَضَ عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا
Bahwa Rasulullah pada suatu malam keluar kamar di tengah malam untuk melaksanakan shalat di masjid. Maka orang-orang kemudian ikut shalat mengikuti shalat Beliau. Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut sehingga pada malam berikutnya orang-orang yang berkumpul bertambah banyak lalu ikut shalat dengan Beliau. Pada waktu paginya orang-orang kembali membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar untuk shalat dan mereka ikut shalat bersama Beliau. Kemudian pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan jama'ah hingga akhirnya Beliau keluar hanya untuk shalat Shubuh. Setelah Beliau selesai shalat Fajar, Beliau menghadap kepada orang banyak kemudian Beliau membaca syahadat lalu bersabda: "Amma ba'du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut nanti menjadi diwajibkan atas kalian sehingga kalian menjadi keberatan karenanya." (HR. Muslim no. 1271 & Bukari no. 1873)
Dan dalam rawayat lain dikatakan:
عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي
Bahwasanya Salamah bin 'Abdurrahman bertanya kepada 'Aisyah radliallahu 'anha tentang cara shalat Rasulullah di bulan Ramadhan. Maka 'Aisyah radliallahu 'anha menjawab: "Tidaklah Rasulullah (melaksanakan shalat malam) di bulan Ramadhan dan di bulan-bulan lainnya lebih dari sebelas raka'at, Beliau shalat empat raka'at, maka jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya kemudian Beliau shalat empat raka'at lagi dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian Beliau shalat tiga raka'at. Lalu aku bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah anda tidur sebelum melaksanakan witir?" Beliau menjawab: "Wahai 'Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur, namun hatiku tidaklah tidur." (HR. BUKHARI NO - 1874, MUSLIM NO - 1219, ABU DAUD NO - 1143, MALIK NO - 243, NASA'I NO - 1679)
Dalam sunan Baihaqi dikatakan bahwa Rasulullah shalat dalam bulan Ramadan 20 rakaat, akan tetapi hadits ini dhaif (lemah dengan sanad yang bernama Abu Syaibah)
Diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh shahihaini di atas merupakan langkah lain, bahwa masjid penuh sesak orang-orang, sebelumnya mereka berpencar-pencar, sampai masjid tidak dapat menampung. Tetapi rasul tidak keluar untuk shalat bersama mereka karena dikhawatirkan bahwa hal itu akan mewajibkan atas mereka.
Jadi, mungkin Rasulullah akan keluar menyertai mereka kalau tidak karena satu alasan, karena dikhawatirkan bahwa hal itu dianggap wajib bagi mereka. Semua ini dilakukan semata-mata karena kasihan dan takut membebani mereka, kemudian mereka tidak kuasa melakukannya, Rasulullah setuju melakukan shalat tarawih dengan berjema’ah baik di rumah ataupun di masjid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar